MUI Minta Ulama Berdakwah soal Fatwa Haram Medsos

MUI berharap para ulama dapat ikut mensosialisasikan fatwa haram Medsosiah MUI ke masyarakat dalam dakwahnya.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 09 Jun 2017, 18:16 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2017, 18:16 WIB
MUI Keluarkan Fatwa Tentang Media Sosial-Jakarta- Helmi Afandi-20170605-
MUI mengeluarkan fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Muamalah Melalui Media Sosial, Jakarta, Senin (5/6). Menkoinfo Rudiantara ikut hadir dalam konferensi pers yang dilakukan MUI terkait fatwa tersebut. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah mengeluarkan Fatwa Nomor 24 Tahun 2017 tentang Hukum dan Pedoman Bermuamalah melalui Media Sosial. Hal ini agar masyarakat Muslim semakin sadar dan mengaplikasikan fatwa yang dinamakan Muamalah Medsosiah itu, MUI berharap para ulama dapat ikut menyosialisasikan ke masyarakat dalam dakwahnya.

"Pemberitaan ini (soal fatwa) sangat membantu literasi masyarakat menggunakan medsos dan wujud tanggung jawab kita semua. Semuanya, rekan wartawan, pegiat medsos, bahkan provider, dan penyedia platform semua punya tanggung jawab sosial dan korporasi," tutur Sekretaris Komisi Fatwa MUI Asrorun Niam Soleh di Galeri Nasional, Jakarta Pusat, Jumat (9/6/2017).

"Rekomendasi ini juga secara internal ditujukan kepada para ulama untuk kepentingan dakwah sehingga membangun kesadaran kolektif kita," lanjut dia.

Menurut Asrorun, dampak negatif media sosial juga menyeluruh ke semua kalangan. Ulama dapat menjadi pengguna yang secara sadar atau tidak, ikut dimanipulasi pemberitaan yang ada di medsos.

"Ulama dalam konteks pengertian ahli agama dalam dunia maya bisa menjadi awam sehingga dia bisa juga menjadi korban atau pelaku hoax," ujar dia.

Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menambahkan, pihaknya sangat mendukung keberadaan Fatwa Muamalah Medsosiah. Sinergi antara pemerintah dengan ulama tentunya bisa memberikan andil besar dalam memerangi banyaknya konten negatif yang ada di medsos.

"Pemerintah melihat ini seperti dua sisi mata uang. Koin itu memiliki nilai tukar kalau dua sisinya ada. Undang-Undang ITE dari sisi umara (pemimpin) dan Fatwa MUI ini dari sisi ulama. Sehingga ulama dan umara berjalan bersama," jelas Rudiantara.

 

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya