Eks Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung Mangkir Panggilan KPK

Kasus yang menjerat Syafruddin Tumenggung merugikan negara hingga Rp 4,58 triliun.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 13 Okt 2017, 21:05 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2017, 21:05 WIB
Massa Geruduk KPK, Tuntut Penuntasan Kasus BLBI
Puluhan massa Barisan Rakyat Sikat Koruptor (BRSK) melakukan aksi di depan gedung KPK, Jakarta, Selasa (26/8/14). (Liputan6.com/Miftahul Hayat)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) mangkir memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Syafruddin dijadwalkan untuk diperiksa sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) terhadap Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI) milik Sjamsul Nursalim.

“SAT tidak datang, kuasa hukumnya sudah menyampaikan surat untuk penjadwalan ulang,” ujar Pelaksana Harian Kabiro Humas KPK Yuyuk Andriati di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (13/10/2017).

Dalam kasus ini, KPK telah menemukan bukti baru. Berdasarkan laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), kerugian negara dalam kasus ini Rp Rp 4,58 triliun. Sebelumya, KPK menyebut kerugian negara atas kasus ini senilai Rp 3,7 triliun.

Menurut KPK, nilai kewajiban yang harus diselesaikan Sjamsul Nursalim sebagai obligor BDNI Rp 4,8 triliun. Total tersebut terdiri dari Rp 1,1 triliun yang ditagihkan kepada petani tambak, sementara Rp 3,7 triliun tidak dilakukan pembahasan oleh BPPN dan tidak ditagihkan ke Sjamsul Nursalim.

PT Perusahaan Pengelolaan Aset (PPA) melelang aset Rp 1,1 triliun yang dibebankan pada petani tambak. Namun, nilainya hanya Rp 220 miliar.

Jadi, kekurangan pengembaliannya Rp 880 miliar. Angka itu menambah kerugian negara yang tidak dibahas oleh BPPN Rp 3,7 triliun. Alhasil, kerugian negara membengkak menjadi Rp 4,58 triliun.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya