HEADLINE: Kasus Pedofilia Kian Marak, Saatnya Pelaku Dikebiri?

Sejumlah kasus pedofilia terkuak. Paling dahsyat dilakukan seorang guru honorer, 41 anak jadi korban.

oleh Luqman RimadiPramita TristiawatiDelvira Hutabarat diperbarui 06 Jan 2018, 00:05 WIB
Diterbitkan 06 Jan 2018, 00:05 WIB
Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi korban pelecehan seksual pada anak. Sumber: Istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Hanya dalam hitungan hari, sejumlah kasus pedofilia kelas berat terungkap ke publik. Yang terparah dilakukan WS, alias Babeh yang menyodomi 41 anak di Tangerang, Banten. 

Dengan dalih punya ajian semar mesem dan kesaktian menyembuhkan orang sakit, pria yang berprofesi jadi guru honorer sekolah dasar (SD) itu menjerat korbannya. Para bocah polos dipancing ke sebuah gubuk kecil, dijadikan objek nafsu bejatnya.

Ada lagi kasus pedofilia yang menjerat seorang warga negara Jepang. Tersangka Ando Akira disodori anak-anak jalanan oleh muncikari yang masih buron. Kini WNA itu ditahan di Polres Jakarta Selatan. 

Dan ternyata, bukan hanya pria yang bisa jadi predator seksual. Video mesum perempuan dewasa dan seorang bocah seumuran SD yang viral, jadi buktinya. 

Rentetan kasus pedofilia bikin para orangtua ketar-ketir, khawatir bukan kepalang soal keselamatan anak-anak mereka. 

Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Arist Merdeka Sirait pun ikut geram. Ia mendesak penegak hukum untuk menjadikan kejahatan seksual terhadap anak sebagai kejahatan pidana luar biasa (extravordinary crime). Pelakunya pantas dihukum berat. 

Arist meminta, semua predator seksual dituntut dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.

Di dalamnya terdapat hukuman yang bisa bikin jeri para penjahat seksual: seumur hidup, mati, juga kebiri.  "Itu termasuk kejahatan pidana luar biasa," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Pria yang lahir di Pematang Siantar itu berpendapat, tuntutan hukuman mati atau kebiri bagi penjahat seksual akan menimbulkan efek jera. Pemidanaan berat, kata Arist, juga penting untuk memutus mata rantai kekerasan seksual terhadap anak di Indonesia.

"Ini demi anak-anak Indonesia. Jangan sampai kasus-kasus seperti ini terus terjadi," kata dia.

Sejauh ini, menurut Arist Merdeka Sirait, belum ada predator seksual atau pedofil yang dikebiri, meski aturan hukum sudah tersedia.

Radar Anti-Pedofil

Ilustrasi Pelecehan Seksual Anak
Ilustrasi korban pelecehan seksual pada anak. Sumber: Istimewa

Direktur Rehabilitasi Sosial Anak Kementerian Sosial, Nahar sepakat, hukuman kebiri dapat efektif membuat jera para pelaku pedofilia di Indonesia. Namun, ia mengingatkan, sanksi itu membutuhkan proses panjang.

"Hukuman itu bisa diberlakukan setelah pidana pokok. Prosesnya panjang," ucap Nahar saat dihubungi Liputan6.com, Jumat (5/1/2018).

Ia menambahkan, pelaku pedofilia terhadap 41 anak di Tangerang bisa berpotensi mendapat hukuman kebiri bahkan mati. Apalagi, tersangka Babeh melakukannya berkali-kali.

"Bakal ada (kebiri) kalau dia melakukan berulang kali. Ini contoh kasus di Kabupaten Tangerang, ini residivis dengan modus sama. Hakim bisa memaksimalkan hukumnya," ujar dia.

Untuk mencegah anak menjadi incaran predator seksual, Nahar menambahkan, peran keluarga dan lingkungan terdekat sangat penting.

Upaya preventif kasus pedofil telah dilakukan pengurus RT 03, RW 08, Kelurahan Sukabumi Utara, Kecamatan Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Warga membentuk Tim Radar Antipedofil.

Tim tersebut terdiri dari 14 warga. "Lingkungan kami mengkhawatirkan karena banyak kontrakan, padat sekali. Ada lebih dari 2 ribu anak di wilayah kami," kata Ketua RT 03, Muhammad, yang menjadi salah satu inisiator gerakan tersebut.

Tim bertugas berkeliling, untuk menyadarkan warga bahwa para predator seksual mengintai anak-anak. Mereka juga mengadvokasi anak yang jadi korban kejahatan seksual. 

Tim mendapat dukungan dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) yang dipimpin oleh Seto Mulyadi, atau yang akrab dipanggil Kak Seto.

Kak Seto mengatakan, munculnya gerakan warga menandakan bahwa masyarakat saat ini telah sadar bahaya kejahatan seksual yang mengintai setiap saat.

"Ini bukti positif bahwa kita sesungguhnya kian tangguh menghadapi kejahatan seksual terhadap anak. Jika ada kejadian masyarakat melaporkan, media memberitakan, polisi melakukan penindakan," tutur dia. 

Kak Seto juga menambahkan, kerugian yang diderita anak korban pedofilia tidak dapat diukur dengan materi. Pasalnya, anak akan mengalami trauma yang berkepanjangan. 

Namun, ia menambahkan, sebuah studi di Amerika Serikat, menemukan bahwa kerugian per anak sedikitnya adalah US$ 180 ribu atau Rp 2,56 miliar. 

"Silakan kalikan dengan jumlah anak yang menjadi korban dari kejahatan pedofil," tambah Kak Seto. Itu belum termasuk trauma yang diderita seumur hidup. 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini: 

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya