Liputan6.com, Jakarta - Jalan damai ditempuh pada kasus bullying atau perundungan yang melibatkan pelajar SMP dan SD di kawasan Thamrin City, Jakarta Pusat, beberapa waktu lalu. Meski begitu, proses hukum kasus yang ditangani penyidik Unit Reskrim Polsek Metro Tanah Abang itu tetap berjalan.
"Proses perdamaian itu terjadi nanti pada saat peradilan. Saat ini proses penyidikan tetap kami lakukan secara prosedural dan profesional. Proses hukum tetap berjalan," ujar Wakapolsek Metro Tanah Abang Kompol Eko Prasetyo di kantornya, Jakarta, Selasa (18/7/2017).
Namun begitu, proses penegakan hukum yang diterapkan kepada sembilan pelaku bullying tersebut berbeda dengan pidana umum. Sebab, semua pelaku masih di bawah umur.
Advertisement
"Karena semangat dari proses peradilan anak, kita harus memperhitungkan masa depan anak yang masih panjang. Penyidikan tetap profesional, namun usaha-usaha di luar peradilan tetap kami upayakan, kami adopsi dalam proses penyidikan tersebut," kata dia.
Polisi tengah mengupayakan agar dilakukan diversi --penyelesaian perkara anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana-- pada kasus bullying ini. Hal itu dilakukan mengingat, para pelaku yang masih anak ini memiliki masa depan yang cukup panjang.
"Proses pengambilan keputusan dan proses diversi adalah metode yang diselesaikan dalam perkara pidana khusus pelakunya anak-anak. Dua-duanya termasuk dalam restorative justice. Di mana anak-anak ini diselesaikan masalahnya di luar sistem peradilan. Tidak dihukum selayaknya pelaku pidana," jelas Eko.
Ini Sanksinya
Ada beberapa sanksi yang dapat dikenakan terhadap pelaku dalam pelaksanaan hukuman nanti. Yang jelas, hukuman para pelaku yang masih di bawah umur ini berbeda dengan proses pidana pada umumnya.
"Hukumannya ada yang berupa mendapatkan pendidikan khusus selama enam bulan, maupun ikut andil dalam kegiatan sosial, dan sebagainya. Itu nanti bagaimana keputusan dari hakim," kata Eko.
Sanksi tersebut berasal dari proses diversi yang diberlakukan untuk anak sebagaimana Pasal 1 angka 7 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Meski begitu, penanganan perkara ini juga bisa saja melalui proses pengambilan keputusan pada peradilan anak.
"Jadi nanti bagaimana keputusan hakim, apakah mereka akan dipidana sebagaimana peradilan anak (pengambilan keputusan), atau diversi itu tadi," ucap Eko.
Proses diversi yang saat ini masih berlangsung, melibatkan pihak Bapas (Balai Pemasyarakatan), pengacara, P2TP2A (Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak), orangtua, serta pihak sekolah.
Bullying Pelajar
Sebelumnya, aksi bullying yang dilakukan sejumlah siswi SMP viral di media sosial. Dalam video berdurasi sekitar 1 menit itu, terlihat seorang siswi remaja yang mengenakan seragam putih-putih dijambak dua pelajar seusianya.
Dengan disaksikan sekelompok remaja, seorang perempuan yang mengenakan seragam biru putih menghampiri korban. Setelah sampai pada hitungan ketiga, perempuan remaja itu tiba-tiba menjambak rambut korban yang berdiri di hadapannya dengan sangat keras.
Korban pun terjatuh. Bukannya melepas jambakan, pelaku justru makin beringas. Dia menjambak rambut korban hingga kepalanya terombang-ambing. Tak berhenti di situ, siswa lainnya ikut menjambak hingga kepala korban nyaris terbentur tembok.
Korban yang dikelilingi teman-teman pelaku hanya bisa pasrah. Mirisnya, terdapat adegan korban bersalaman dan mencium tangan pelaku yang justru diabadikan siswa lainnya yang berada di lokasi dengan menggunakan kamera ponsel.
Tak hanya itu, korban juga dipaksa bersujud di kaki dua pelaku yang menjambaknya. Alih-alih melerai (bullying) ini, sejumlah siswa yang ada di lokasi justru menyoraki dan bertepuk tangan.
Saksikan video di bawah ini: