Liputan6.com, Jakarta - Puncak perayaan Hari Anak Nasional (HAN) 2017 yang berlangsung 23 Juli lalu di Pekanbaru, menyisakan pekerjaan rumah bagi sejumlah pihak.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut perokok pemula (anak-anak) di Asia Tenggara, termasuk Indonesia jumlahnya terus meningkat. Itu disebabkan oleh harga rokok yang masih terlalu murah.
Oleh sebab itu, WHO menyarankan ada pengendalian penggunaan tembakau dengan meningkatkan pajak tembakau.
Advertisement
WHO dalam situs resminya www.searo.who.int menyebutkan, rokok sudah membunuh 7 juta orang tiap tahunnya di dunia. Khusus di Asia Tenggara, disebutnya mencapai 1,3 juta orang per tahun.
Direktur Regional WHO untuk Asia Tenggara Poonam Khetrapal Singh mengatakan, laporan terbaru mengenai epidemi tembakau global, sebanyak 63 persen populasi dunia sudah berada di bawah payung hukum satu ukuran pengendalian tembakau komprehensif yang dimandatkan oleh Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).
Dia lantas mencontohkan Nepal yang pada 2015 sudah memperkenalkan peringatan kesehatan grafis terbesar di dunia soal peringatan tembakau. Pada 2016, India meluncurkan program penghentian tembakau secara nasional serta meningkatkan peringatan kesehatan grafis.
WHO yakin, kebijakan menekan iklan tembakau ditambah dengan meningkatkan pajak produk tembakau bisa menekan jumlah pengguna.
Meski, peningkatan pajak tembakau akan berdampak pada naiknya harga rokok. Periklanan, promosi dan sponsor tembakau juga menjadi faktor pendorong jumlah pengguna.
’’Semua bentuk iklan langsung dan tidak langsung harus diakhiri. Tidak perlu lagi pemasaran karena menimbulkan kecanduan penyakit dan kematian di Wilayah Asia Tenggara," tegas Poonam.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Yohana Yambise menyatakan, ada lima perhatian utama yang dilakukan pihaknya saat ini. Salah satunya adalah meningkatnya jumlah perokok anak.
Dia beralasan rokok menjadi awal mula anak dapat melakukan tindak kekerasan.
"Karena saat kita melakukan kunjungan ke Lapas, awalnya mereka itu merokok, terus mencoba minuman keras, pakai narkoba hingga pornografi, dan akhirnya melakukan kekerasan jadi pelaku," ucap Yohana di Kantor Kementerian PPPA, Jakarta Pusat, Senin 18 Juli 2017.Â
Yohana Yambise mengatakan, rokok dapat merugikan tumbuh kembang anak. Karena itu, masalah rokok, termasuk rencana kenaikan harganya menjadi Rp 50 ribu per bungkus perlu dipikirkan bersama.
Menurut Yohana, penjualan rokok perlu dibatasi. Sebab selama ini anak-anak mudah mendapatkan rokok, terutama di warung-warung.
"Bila perlu penjualan rokok di warung perlu dibatasi supaya anak-anak sulit membeli," ucap Yohana.
Tidak hanya membatasi penjualan, Yohana juga mengusulkan untuk mengontrol dan memperketat penjualan rokok untuk memudahkan memantau peredarannya.
"Penjualan rokok seharusnya di supermarket, sehingga pembeli menjadi terbatas," ujar Yohana.
Saksikan video menarik berikut ini:
Â