Liputan6.com, Jakarta - Kesadaran berlalu lintas yang tertib dan aman ternyata belum sepenuhnya ditaati masyarakat, khususnya di Ibu Kota Jakarta. Pedestrian atau trotoar jalan yang semestinya digunakan pejalan kaki, justru banyak dilintasi para pengendara sepeda motor.
Dalam Laporan Dakgar Lantas Melawan Arus dan Pedestrian Tidak Sesuai Peruntukkannya Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Selasa, 18 Juli 2017, polisi menindak pelanggaran 825 sepeda motor.
Dari penindakan tersebut, polisi melakukan tindakan tegas dengan menyita barang bukti berupa 487 Surat Izin Mengemudi (SIM) dan 336 Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).
Advertisement
"Total penindakan dan pelanggaran lalu lintas melawan arus dan pedestrian atau trotoar tanggal 17 dan 18 Juli sebanyak 886," demikian dikutip dari Laporan Dakgar Direktorat Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Jumat (21/7/2017).
Dalam laporan tersebut disebutkan, penindakan tersebut dilakukan di seluruh wilayah DKI Jakarta, tanpa Kepulauan Seribu. Penindakan ini menang sengaja dilakukan antara Pemprov DKI Jakarta dengan Pola Metro Jaya. Berharap, dengan penindakan ini masyarakat sadar tertib berlalu lintas.
Setidaknya, penindakan ini memberi rasa takut pada masyarakat supaya mereka mulai terbiasa tertib berlalu lintas di jalan. Tujuannya tak lain demi keselamatan si pengendara dan orang lain, tentunya.
Seperti dialami Yulianto, driver ojek online, yang mengaku khawatir terkena penindakan. Dia kini lebih berhati-hati saat bekerja.
"Sekarang mau jemput penumpang saja deg-degan," ujar pria 31 tahun itu, di Jakarta.
Warga Cililitan, Jakarta Timur, yang biasa mencari penumpang di kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusat itu memang kerap menggunakan trotoar untuk menunggu penumpang. Namun, pria yang akrab disapa Yuli itu, kini tak melakukan kebiasaannya tersebut, lantaran polisi kini giat menindak para pelanggar di kawasan perkantoran itu.
"Kemarin teman saya ditilang, di dekat Jalan Jaksa itu, katanya (karena) jalan di trotoar," ujar Yuli di Kawasan Kebon Sirih, Jakarta Pusa, Kamis 20 Juli 2017.
Yuli mengaku tak mengetahui penyebab maraknya razia trotoar oleh polisi. Hanya saja, dia mengakui perbuatannya selama ini salah.
"Ya, tapi trotoarnya kan luas, yang lain masih bisa lewat," dia berkilah.
Berbeda dengan Yuli yang sadar akan tindakannya menggunakan trotoar salah, Andi, seorang pengemudi ojek pangkalan tak merasa bersalah meski merebut hak pejalan kaki. "Saya kan kerja, bukan parkir juga. Ngetem sebentar doang," ucap pria 40 tahun itu.
Kini, untuk menghindari trotoar, banyak pengendara ojek online memilih masuk ke parkiran gedung sekitar Kebon Sirih. "Cari aman," ucap Andi.
Yana, salah satu pekerja kantor di Kawasan Kebon Sirih mengaku senang lantaran trotoar di kawasan tersebut tidak lagi dipenuhi sepeda motor.
Sebelumnya, Yana tiap hari harus berjibaku berebut dengan sepeda motor yang menggunakan trotoar, saat berjalan kaki dari Stasiun Gondangdia ke kantornya di Kebon Sirih.
"Sekarang yang lewat sedikit, tinggal yang ngetem saja masih," ucap dia.
Menurut Yana, razia yang diterapkan polisi cukup efektif dan membuat efek jera bagi para pengendara sepeda motor.
"Walau di sini macet banget, ya mereka jangan lewat trotoar. Bagus polisi razia," Yana menandaskan.
Menyadarkan Pengendara
Tertib berlalu lintas di jalan memang sudah dilakukan oleh sebagian kecil masyarakat. Seperti para aktivis yang tergabung dalam Koalisi Pejalan Kaki.
Namun, aksi komunitas ini terkadang menemui perlawanan dari para pengendara. Seperti beberapa waktu lalu, sebuah video berisi pertengkaran antara pegiat Koalisi Pejalan Kaki dengan pengemudi ojek, hingga viral di media sosial.
Dalam video yang diambil di Jalan Kebon Sirih itu, Koalisi Pejalan Kaki nampak menghalangi dan membawa poster, menolak trotoar menjadi jalan dan parkir para pemotor.
Namun, aksi tersebut justru mendapat perlawanan dari pengendara sepeda motor. Bukannya malu dan menyadari perbuatan salahnya, mereka malah memaki para aktivis pejalan kaki itu.
Kejadian serupa yang tak kalah heboh juga terjadi di Yogyakarta. Pengendara sepeda berusaha mengingatkan pengendara motor gede alias moge, yang tidak tertib di traffict light.
Namun, bukan meminta maaf, pengendara moge itu justru melawan pengendara sepeda. Adalah Elanto Wijoyono, pemuda yang menghadang pengendara moge di simpang empat ringroad Condangcatur Yogyakarta.
Dia mengaku, aksi ini dilakukan atas inisiatifnya sendiri. Dia geram banyaknya pengendara moge yang mememuhi Kota Yogyakarta tanpa mengindahkan aturan lalu lintas. Mereka seenaknya menerobos lampu lalu lintas yang bisa membahayakan pengguna jalan yang lain.
Aksi yang semula dilakukan sendiri itu akhirnya mendapat dukungan dari warga lainnya. Masyarakat tersebut juga merasakan hal yang sama.
"Awalnya sendiri, lalu ada yang gabung sampai empat atau lima orang dari warga Yogya ikut gabung dan orang lewat juga itu pun juga baru kenal saya. Pas di situ juga kenalnya," ujar Elanto di Yogyakarta, Sabtu 15 Agustus 2015.
Â
Advertisement
Belum Ramah Difabel
Trotoar di Jakarta belum sepenuhnya ramah terhadap pejalan kaki, khususnya bagi kaum difabel. Buktinya, guidance block atau garis pemandu berwarna kuning, justru menyesatkan para penggunanya.
Garis pemandu tersebut dibuat mengarah ke tiang listrik, atau justru ke lubang jalanan yang dapat membuat pengguna terperosok.
Aris Yohanes, Ketua Karya Tunanetra (Kartunet) mengatakan, kondisi trotoar di Jakarta tidak nyaman dan berbahaya bagi pejalan kaki tunanetra seperti dirinya.
Aris menuturkan, pengalaman buruknya sebagai kaum tunanetra saat berjalan di trotoar Ibu Kota. Gara-gara garis pemandu yang dipasang sembarang, dia bahkan hampir mengalami kecelakaan lalu lintas, karena garis tersebut mengarahkan ke jalan raya.
Belum lagi, kondisi trotoar Jakarta yang multifungsi. Selain untuk pejalan kaki, trotoar juga digunakan untuk berjualan dan jalur alternatif sepeda motor bila terjebak kemacetan.
"Yang kayak gitu (garis pemandu berbahaya) banyak di kawasan Monas, Jalan Merdeka, dan jalan besar lainnya," ujar Aris saat dihubungi Liputan6.com, Senin 7 November 2016.
Sekretaris Jenderal Koalisi Pejalan Kaki, Alfred Sitorus mengatakan, ada dua jenis garis kuning. Masing-masing memiliki fungsinya masing-masing.
Ubin dengan tekstur garis lurus menandakan pengguna dapat terus berjalan. sesuai arah garis yang menonjol. Sementara ubin dengan tekstur bulat-bulat kecil menandakan pengguna jalan berhenti.
Sementara, Pengamat Perkotaan Universitas Trisakti, Nirwono Jogo mengatakan, buruknya pemasangan garis kuning di trotoar karena tidak melibatkan kaum difabel. Dia membandingkan kualitas trotoar di negara lain yang ramah pengguna jalan.
"Dibandingkan kota besar sekelas Jakarta di dunia. Indonesia memang terburuk," kata Nirwono.
Dikonfirmasi terpisah, Kepala Dinas Bina Marga Provinsi DKI Jakarta, Yusmada Faizal mengimbau agar masyarakat yang mengeluh dapat melaporkan ke Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) agar cepat diperbaiki.
"Yah tinggal sampaikan saja ke PPK-nya. Nanti ya tinggal diperbaiki saja oleh kontraktornya," kata Yusmada.
Dari laporan tersebut, kata Yusmanda, PPK punya hak menahan pembayaran kontraktor sampai mereka memperbaikinya.
Â
Saksikan video menarik berikut ini: