Akhir Kisah Guru Ponpes yang Benci NKRI

MS tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

oleh Nila Chrisna YulikaAchmad Sudarno diperbarui 20 Agu 2017, 00:04 WIB
Diterbitkan 20 Agu 2017, 00:04 WIB
20170818-bakar-bogor-umbul umbul
Umbul-umbul yang dibakar di depan Ponpes Ibnu Mas'ud, Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Liputan6.com, Jakarta Pondok Pesantren (Ponpes) Ibnu Mas'ud di Kampung Jami, Desa Sukajaya, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, digeruduk ratusan warga. Pasalnya, seorang pengajar ponpes itu membakar umbul-umbul merah putih yang tengah dipasang warga sekitar.

Polres Bogor kemudian memeriksa 29 orang, termasuk 23 orang di antaranya sebagai pengurus, pengajar, satpam, dan staf di pesantren tersebut. Seorang di antara mereka berinisial MS kemudian ditetapkan sebagai tersangka kasus pembakaran umbul-umbul merah putih itu. MS adalah pengajar di ponpes tersebut.

MS tidak mengakui Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Ini juga yang melatarbelakangi pembakar umbul-umbul merah putih.

Pembakaran itu dilakukan tersangka usai menonton televisi. Saat itu, di televisi banyak acara yang menampilkan program perayaan HUT ke-72 RI pada Rabu, 16 Agustus 2017 malam.

Usai menonton, pelaku kesal. Dia kemudian keluar dan membakar umbul-umbul yang ada di depan ponpes. "Dia membakar umbul-umbul itu sebagai representasi kebencian terhadap negara," ujar Kapolres Bogor AKBP Andi M Dicki di Bogor, Jumat, 18 Agustus 2017.

Namun, saat membakar umbul-umbul, aksinya diketahui warga yang sedang menghias lingkungan sekitar. Pelaku pun berlari dan masuk ke dalam ponpes.

"Warga mengejar pelaku. Di dalam ponpes warga dan pihak ponpes terjadi adu mulut," kata Dicki.

Kabar adanya pembakaran umbul-umbul merah putih tersebut menyebar ke seluruh warga Kecamatan Tamansari. Kamis, 16 Agustus siang, situasi semakin mencekam karena banyak warga dari luar desa berdatangan ke ponpes tersebut.

"Sebetulnya dari Rabu malam sudah dikendalikan polisi. Tapi karena massa semakin banyak akhirnya kita kerahkan pasukan untuk mengamankan area ponpes," terang Dicki.

Akibat perbuatannya, MS dijerat Pasal 66 jo Pasal 24 huruf a UU No 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan dan atau Pasal 406 KUHP dan atau 187 KUHP.

Saksikan video di bawah ini:

 

Terkait Terorisme?

Umbul-umbul yang dibakar oleh pengajar ponpes, MS, di Bogor. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Setyo Wasisto, mengatakan polisi terus mendalami kasus tersebut. Kasus itu kini ditangani oleh Polres Bogor dan Polda Jawa Barat (Jabar).

"Kita menyayangkan ya ada aksi-aksi seperti itu dan sekarang (kasusnya) sedang ditangani oleh Polda Jabar dan Polres Bogor," ucap Setyo di Kantor Divisi Humas Polri, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (18/8/2017).

Pendalaman ini termasuk dugaan kaitan tersangka dengan jaringan terorisme.

"Ya, kita sedang sedang dalami apakah ini terkait dengan satu aliran atau gerakan (terorisme/radikalisme). Semua ditangani oleh yang berwenang. Polri dalam hal ini sudah mengambil alih untuk penanganan pengecekan dan pendalaman lebih lanjut," tutur Setyo.

Ponpes Ditutup

 

Prajurit TNI dan Polisi saat mengamankan Pondok Pesantren Ibnu Mas'ud Bogor. (Liputan6.com/Achmad Sudarno)

Akibat peristiwa pembakaran umbul-umbul merah putih itu, warga menutup Ponpes Ibnu Mas'ud.

"Sesuai kesepakatan bersama, ponpes itu diberi waktu satu bulan untuk pindah dari desa ini," kata Kepala Desa Sukajaya Wahyudin.

Aksi pembakaran tersebut mendapat reaksi keras dari warga. Mereka menyerbu asrama ponpes yang dihuni oleh sekitar 250 santri pada Kamis 17 Agustus 2017 dini hari.

"Sebelum pembakaran, warga dengan pengurus ponpes sudah terjadi adu mulut, karena pengurus menolak memasang bendera Merah Putih di sekitar ponpes," ujar Wahyudin.

Warga akhirnya memasang sendiri umbul-umbul merah putih di sekitar ponpes sebagai bentuk memeriahkan Hari Kemerdekaan RI ke-72.

Akan tetapi, umbul-umbul yang dipasang warga justru malah dibakar oleh pengurus ponpes.

"Saat itu ada warga yang melihat orang sedang membakar satu umbul-umbul di depan ponpes," kata dia.

Warga yang tak terima langsung mendatangi ponpes tersebut untuk meminta pertanggungjawaban atas tindakannya itu.

"Warga dan pihak ponpes kembali terlibat adu mulut. Pihak ponpes terkesan perbuatannya tidak salah," kata Wahyudin.

Situasi semakin mencekam karena warga hampir seluruh Desa Sukaraja terus berdatangan ke ponpes tersebut.

Pihak kepolisian yang tiba di lokasi langsung membubarkan warga, sehingga tidak terjadi hal yang diinginkan.

"Kami lakukan mediasi dan solusinya ponpes itu ditutup," ucap Wahyudin.

Informasi yang dihimpun, sejak berdiri tahun 2011 silam, ponpes tersebut sangat tertutup. Pengurus maupun para santri tidak pernah berinteraksi dengan warga sekitar.

Setiap peringatan Hari Kemerdekaan RI, pihak ponpes tidak pernah mau memasang bendera merah putih. Bahkan, mereka dengan tegas menolak bendera itu berkibar di sekitar ponpes.

Oleh sebab itu, tak aneh jika ponpes tersebut dalam pengawasan polisi karena kerap bersinggungan dengan warga.

"Tadi juga (pemilik ponpes) ditanya sama polisi, kenapa enggak mau pasang bendera? Dia jawab, kemerdekaan Indonesia enggak jelas, banyak korupsi," kata Wahyudin.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya