Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) mangkir memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Syafruddin dijadwalkan untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.
Baca Juga
“SAT tidak datang, kuasa hukumnya sudah menyampaikan surat untuk penjadwalan ulang,” ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2017).
Advertisement
Dalam kasus ini, KPK telah menemukan bukti baru. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara dalam kasus ini Rp Rp 4,58 triliun. Sebelumya, KPK menyebut kerugian negara atas kasus ini senilai Rp 3,7 triliun.
Menurut KPK, nilai kewajiban yang harus diselesaikan Sjamsul Nursalim sebagai obligor BDNI Rp 4,8 triliun. Total tersebut terdiri dari Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak, sementara Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan oleh BPPN dan tidak ditagihkan ke Sjamsul Nursalim.
PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) melelang aset Rp 1,1 triliun yang dibebankan pada petani tambak. Namun, nilainya hanya Rp 220 miliar.
Jadi, kekurangan pengembaliannya Rp 880 miliar. Angka itu menambah kerugian negara yang tidak dibahas oleh BPPN Rp 3,7 triliun. Alhasil, kerugian negara membengkak menjadi Rp 4,58 triliun.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini