Liputan6.com, Jakarta Hasil temuan Pansus Angket KPK DPR RI sejatinya bertujuan untuk membuka kotak Pandora penanganan kasus korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pendapat tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Pansus Angket KPK Masinton Pasaribu pada diskusi di Pers Room yang dihadiri oleh Johnson Panjaitan (pengamat hukum) Adhie Massardi, Prof. syaiful Bakhri (Rektor Universitas Muhammdiyah Jakarta), Rabu, Jakarta, (2/8/2017).
"Bagi kita dalam Panitia Angket ini semacam kotak Pandora, baru kita tahu Panitia Angket mendapatkan informasi bahwa ada saksi yang diarahkan oleh penyidik KPK, dipanitia angket juga kita menemukan bahwa ada aset hasil korupsi yang disita oleh KPK yang katanya disetor ke negara tetapi tidak disetor ke negara,"ungkapnya.
Menurutnya, melalui Pansus Angket kita juga tahu bahwa ada proses pelanggaran HAM, dimana orang disekap dan diarahkan untuk kepentingan KPK. "Dari 162 kasus proyek Nazaruddin terbukti hanya satu yang diputus oleh KPK yaitu wisma atlit. selain itu dari proyek nazaruddin sebesar Rp. 7.7 triliun hanya lima yang ditangani KPK yang nilainya hanya sebesar Rp. 200 Miliar,"paparnya.
Pada kesempatan itu, Masinton membandingkan dengan pihak Kepolisian yang menangani kasus yang bernilai lebih besar dibandingkan KPK. Seperti pihak Kepolisian menangani 19 kasus sebesar Rp. 2.2 triliun, sementara Kejaksaan menangani 9 kasus Rp.700 miliar.
Masinto menilai, opini yang dibangun KPK diluar, bahwa kerja Pansus Angket KPK itu mengada-ada adalah tidak benar. Pansus memiliki obyek penyelidikan yang jelas dan sesuai dengan UU. "Pansus ini dituding macam-macam dan dikaitkan dengan Perkara E-KTP faktanya kita bekerja dalam konteks penyelidikan dan melaksanakan UU. kita tidak ada menyinggung perkara ini opini yang dibangun KPK dan suporternya,"tandasnya.
Advertisement
Â
Â
(*)
Â
Â
Â
Â