Liputan6.com, Manila - Sidang Umum Parlemen se-Asia Tenggara atau ASEAN Inter-Parliamentary Assembly (AIPA) di Filipina memasuki agenda akhir. Sikap Indonesia soal krisis kemanusiaan terhadap Rohingya di Myanmar pun tak berubah.Â
Dalam agenda pembahasan Joint Communique atau Komunike Bersama, pernyataan sikap Indonesia yang meminta Myanmar menghentikan kekerasan terhadap etnis Rohingya akhirnya disetujui seluruh parlemen se-Asia Tenggara.
Baca Juga
"Hari ini kita mengusulkan statement yang kita rekomendasikan, khususnya perihal terjadinya permasalahan kekerasan kemanusiaan di Myanmar. Alhamdulillah usulan tadi disetujui oleh semuanya, tanpa terkecuali dari parlemen Myanmar juga," ujar anggota Delegasi Parlemen Indonesia, Sartono Hutomo di Manila, Filipina, Selasa (19/9/2017).Â
Advertisement
Dia menjelaskan, dalam dokumen Komunike Bersama yang telah ditandatangani seluruh Ketua Delegasi AIPA ini, Indonesia memberikan dukungan kepada pemerintah dan parlemen Myanmar untuk menyelesaikan kasus Rohingya.
"Dalam artian kami memberikan dukungan kepada pemerintah dan parlemen. Dan juga apa yang direkomendasikan oleh PBB agar dilaksanakan untuk penyelesaian Myanmar ini," kata politikus Partai Demokrat ini.Â
Berikut pernyataan lengkap Ketua Delegasi Parlemen Indonesia Fadli Zon soal Rohingya yang disetujui masuk dalam dokumen Komunike Bersama Sidang Umum ke-38 AIPA:
"Indonesia menyatakan keprihatinannya atas krisis kemanusiaan Myanmar dan mendesak semua pihak untuk menghormati peraturan perundangan, menjalankan upaya menahan diri secara maksimal dan menghentikan kekerasan yang terus berlanjut terhadap Rohingya di Negara Bagian Rakhine.Â
Berdasarkan semangat solidaritas dan persatuan ASEAN, Indonesia mendukung upaya Pemerintah dan Parlemen Myanmar untuk memulihkan perdamaian dan stabilitas, dan memberikan keamanan dan bantuan kepada semua pihak yang memerlukan terlepas dari etnisitas, ras, agama dan kepercayaan.Â
Indonesia mendorong Myanmar untuk melaksanakan rekomendasi dari Komisi Penasihat PBB di Negara Bagian dan juga membuka negara mereka untuk mendapatkan bantuan kemanusiaan dan mematuhi undang-undang kemanusiaan internasional dalam menangani krisis pengungsi."