Pejabat BPK Tak Mau Opini DPR Turun karena Takut Dimarahi Fahri

Pernyataan itu diungkap dari BAP Anggota VII Badan BPK Eddy Mulyadi yang diperiksa sebagai saksi.

oleh Moch Harun Syah diperbarui 28 Sep 2017, 08:29 WIB
Diterbitkan 28 Sep 2017, 08:29 WIB
Fahri Hamzah: SDM Lembaga Legislatif Tentukan Kualitas Demokrasi
Kualitas demokrasi yang baik salah satu faktornya ditentukan oleh baiknya SDM di lembaga legislatif atau lembaga perwakilan rakyat.

Liputan6.com, Jakarta - Sidang kasus dugaan suap auditor BPK dengan terdakwa mantan Irjen Kemendes Sugito dan mantan Kabag Tata Usaha dan Keuangan Itjen Kemendes, Jarot Budi Prabowo kembali digelar di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Dalam sidang terungkap ada kekhawatiran pejabat BPK untuk menilai buruk atas laporan pemeriksaan keuangan di DPR RI. Pernyataan itu diungkap dari BAP Anggota VII Badan BPK Eddy Mulyadi yang diperiksa sebagai saksi. Dalam BAP saksi Eddy mengaku takut memberi opini negatif lantaran bisa mengundang kritik keras atau emosi pimpinan DPR RI.

BAP juga menyebutkan, penyidik KPK tengah mengonfirmasi saksi Eddy terkait rekaman pembicaraanya dengan Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK.

"Adalah depan DPR. Tetapi saya bilang jangan turun opininya, karena Akom bisa marah, Fahri marah. BKKBN opini WDP. DPD agak berat itu kalau untuk WDP. Saya meminta untuk DPR, MPR untuk WTP agar bisa amandemen," kata jaksa KPK M Asri Irwan membacakan kata-kata saksi Eddy dalam BAP di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (27/9/2017).

Masih dalam BAP, Jaksa Asri melanjutkan, Eddy juga menerangkan, permasalahan pokok DPD adalah kegiatan-kegaiatan yang tidak jelas dan tambahan honor kepegawaian. Tapi, masih dalam BAP, temuan itu sudah dikomunikasikan kepada Sekjen DPD.

Menurut Eddy, ada keterlambatan pemberian bukti pertanggungjawaban. Dan keterlambatan itu terjadi baik di DPD maupun DPR.

"Saya melihat dari temuan DPD, DPR itu karena masalah pertanggungjawaban belum masuk. Jadi tidak ada hal yang material dan akhirnya menjelang itu semua sudah masuk," jelas Eddy kepada jaksa KPK.

 

Direkam Atasan

Di sisi lain terungkap, rekaman percakapan itu didapat KPK dari ponsel Rochmadi Saptogiri yang tidak lain atasan Eddy sendiri. Eddy sendiri mengaku tidak mengetahui bahwa percakapannya lewat ponsel dengan Rochmadi direkam selama 2,5 tahun.

"Kalau tidak salah, saya direkam selama 29 jam, selama 2,5 tahun," kata Eddy kepada jaksa KPK.

Eddy melanjutkan, dirinya baru mengetahui soal rekaman tersebut saat diperdengarkan penyidik KPK. Dimana saat itu, dirinya diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap pejabat Kemendes dan auditor BPK.

"Saya kan orangnya terbuka, saya bicara apa adanya. Kadang mungkin saya bicara di luar konteks. Tapi saya akui itu suara saya," ujar Eddy.

Meski begitu, Eddy mengaku tidak paham dengan maksud lawan bicaranya yang tidak lain atasannya itu merekam pembicaraan lewat ponsel. Kendati Eddy membenarkan bahwa ponsel Iphone yang dipakai Rochmadi adalah hadiah dari dirinya.

"Saya tidak tahu tujuannya apa. Saya mikirin itu. Kok bisa direkam, saya enggak ketemu jawabannya apa," tutur Eddy.

Sementara terkait kesaksiannya lewat BAP yang dibacakan jaksa, Eddy mengaku bisa saja saat itu tengah bergurau. Terlebih soal rekaman yang menyebutkan takut dimarahi Akom dan Fahri.

"Mungkin saya berseloroh karena memang saya tak tahu kalau itu direkam," kata Eddy.

Mantan Irjen Kemendes PDTT Sugito dan mantan Kabag Tata Usaha Itjen Kemendes PDTT Jarot Budi Prabowo didakwa menyuap dua auditor BPK Rochmadi Sapto Giri dan Ali Sadli sebesar Rp 240 juta. Rochmadi Saptogiri selaku Auditor Utama Keuangan Negara III BPK, dan Ali Sadli, selaku Kepala Sub Auditorat III Auditorat Keuangan Negara BPK.

Pemberian itu diduga kuat untuk mendapatkan opini WTP dari BPK terhadap Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) keuangan Kemendes PDTT tahun anggaran 2016.

Padahal dalam pemeriksaan dengan tujuan tertentu, BPK menemukan Rp 550 miliar yang tidak diyakini kebenarannya di Kemendes dan PDTT. Temuan itu karena anggaran belum bisa dipertanggungjawabkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya