Polda Sulsel Jawab Keluhan Orangtua soal Pungutan Siswa SPN

Polisi menduga persoalan ini terjadi lantaran ada kekeliruan komunikasi antara siswa dan orangtuanya.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 31 Jan 2018, 10:56 WIB
Diterbitkan 31 Jan 2018, 10:56 WIB
20161104-Apel-Polisi-YR6
Ratusan personel Brimob disiagakan untuk pengamanan demonstrasi di Balai Kota, Jakarta, Jumat (4/11). Sejak pukul 07.00 WIB terlihat personel kepolisian yang sudah melakukan apel untuk pengamanan unjuk rasa 4 November. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Liputan6.com, Jakarta - Kepolisian menanggapi surat terbuka salah satu orangtua siswa Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua, Polda Sulawesi Selatan, yang mengeluhkan sering mendapat tagihan tak terduga.

Kabid Humas Polda Sulsel Kombes Dicky Sondani memastikan, pungutan tersebut bukan dari SPN Batua sebagai lembaga pendidikan kepolisian. Tagihan tersebut berasal dari iuran organisasi intra di sekolah tersebut.

"Jadi di organisasi mereka ini seperti kita mahasiswa ada senat, dan lain-lain. Kalau mau lulus mereka kan kadang-kadang ingin suatu kenang-kenangan, ingin baju seragam olahraga, buku memori, foto-foto," ujar Dicky saat dikonfirmasi Liputan6.com, Jakarta, Rabu (31/1/2018).

Kegiatan tersebut sudah menjadi tradisi di kalangan siswa Sekolah Kepolisian Negara. Dicky membandingan dengan kegiatan kampus yang di luar tanggungan universitas.

Sementara, kebutuhan di luar pendidikan tidak ter-cover oleh anggaran negara. SPN mempercayakan hal ini kepada pengurus organisasi intra untuk mengurus sendiri kegiatan mereka.

"Tetapi di luar itu, negara tidak tanggung. Artinya silakan itu adalah hak mereka sendiri," kata dia.

Polisi menduga persoalan ini terjadi lantaran ada kekeliruan komunikasi antara siswa dan orangtua. Siswa tidak menjelaskan peruntukan kuitansi tagihan yang disodorkan kepada orangtuanya. Karena itulah, orangtua yang tidak tahu akan berpandangan lain.

"Tapi ini udah clear, masalah udah selesai. Ini juga evaluasi buat kami ya, masukan yang bagus bagi kami. Artinya pembina jangan lepas tangan dalam hal ini," ucap Dicky.

Ke depan, polisi akan mengontrol kegiatan para siswa di luar pendidikan. SPN juga akan membatasi kegiatan dan besaran iuran di luar pendidikan.

"Nanti ke depannya kita akan batasi. Jangan terlalu banyak urunan, karena kemampuan orangtua kan enggak mungkin sama. Enggak apa-apa kok, ini bukan kasus yang apa gitu, masalah komunikasi saja," Dicky mengakhiri.

Surat Terbuka

Persiapan Pengamanan Lebaran, Polisi Gelar Apel Ramadniya 2017
Polisi berkuda meninggalkan lokasi usai mengikuti apel pasukan operasi Ramadniya 2017 di lapangan silang Monas, Jakarta, Senin (19/6). Ada sekitar 1896 personel mengikuti apel tersebut. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Berikut surat terbuka salah satu orangtua siswa SPN Batua Polda Sulsel yang beredar:

Assalamu alaikum.

Kepada YTH Kapolda SulselIrjen Pol Umar Septonodi – Makassar

Bismillahi rahmani rahim.

Perkenalkan saya salah satu dari 601 orangtua siswa pendidikan pembentukan (Diktuk) Bintara Polri Tugas Umum (Gasum) Tahun Anggaran 2017 Angkatan XLII Sekolah Polisi Negara (SPN) Batua Polda Sulsel.

Demi kelanjutan dan keselamatan anak saya, sengaja saya tak menyebutkan nama dan alamat jelas.

Kapolda saya anggap mafhum alasannya.

Sebagai guru sekolah negeri di Makassar, kabar lulusnya anak tertua saya setelah lebaran Idul Fitri 2017 lalu adalah kabar membanggakan.

Apalagi anak saya lulus tanpa dipungut bayaran, seperti isu dan bisik-bisik selama ini. Alhamdulillah.

Sejak masuk pendidikan awal September 2017, saya dan keluarga mendapat banyak SMS dan ucapan selamat dari keluarga di kampung. Lebaran Idul Adha lalu, banyak keluarga, tetangga dan teman yang memuji dan bertanya bagaimana caranya lulus sekolah polisi.

Setahu saya, biaya sekolah polisi dibiayai negara.

Bahkan, anak saya bilang, bulan ini dia sudah mulai dapat gaji Rp 500 ribu sebulan.

Alhamdulillah. Bisa dibayangkan bangganya kami.

Namun, setelah pendidikan basis 3 bulan, Oktober 2017 lalu.

Kebanggaan itu berubah kaget.

Anak saya dapat kwitansi pembayaran dari SPN sebesar Rp2 juta lebih.

Awalnya kami anggap itu biasa.

Namun setelah anak saya ada Izin Bermalam Luar (IBL) Oktober 2017 lalu, rasanya setiap pekan ada saja permintaan pembayaran.

Seharusnya setiap akhir pekan, kami senang bisa ketemu anak di rumah.

Tapi ini justru khawatir dan takut, anak saya pulang membawa kwitansi pembayaran.

Kami kira, kalau masuk sudah tidak ada lagi pembayaran, ini hampir tiap dua minggu ada kwitansi, ada susu beruang, jaket, ini terakhir ada kabar lagi akan ada pembayara CD dokumentasi Rp 1,7 juta.

Saya terpaksa menjual motor anak untuk menutupi biaya itu.

Kalung dan cincin perkawinan istri saya sudah masuk di pegadaian untuk menutupi biaya ini.

Saya dan keluarga ingin ada anak yang jadi polisi. Tapi kalau harus menjual lagi motor yang saya pakai mengajar, saya sepertinya merasa sangat tersiksa.

Menurut cerita anak saya dan temannya yang pernah ke rumah bermalam, pungutan biaya itu diberitahu setelah upacara atau apel.

Kalau pengumuman resmi pakai micropon dan didengar semua, tapi kalau pengumuman pungutan tidak pakai micropon.

Staf SPN datang dan beritahu tiap regu.

Kabar yang saya dapat dari anak, katanya, kakak-kakak angkatannya yang sebelumnya, menjelang akhir pendidikan, Maret 2018, kwintansi akan banyak lagi.

Melalui surat ini saya ingin bertanya ke Kapolda betulkah memang kami harus membayar pungutan sebanyak itu.

Bantulah kami Pak Kapolda.

Jangan biarkan kami tidak percaya kepada Polri.

Tolong jika memang ada pembayaran seperti ini bisa disampaikan resmi dan sejak awal masa pendidikan agar kami bisa menyiapkan dan pertimbangkan lebih matang.

Terima kasih.

Wassalamu alaikum.

Makassar, 16 Januari 2018

Saya orangtua siswa

Sekolah Bintara SPN Batua,

Makassar.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya