Pengamat: Setya Novanto Kokoh Karena Pegang Ideologi Bagi-Bagi

Tidak ada suara mayoritas yang meminta Setya Novanto turun dari kursi Ketua DPR.

oleh Anendya Niervana diperbarui 02 Des 2017, 22:03 WIB
Diterbitkan 02 Des 2017, 22:03 WIB
Setya Novanto Resmikan Pembangunan Atap Bangunan Gedung Golkar
Ketua Umum Golkar, Setya Novanto didampingi Ketua Dewan Pembina Aburizal Bakrie (kanan) dan Anggota Dewan Kehormatan Golkar MS Hidayat saat peresmian pembangunan Gedung Panca Bakti DPP Golkar di Slipi, Jakarta, Minggu (12/11). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Berkali-kali Setya Novanto lolos dari jerat hukum. Namun, dalam kasus megakorupsi e-KTP atau KTP Elektronik, KPK telah menemukan dugaan keterlibatan Setya Novanto.

Meski demikian, dia tidak kunjung dilengserkan dari kursi Ketua DPR. Kokoh. Lalu, apa rahasia yang membuat Setya Novanto bisa bercokol di kursi Ketua DPR meski berada di balik penjara KPK?

Pengamat komunikasi politik Hendri Satrio mengatakan, kekuatan Setnov, panggilan Setya Novanto, karena ideologi yang dianutnya.

"Saya katakan Pak Setnov ini orang baik karena saya percaya dia menjalankan ideologi tertinggi politik di Indonesia: ideologi bagi-bagi," ujar Hendri saat diskusi "Mencari Sosok Masa Depan Golkar" di Cikini, Jakarta (2/12/2017).

Pernyataan Hendri ini didasarkan pada pengamatannya bahwa tidak ada suara mayoritas yang meminta Setnov turun dari kursi Ketua DPR.

"Karena hingga hari ini saya menyangka tidak ada satupun anggota DPR yang meminta Pak Setnov mundur sebagai ketua DPR," ungkap Hendri.

Hendri mengaku takjub, karena DPR mengukir sejarah baru, yaitu berakhir satu periode jabatan dipimpin tiga Ketua DPR yang berbeda.

"Bayangkan saja gara-gara Setnov ini rezimnya Pak Jokowi tercatat dalam sejarah akan memiliki 3 orang yang berbeda sebagai ketua DPR," ujar Hendri.

 

Potensi Partai Golkar

Di sisi lain Hendri menilai bahwa Golkar adalah partai paling dewasa di antara partai lainnya di Indonesia. Hal ini didasarkan pada kesempatan yang diberikan kepada semua pengurus Golkar untuk merebut kursi pemimpin.

Hendri mengapresiasi kelebihan lain dari Partai Golkar yang tidak memiliki figur sentral. "Positifnya tidak punya figur sentral artinya kalau ketua umumnya 'goyang', partai tidak kena (goyang)," jelas Hendri.

Namun Hendri juga menilai kekurangan sebuah partai yang tidak memiliki tokoh sentral.

"Gara-gara tidak ada figur sentral, elektabilitas partai Golkar tergantung pada penjaga konstituen di daerah," terang Hendri.

Hendri pun mengungkapkan hasil dari survei lembaganya, Kelompok Diskusi dan Kajian Opini Publik Indonesia (KedaiKOPI) bahwa saat ini elektabilitas partai berlambang pohon beringin tersebut sedang turun. Namun Hendri juga percaya keadaan ini tidak akan berlangsung lama.

"Nanti kalau diotak-atik seperti itu apalagi bawa nama Jokowi, saya yakin 2019 pasti (elektabilitas Golkar) akan naik lagi," imbuh Hendri.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya