Liputan6.com, Jakarta - Jumlah anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) di era kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno naik signifikan. Dana pembiayaannya pun melonjak dibanding pemerintahan sebelumnya.Â
Seperti dikutip dari apbd.jakarta.go.id mengenai RAPBD 2018, tertera anggota TGUPP berjumlah 60 orang, yang masing-masing mendapat honor Rp 24.930.000 per bulan. Bayaran itu diberikan selama 13 bulan kerja.
Baca Juga
Sedangkan untuk ketua tim, yang berjumlah 14 orang, masing-masing mendapat honor Rp 27.900.000. Biaya tersebut belum termasuk untuk membeli kertas, operasional kendaraan dinas, hingga pengadaan mesin absensi.Â
Advertisement
Dari sisi jumlah, TGUPP versi Anies-Sandi, jauh lebih banyak dari postur tim serupa di masa kepemimpinan gubernur sebelumnya.Â
Anggarannya pun melonjak, dari sekitar Rp 2,3 miliar menjadi Rp 28,5 miliar.
Kepada Liputan6.com, mantan Plt Gubernur DKI Jakarta Sumarsono, yang juga Dirjen Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri, mengatakan TGUPP adalah diskresi gubernur. Namun, ia wanti-wanti, aturan harus diubah.
Sebab, dia menambahkan, sesuai Pergub Nomor 411 Tahun 2016 yang ditandatanganinya, jumlah maksimal anggota tim adalah 15 orang. Â
Sumarsono pun mengaku, pergub tersebut ditandatanganinya untuk merevisi aturan pada masa kepemimpinan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok.Â
"Dulu saya buat itu merevisi dari Pergub Pak Ahok Nomor 163 Tahun 2015. Dulu anggotanya sembilan menjadi 15. Jika Pak Anies menaikkannya jadi 74, harus ada pergub yang diubah," kata Sumarsono.
Dia menambahkan, dari segi jumlah, anggota TGUPP harus dirasionalisasi. "Kebutuhannya berapa. Jangan sampai menjadi bagian unit yang menampung tim sukses, tanpa melihat keahlian juga kebutuhan seorang gubernur," kata Sumarsono.Â
Pejabat Eselon I di Kemendagri itu berpendapat, jumlah anggota yang 15 sudah maksimal. "Itu sudah mencakup semuanya, terdiri dari PNS dan non-PNS," kata dia.Â
Lantas, bagaimana dengan jumlah Tim Anies-Sandi yang 74 orang? "Kalau kebutuhan 74, rasional enggak rasional, silakan ditanya ke gubernur yang buat itu," kata dia.
Alumni Universitas Gadjah Mada itu mengingatkan, bertambahnya anggota TGUPP menjadi 74 orang berimplikasi dengan pembiayaan yang semakin besar. Efektivitasnya juga dipertanyakan.Â
Pengamat kebijakan publik Agus Pambagio menilai, TGUPP versi Anies-Sandi bisa jadi tak efektif. Sebab, tim tersebut sifatnya fungsional, bukan struktural.Â
Ketika TGUPP bersifat fungsional, Agus menambahkan, maka ruang gerak mereka terbatas. Tak bisa berbuat apa pun, termasuk memegang anggaran. Tugas tim sekedar memberi nasihat pada Gubernur Anies Baswedan.
Namun, jika mereka diberikan tugas struktural, yang terjadi adalah tumpang tindih dengan pejabat struktural di Pemprov DKI Jakarta. Biaya besar yang dikeluarkan terancam sia-sia.
"Angka sekian miliar ini buat apa? Wong, mereka membereskan enggak bisa?" kata dia.Â
Secara terpisah, Koordinator Divisi Riset Indonesia Corruption Watch (ICW) Firdaus Ilyas juga menilai, anggaran untuk 74 anggota TGUPP agak kebesaran dan berpotensi memboroskan anggaran APBD.
"Pertanyaannya, kenapa itu terjadi? Apa kebutuhannya tidak jelas, dasar hukumnya juga tak jelas. Apakah ini sekedar untuk bagi-bagi jabatan atau posisi kepada tim sukses atau relawan?" kata dia.
Versi Anies Versus Ahok
Saat dimintai keterangan di Balai Kota, Rabu, 22 November 2017, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan, anggota Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) terdiri atas kalangan PNS dan non-PNS. Staf khusus gubernur rencananya juga masuk ke dalam tim.
"Nah, semuanya akan dimasukkan ke dalam TGUPP, sehingga tidak tidak ada lagi orang-orang bekerja sebagai partikelir," kata Anies.
Dia menambahkan, pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, selain dibiayai oleh swasta, staf khusus Ahok tidak jelas pengangkatannya.
"Jadi enggak ada orang yang bekerja pribadi-pribadi mengatasnamakan gubernur, tapi kalau ditanya, 'Anda sebagai apa? Mana surat pengangkatan Anda?' Enggak bisa jawab. Besok, kalau mau bekerja bersama gubernur, Anda akan punya surat pengangkatan. Sesimpel itu," kata Anies.
Namun, pernyataan Anies dibantah pihak Ahok. "Kami selama di Balai Kota Jakarta murni digaji dari operasional Gubernur Pak Ahok," tulis tim BTP di akun Instagram resmi Ahok @basuki BTP.
Tim Ahok lantas membeberkan penganggaran uang operasional Rp 4,5 miliar yang diterima Gubernur DKI setiap bulannya. Uang tersebut dibagi kepada wagub, sekda, dan wali kota untuk biaya operasional para pejabat tersebut.
Selain itu, uang operasional Ahok juga digunakan untuk membantu pengaduan warga dari membayar ijazah, membeli kursi roda, hingga membantu pembangunan rumah ibadah.
"Serta menambah honor untuk para OB (office boy) dan para cleaning service yang bekerja di sekitar kantor gubernur," tulis timBTP.
Salah satu anggota tim Ahok, Rian Ernest, menyatakan semua staf gubernur dulu digaji lewat dana operasional sebesar Rp 20 juta per bulannya, bukan dari swasta.
Menurut dia, bila Anies memang berencana menjadikan timnya sebagai staf gubernur, tak perlu memasukkan ke TGUPP. Sebab, pembiayaan staf bisa dilakukan lewat dana operasional yang besarannya sekitar Rp 4,5 miliar per bulan.
Staf Ahok lainnya, Sakti Budiono, mengatakan tidak ada staf khusus dibiayai dari pihak swasta. "Enggak mungkin kita sebagai tim Gubernur Ahok digaji oleh swasta. Itu dari operasional dia. Itu yang benar dan sudah dijawab beberapa rekan juga," ucap Sakti kepada Liputan6.com, Rabu (22/11/2017).
Dia menuturkan, Ahok membiayai timnya dengan biaya operasional sejak dia menjabat sebagai wakil gubernur dan kemudian gubernur. Data itu bisa dilacak.
Penjelasan Kepala BKD DKI
Terkait TGUPP, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Jakarta, Agus Suradika, mengungkapkan anggotanya dimungkinkan berasal dari non-PNS atau profesional. Namun, mereka yang masuk dalam tim gubernur tersebut harus memiliki integritas dan kapabilitas.
"Enggak apa-apa orang luar (PNS), biar bisa melihat lebih luas, dicari pasti yang expert," ucap Agus kepada Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/11/2017).
Agus mengaku, hingga kini belum mengetahui siapa saja yang akan menduduki kursi TGUPP itu. Namun, salah satunya, menurut dia, adalah mantan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
"Ada salah satu bidang antikorupsi (di TGUPP), barangkali ada Pak Bambang (Widjojanto) KPK itu. Beliau kan integritas enggak diragukan," ucap dia.
Sementara, soal jumlah yang membengkak, menurut Agus, penambahan jumlah anggota dan anggaran di TGUPP tahun 2018 lantaran ada penggabungan dari Tim Wali Kota Untuk Percepatan Pembangunan (TWUPP). "Jadi dileburkan," ucap dia.
Bagaimana soal informasi tim gubernur dibiayai swasta? Agus Suradika berpendapat, itu tidak mungkin.
"Mungkin dibiayai dana operasional. Karena Pak Ahok ada staf ahli, ada TGUPP. Staf ahli dibiayai dari dana operasional gubernur," ucap dia.
Â
Advertisement
Keputusan di Tangan DPRD
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan boleh saja berencana, tapi keputusan tetap di tangan DPRD.Â
Anggota DPRD DKI Fraksi Nasdem Bestari Barus mengatakan, anggaran TGUPP masih belum pasti karena belum masuk dalam pembahasan Badan Anggaran.
"Itu kan belum dibahas Banggar, baru rapat komisi ya. Nanti Senin rapat Banggar saya akan ajukan beberapa tanggapan," ucap dia.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi A DPRD DKI William Yani menilai, anggota TGUPP yang jumlahnya 74 itu terlalu gemuk.
"Itu tidak realistis, jumlah begitu banyak terlalu gemuk dan bagaimana tupoksinya nanti," ucap dia.
Politikus PDIP itu mengatakan, Anies seharusnya bisa menjelaskan secara detail apa saja tugas TGUPP, juga mengapa anggaran bisa melonjak. "Karena kenaikan anggarannya luar biasa besar," kata dia.
William meminta agar Anies memikirkan matang-matang sebelum mengubah Pergub, termasuk yang mengatur soal TGUPP.
Ia meminta agar Anies tidak asal mengubah Pergub, hanya untuk tampil beda dengan gubernur terdahulu, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Secara terpisah, anggota Tim Sinkronisasi Anies-Sandi, Fajar Pandjaitan, mengatakan TGUPP adalah kewenangan gubernur.Â
"Dan kami tidak ada rekomendasi TGUPP terhadap gubernur, karena itu kewenangan," kata Fajar saat dihubungi Liputan6.com.
Mantan Sekda era Jokowi tersebut menilai, TGUPP era Anies-Sandi dibentuk untuk efektivitas pelaksanaan tugas bukan sebagai "tempat parkir" pejabat-pejabat yang dianggap kurang oleh gubernur.
Fajar menilai, dengan anggota TGUPP sampai 60 orang, maka dana Rp 28 miliar wajar. Sebab, tidak mungkin disamakan dengan zaman Jokowi yang hanya tujuh orang.
Tugas TGUPP
Ada lima bidang utama yang akan ditangani oleh TGUPP bentukan Anies-Sandi. Lima bidang utama, yaitu bidang percepatan pembangunan, bidang pencegahan korupsi, bidang harmonisasi regulasi, bidang pengelolaan pesisir, bidang ekonomi dan pembangunan.
"Di Pak Anies Baswedan ada pengembangan. Karena memang persoalannya sudah diidentifikasi. Mereka itu terdiri dari lima bidang nantinya," kata Kepala Biro Organisasi Reformasi Birokrasi DKI Jakarta, Dhani Sukma, di Gedung DPRD Jakarta Pusat, Selasa 21 November 2017.
Ketua Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Muhammad Yusuf menjelaskan, tugas-tugas yang dilakukan timnya untuk membantu gubernur DKI Jakarta. Tugas tim tersebut antara lain adalah monitoring dan evaluasi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) untuk dilaporkan pada gubernur.
"Jadi kita melakukan monev, monitoring evaluasi. Apakah pekerjaannya on schedule, on budget, on track," kata Yusuf di Balai Kota Jakarta, Rabu (22/11/2017).
Menurut Yusuf, saat ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tengah menggodok Pergub baru untuk mengganti Pergub 411 tahun 2016. Penambahan anggaran dan jumlah anggota TGUPP--menjadi 73 atau 74 orang --menurut Yusuf masih belum pasti. "Masih belum tuntas, lagi digodok pergubnya," kata dia.
Â