Pansus Angket Akan Konfirmasi ke KPK soal Temuan di Sukamiskin

Pansus Hak Angket KPK mengaku mendapat banyak temuan saat berbincang dengan napi korupsi di Lapas Sukamiskin.

oleh Rezki Apriliya Iskandar diperbarui 08 Jul 2017, 14:32 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2017, 14:32 WIB
20170706-Pansus Angket KPK-Bandung-Sukamiskin
Pansus Angket KPK ketika tiba di Lapas Sukamiskin, Bandung. (Liputan6.com/Taufiqurrohman)

Liputan6.com, Jakarta - Pansus Hak Angket KPK akan mengonfirmasi temuannya saat berbincang dengan sejumlah narapidana kasus korupsi di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat. Untuk itu, pansus akan mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ke DPR.

Pemanggilan ini akan dilakukan setelah semua informasi yang dibutuhkan sudah didapatkan.

"Setelah kami mendapatkan semua informasi, maka nanti kami akan panggil KPK. Kami merasa temuan di Sukamiskin sudah cukup. Kami pikir tidak perlu ke tempat lain," ujar anggota Pansus Hak Angket KPK, Teuku Taufiqulhadi, di kawasan Menteng, Jakarta, Sabtu (8/7/2017).

Menurut dia, kunjungan pansus ke lapas, tidak bertujuan untuk melemahkan KPK. Dia mengatakan, tidak perlu khawatir jika KPK memang tidak ada salah dengan proses hukum yang ada di lembaga pimpinan Agus Rahardjo.

"Kunjungan ke lapas tidak ada hubungan dengan pelemahan KPK. Kalau KPK itu baik, tidak ada yang salah maka tidak ada rekomendasi. Kalau setelah kita konfirmasi, benar, dapat diterima, maka enggak ada konfirmasi apa pun," pungkas Anggota Komisi III itu.

Dia mengungkapkan, Pansus Hak Angket KPK mempertanyakan sejumlah hal kepada napi kasus korupsi di Lapas Sukamiskin pada Kamis, 6 Juli 2017 kemarin. Salah satunya soal dugaan penyimpangan prosedur pemeriksaan.

"Benar tidak kalau seseorang diperiksa, di sidik awal itu tidak ada pengacara yang mendampingi? Benar atau tidak? Kami tanyakan. Itu harus dapat informasi karena kami ingin tanyakan ke KPK nanti. Tidak mungkin kita mendapatkan informasi itu dari pihak-pihak lain," Taufiqulhadi menjelaskan.

Hasilnya, koruptor di Lapas Sukamiskin mengaku tidak mendapatkan pendampingan dari penasihat hukum selama proses penyidikan awal di KPK. Para napi ini mengaku ditempatkan di ruang isolasi selama lima hari.

"Tidak boleh dijenguk, tidak boleh apapun. Setelah itu kami dikeluarkan, kemudian diperiksa, dan itu tidak boleh ada yang pengacara mendampingi," kata Taufiqulhadi.

Pansus, ujar dia, juga mempertanyakan soal penyitaan harta koruptor. Sebab, ini terkait dengan nasib keluarga para napi tersebut.

"Misalnya, ketika Anda dihukum, istri Anda bagaimana? Kemudian, Anda korupsinya kapan? Apakah harta kekayaan Anda disita juga yang sebelumnya merupakan warisan? Itulah yang kita tanyakan. Jadi tidak ada persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kasus yang telah dijatuhkan, divonis terhadap mereka," ujar Taufiqulhadi.

Menurut dia, banyak temuan yang didapat. Namun, Pansus Hak Angket KPK tidak akan mengungkapkan temuan-temuan tersebut saat ini. Yang jelas, lanjut dia, hal ini tidak boleh terjadi di Indonesia. Terlebih, hak setiap warga negara dilindungi dan dijamin oleh undang-undang.

"Sangat banyak kami dapatkan hal yang aneh. Suatu ketika akan kami publish kepada masyarakat. Kami akan tanyakan kepada KPK, tetapi kami telah sepakat bahwa apa yang telah kami peroleh itu jangan dulu kami sampaikan kepada publik karena itu adalah berkaitan dengan teknis kerja pansus," ujar Taufiqulhadi.

 

 

Saksikan video berikut ini:

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya