Prediksi Pakar: Banyak Negara Bakal Terbitkan Obligasi Berbasis Bitcoin

Saat negara mulai menambahkan Bitcoin ke neracanya, langkah logis berikutnya adalah memanfaatkan aset tersebut untuk menerbitkan obligasi.

oleh Gagas Yoga Pratomo diperbarui 07 Feb 2025, 10:00 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2025, 10:00 WIB
Prediksi Pakar: Banyak Negara Bakal Terbitkan Obligasi Berbasis Bitcoin
CEO Off the Chain Capital, Brian Dixon memprediksi perkembangan besar berikutnya dalam dunia kripto adalah penerbitan obligasi yang didukung Bitcoin oleh negara-negara berdaulat.(Foto By AI)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - CEO Off the Chain Capital, Brian Dixon memprediksi perkembangan besar berikutnya dalam dunia kripto adalah penerbitan obligasi yang didukung Bitcoin oleh negara-negara berdaulat.

Dalam sebuah diskusi di Roundtable with Rob Nelson, Dixon menegaskan ketika negara mulai menambahkan Bitcoin ke neraca mereka, langkah logis berikutnya adalah memanfaatkan aset tersebut untuk menerbitkan obligasi. 

"Begitu negara berdaulat mulai memperoleh Bitcoin untuk neraca mereka, salah satu langkah paling logis berikutnya adalah membuat obligasi yang didukung Bitcoin,” kata Dixon, dikutip dari Yahoo Finance, Jumat (7/2/2025).

Menurut dia, ini akan menjadi inovasi finansial yang mengubah cara pemerintah mengelola pendanaan publik.

Stablecoin dan Tokenisasi Semakin Berkembang

Sementara itu, Alex Chizhik, Chief Commercial Officer di HarrisX, menyoroti stablecoin dan tokenisasi instrumen keuangan sebagai tren yang akan berkembang pesat setelah Bitcoin. 

Ia berpendapat stablecoin membantu menyebarkan dolar AS secara global, sementara tokenisasi memungkinkan transaksi 24/7 dan meningkatkan efisiensi perputaran uang.

Chizhik juga menyebut regulasi yang jelas akan semakin mempercepat adopsi teknologi ini, dengan stablecoin seperti Tether dan USDC memainkan peran utama dalam sistem keuangan global.

Tren Tokenisasi Aset Dunia Nyata

Di sisi lain, Kelly Kellam, Direktur di Bitlab Academy, percaya tokenisasi aset dunia nyata (RWA) akan menjadi tren paling transformatif. Ia menyebut berbagai aset seperti real estat dan seni rupa bisa diubah menjadi bentuk digital berbasis blockchain, menjembatani dunia keuangan tradisional dengan teknologi modern.

Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual Kripto. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.

Harga Bitcoin Kembali Terkoreksi

Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)
Ilustrasi aset kripto Bitcoin. (Foto By AI)... Selengkapnya

Sebelumnya, harga Bitcoin kembali turun di bawah USD 100.000 dipicu oleh kekhawatiran akan perang dagang global setelah Tiongkok mengumumkan tarif baru hingga 15 persen untuk impor AS tertentu, yang akan berlaku mulai 10 Februari. 

Dilansir dari Yahoo Finance, Kamis (6/2/2025), langkah ini merupakan respons terhadap perintah eksekutif yang dikeluarkan oleh Presiden AS pada 1 Februari yang mengenakan tarif pada barang-barang dari Tiongkok, Kanada, dan Meksiko.

Para analis memperingatkan peningkatan ketegangan perdagangan antara AS dan China dapat menyebabkan koreksi harga Bitcoin di bawah USD 90.000. 

Kenaikan Tarif Memicu Volatilitas

Ryan Lee, kepala analis di Bitget Research, menyatakan kenaikan tarif dapat memicu volatilitas yang lebih besar untuk Bitcoin dan aset berisiko lainnya. Meskipun ia melihat potensi Bitcoin sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan devaluasi mata uang, ia juga mengakui risiko aksi jual yang dapat mendorong harga Bitcoin lebih rendah.

James Wo, pendiri dan CEO DFG, sependapat ekonomi besar yang terlibat dalam perang dagang sering kali mengalami penurunan pasar yang signifikan. 

Ia menyoroti perang dagang yang berkepanjangan dapat menyebabkan devaluasi dolar AS dan inflasi, yang pada akhirnya dapat meningkatkan permintaan global untuk aset alternatif seperti Bitcoin.

Perusahaan Teknologi Pendidikan Genius Group Beli Bitcoin Rp 686,4 Miliar

Ilustrasi bitcoin (Foto: Unsplash/Aleksi Raisa)
Ilustrasi bitcoin (Foto: Unsplash/Aleksi Raisa)... Selengkapnya

Sebelumnya, perusahaan teknologi pendidikan, Genius Group Limited mengumumkan peningkatan kepemilikan Bitcoin menjadi 440 BTC, menginvestasikan total USD 42 juta (Rp 686,4 miliar) dengan harga rata-rata USD 95.519 per Bitcoin.

Genius Group kini memiliki kapitalisasi pasar sebesar USD 33,1 juta (Rp 541 miliar) dan harga saham senilai USD 0,48.

Mengutip Bitcoin.com, Rabu (5/2/2025) rasio kepemilikan BTC/harga Genius Group berada pada angka 139%, yang berarti perusahaan tersebut kini memegang nilai bitcoin lebih besar daripada kapitalisasi pasarnya.

Rasio ini menyoroti pendekatan perusahaan yang mengutamakan Bitcoin, memposisikan BTC sebagai aset inti dalam strategi keuangannya.

Pembelian baru-baru ini sekaligus menyusul akuisisi sebelumnya senilai USD 5 juta (Rp 81,7 miliar) dalam Bitcoin pada 10 Januari 2025, karena perusahaan terus berupaya keras untuk mencapai target kepemilikan Bitcoin sebesar USD 20 juta (Rp 326,9 miliar).

Genius Group, yang melayani 5,4 juta pengguna di lebih dari 100 negara, terus mengintegrasikan solusi pendidikan bertenaga AI dengan manajemen perbendaharaan yang berpusat pada Bitcoin.

Model perusahaan yang memadukan pelatihan berbasis AI dengan inovasi keuangan sejalan dengan tren perusahaan yang semakin berkembang dalam mengadopsi Bitcoin sebagai aset perbendaharaan.

Sementara itu, perusahaan intelijen bisnis yang dikenal sebagai salah satu pemegang Bitcoin terbesar di dunia, MicroStrategy melakukan penghentian sementara pembelian Bitcoin setelah periode akumulasi selama 12 minggu berturut-turut.

Hingga saat ini, perusahaan tersebut memiliki hampir 500.000 Bitcoin dalam portofolionya. Penghentian pembelian Bitcoin ini menandai akhir dari periode akumulasi selama 12 minggu berturut-turut.

 

Alasan Microstrategy Hentikan Sementara Pembelian Bitcoin

Ilustrasi bitcoin (Foto: Kanchanara/Unsplash)
Ilustrasi bitcoin (Foto: Kanchanara/Unsplash)... Selengkapnya

Melansir Yahoo Finance, meskipun perusahaan tidak secara spesifik mengungkapkan alasan di balik penghentian sementara ini, beberapa analis berspekulasi bahwa langkah tersebut mungkin terkait dengan volatilitas pasar kripto baru-baru ini atau pertimbangan internal perusahaan terkait manajemen risiko dan diversifikasi aset.

Pengumuman ini berpotensi mempengaruhi sentimen pasar kripto, mengingat peran signifikan MicroStrategy dalam adopsi institusional Bitcoin. Reaksi investor terhadap berita ini akan menjadi indikator penting mengenai persepsi pasar terhadap strategi akumulasi Bitcoin oleh perusahaan.

Meskipun penghentian sementara ini, MicroStrategy tetap menjadi salah satu pendukung utama Bitcoin di kalangan perusahaan publik. Keputusan masa depan perusahaan terkait akuisisi Bitcoin akan diawasi dengan ketat oleh investor dan pelaku pasar kripto, mengingat dampaknya yang potensial pada dinamika pasar yang lebih luas.

Sejak 2020, di bawah kepemimpinan CEO Michael Saylor, MicroStrategy telah secara agresif mengakuisisi Bitcoin sebagai bagian dari strategi perbendaharaan perusahaan. Langkah ini didorong oleh keyakinan Bitcoin berfungsi sebagai lindung nilai terhadap inflasi dan memiliki potensi apresiasi nilai yang signifikan dalam jangka panjang. Strategi ini juga mencerminkan pandangan perusahaan terhadap mata uang kripto sebagai aset cadangan utama dibandingkan dengan mata uang fiat tradisional.

 

INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)
INFOGRAFIS: 10 Mata Uang Kripto dengan Valuasi Terbesar (Liputan6.com / Abdillah)... Selengkapnya
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya