Liputan6.com, Jakarta - Langit gelap yang menaungi Jakarta pada Senin siang, 11 Desember 2017 seolah menjadi pertanda buruk: banjir akan kembali melanda Ibu Kota. Benar saja, air yang seakan tumpah dari langit kemudian merendam jalanan, membanjiri terowongan dan permukiman warga, bahkan menggenangi bagian dalam bioskop Planet Hollywood.
Sementara itu, angin yang menerjang kencang memecahkan kaca sejumlah gedung, menumbangkan pepohonan yang kemudian merintangi jalanan. Macet parah tak terhindarkan. Hujan selama beberapa jam mampu "melumpuhkan" sebagian Jakarta. Banjir berlanjut pada Selasa, 12 Desember 2017.
Baca Juga
Kepala Pusat Data Informasi (Kapusdatin) Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho meminta warga Jakarta mewaspadai banjir.
Advertisement
Sebab, menurut dia, hujan deras yang terjadi pada 11 dan 12 Desember bukanlah puncaknya.
"Hujan akan terus meningkat hingga Februari nanti. Biasanya (puncak) banjir Jakarta terjadi pada akhir Januari-awal Februari. Lakukan antisipasinya," ucap Sutopo di Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Ia menambahkan, sejak lama Jakarta sudah rawan banjir, bahkan sejak kota ini menyandang nama Batavia di era penjajahan. Ancaman kian meningkat seiring land-use change atau alih lahan yang terjadi di Jabodetabek, yang menghalangi serapan air.
"Siapa pun yang menjadi Gubernur DKI Jakarta akan sulit menuntaskan banjir," kata Sutopo.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi, hujan sedang hingga lebat seperti yang mengguyur Jakarta pada 11 Desember, masih berpotensi kembali turun di beberapa wilayah Jakarta.
Misalnya, kondisi cuaca diprediksi berawan dan berpotensi hujan sedang hingga lebat hingga 18 Desember 2017, terutama pada siang hari.
"Pada 15-18 Desember, turunnya hujan bisa terjadi pada siang atau sore hari," demikian pernyataan BMKG yang dikutip Liputan6.com, Selasa (12/12/2017) itu.
Hingga 18 Desember 2017, intensitas turunnya curah hujan diprediksi akan berkisar pada 5 sampai 20 mm/jam atau 20 sampai 100 mm per hari.
"Hujan dikatakan ringan jika intensitas curah hujan berkisar 0,1-5 mm/jam atau 5-20 mm/hari. Sedangkan hujan dikatakan turun sangat lebat jika intensitas curah hujannya >20 mm/jam atau >100 mm/hari," jelas BMKG.
Bukan hanya di Jakarta, potensi turunnya hujan sedang-lebat dapat terjadi di hampir seluruh wilayah Indonesia.
Antara lain di Sumatera Barat, Riau, Jambi, Bengkulu, Kepulauan Bangka Belitung, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Kalimantan Selatan, Bali, NTB, NTT, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Papua Barat, dan Papua.
Solusi Anies-Sandi
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengungkapkan biang keladi munculnya 31 titik banjir yang terjadi pada 11 Desember 2017. Selain pompa yang tidak berfungsi, aliran air yang terhambat karena proyek pembangunan LRT dan MRT juga ikut andil.
"Gatsu (Jalan Gatot Subroto) dan daerah selatan yang terjadi genangan cukup tinggi itu Kuningan. Saya komunikasi, cek langsung, masalahnya adalah karena sebagian dari tali air terhambat proyek yang sedang berjalan, baik MRT, LRT maupun proyek lain," kata Anies Baswedan di Balai Kota Jakarta, Selasa (12/12/2017).
Anies menyebut, Dinas Sumber Daya Air sudah mengingatkan pihak proyek untuk menyelesaikan tali air yang terhambat karena proyek pembangunan. Namun, tidak ada tindak lanjut. Ia menambahkan, tindakan tegas akan diambil.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini punya solusi mengatasi banjir dan untuk menghadapi puncak musim hujan di Jakarta. Menurut Anies, solusi itu terangkum dalam tiga sikap: Siaga, Tanggap, dan Galang.
"Siaga artinya, kita siap memastikan semua terkait saluran air itu siap menampung dan menyalurkan air. Tanggap itu, begitu ada masalah jangan diam, tapi langsung bertindak. Galang artinya ajak yang lain terlibat," ungkap Anies.
Dengan menjalankan ketiga hal tersebut, Anies berharap banjir tidak kembali mengepung Jakarta. Selain itu, Anies menyatakan pihaknya akan memaksimalkan 145 rumah pompa, 152 pompa stasioner, dan 150 pompa mobil untuk menyedot genangan.
"Sisi persiapan kita sudah lakukan, tapi kalau ada satu saja yang ceroboh muncul masalah. Itu bisa dihindari jika kita semua jalankan dengan konsisten. Saya bertanggung jawab. Jadi ketika kejadian (banjir) kemarin, saya tahu, ini tanggung jawab saya," ujarnya.
Selain memaksimalkan pompa, solusi Anies yang lain adalah memastikan saluran dan tali air lancar dan tidak ada hambatan, baik sampah maupun karena imbas proyek pembangunan.
Sementara itu, Wakil Gubernur DKI Jakarta Sandiaga Uno punya solusi lain. Sandi akan mempersiapkan sumur resapan untuk mengantisipasi banjir yang sifatnya jangka panjang.
"Jadi, harus ada sumur-sumur yang besar sekali, sekitar 30 sentimeter diameternya," tutur Sandi.
Ia menambahkan, pihaknya akan menggandeng dunia usaha dan bekerja sama dengan akademikus untuk menuntaskan banjir. Mengenai konsep sumur resapan sendiri, Sandi ingin air hujan bisa disimpan di bawah tanah.
"Kita punya aquifer, aquaduc, tempat penyimpanan di bawah tanah itu. Yang diciptakan oleh Allah SWT itu, hujan itu, malah jadi berkah," ujar Sandi, yang mengaku akan menjadikan kawasan Cipete sebagai daerah percobaan.
Terpisah, Kepala Dinas Sumber Daya Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan mengatakan, pihaknya memastikan 145 rumah pompa, 152 pompa stasioner, dan 150 pompa siap digunakan.
Meski telah memasuki musim hujan, kata Teguh, pengerukan sungai tetap berlanjut. "Pengerukan kali dan maksimalkan alat berat terus diitensifkan," kata dia saat dihubungi di Jakarta.
Sementara, Kepala Suku Dinas SDA Jakarta Selatan Holi Susanto menyatakan, saat ini pihaknya fokus memastikan saluran air lancar tanpa hambatan. "Memastikan tiap saluran air lancar, satgas-satgas siaga," ucapnya.
Selain itu, empat kali di Jakarta Selatan juga terus dikeruk dengan memasukkan alat berat. "Pengiriman (alat berat) ekskavator di Krukut, Kali Mampang, Kali Swadarma dan Kali Kebayoran Baru, " kata Holi.
Sedangkan Kepala Dinas Kehutanan, Pertamanan, dan Pemakaman DKI Jakarta Djafar Muchlisin mengatakan, pada musim penghujan pihaknya fokus melakukan penopingan di kawasan Protokol. "Ada 41 tim penopingan, tiap tim terdiri 7-8 orang yang kita sebut pasukan hijau. Mereka fokus menoping," ujarnya.
Advertisement
Ujian untuk Anies-Sandi
Meski sejak zaman dulu Jakarta sudah banjir, menurut Pengamat Tata Kota Universitas Trisakti, Yayat Supriatna, penyelesaian masalah tersebut merupakan salah satu ujian bagi kepemimpinan Anies Baswedan dan Sandiaga Uno.
Yang menjadi tantangan adalah, seberapa cepat keduanya tanggap terhadap banjir.
"Genangannya itu pasti ada, tapi bagaimana harus cepat diatasi. Jakarta harusnya kan genangan tinggal kenangan. Genangan itu kan mungkin terjadi di lebih banyak tempat, nah itu harus dilihat, disikapi, dan harus disiasati," kata Yayat saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menilai, ada beberapa kemungkinan penyebab banjir kembali melanda Jakarta. Seperti drainase yang tidak maksimal, penyumbatan, atau pompa yang tidak berfungsi.
"Juga harus benar dilihat apakah sumber genangan-genangan itu apakah dari pekerjaan kontruksi LRT, MRT, atau pembangunan trotoar. Tapi kan seharusnya sudah ada antisipasi, minimal pompa-pompa di underpass-underpass itu siaga. Jalan MH Thamrin dan Kuningan menjadi begitu parah, apakah itu disebabkan benar karena ada pekerjaan jalan, karena air kemarin kan sangat keruh berlumpur," ujar Yayat.
Terkait apa yang harus dilakukan Anies-Sandi dalam mengatasi banjir dalam jangka pendek, ia menilai, keduanya perlu mempelajari perubahan-perubahan cuaca sambil menyelesaikan masalah genangan yang terjadi.
"Sebenarnya curah hujan ini setiap tahun sama di setiap kota, tapi yang paling penting adalah bisa maksimal kapasitas sistemnya untuk menanggulangi (banjir) khususnya di titik-titik rawan. Itulah yang harusnya menjadi catatan dilakukan tindakan-tindakan preventif," ucap Yayat.
Fokus terhadap wilayah-wilayah yang paling rawan banjir, sambung dia, merupakan tugas utama jajaran Pemprov DKI untuk mencegah banjir. "Ke depan itu jangan sampai ada bencana lalu muncul alasan-alasan klise. Justru semua sistem harus siap 24 jam, petugas siap bergantian semua," Yayat memungkas.