Menyesal Terima Suap, Mantan Pejabat Bakamla Menangis di Sidang

Nofel, mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, mengaku menyesal terpaksa menerima uang suap atas perintah atasannya.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 07 Feb 2018, 16:19 WIB
Diterbitkan 07 Feb 2018, 16:19 WIB
Dugaan Suap Bakamla, Nofel Hasan Jalani Sidang Dakwaan
Tersangka dugaan suap pengadaan monitor satelit Bakamla, Nofel Hasan saat mengikuti sidang perdana di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/1). Dalam kasus tersebut, Nofel diduga menerima suap sebesar SGD 104.500. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Terdakwa kasus suap pengadaan satelit monitor di Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan menangis dalam ruang sidang. Nofel yang merupakan mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla mengaku menyesal terpaksa menerima uang suap atas perintah atasannya.

"Saya mengaku dan menyesali telah terima uang atas perintah Eko Susilo. Meski sempat saya tolak, saya takut dimarahi pimpinan," ujar Nofel di hadapan Majelis Hakim Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (7/2/2018).

Saat mengatakan hal tersebut, Nofel yang diperiksa sebagai terdakwa terisak. Nofel menangis karena teringat keluarganya.

"Sekarang keluarga saya kerja serabutan. Jual kue pun dilakukan untuk mendapat uang," kata Nofel.

Sebelumnya, Nofel Hasan didakwa telah menerima SGD 104.500 atau sekitar Rp 1,045 miliar terkait kasus pengadaan satelit monitoring di Bakamla. Uang tersebut diterima Nofel dari Fahmi Darmawansyah.

Penerimaan terhadap Nofel juga berbarengan dengan penerimaan terhadap Eko Susilo Hadi dan Bambang Udoyo. Nofel juga disebut telah menyusun dan mengajukan anggaran pengadaan satelit monitoring Bakamla pada APBNP 2016. Juga mempersiapkan dan mengusahakan pembukaan tanda bintang pada anggaran pengadaan drone.

Perintah Kabakamla

20171116-ilustrasi-jakarta-korupsi
Ilustrasi Korupsi. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Mantan Sekretaris Utama Bakamla (Badan Keamanan Laut) Eko Susilo Hadi mengaku ada penerimaan suap atas perintah Kepala Bakamla, Laksamana Madya Arie Soedewo. Hal itu ia ungkap dalam sidang kasus suap proyek pengadaan alat satelit monitoring Bakamla di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Rabu (17/1/2018).

"Waktu akhir Oktober 2016 saya dipanggil sama komandan saya. Di situ intinya ada pembagian untuk Bakamla 7,5 persen. Tapi mau dikasih dulu 2 persen. Terus saya diminta ngecek ketemu vendor," kata Eko dalam sidang.

Ia dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla, Nofel Hasan. Eko menuturkan, saat itu perusahaan pemenang lelang proyek pengadaan adalah PT Melati Technofo Indonesia (MTI) milik Fahmi Dharmawansyah.

Dia pun menemui Adami Okta dari MTI. Kepada Okta, Eko mengkonfirmasi soal perintah Arie, yakni terkait fee yang akan diterima. Nilainya sebesar Rp 4 miliar atau dua persen dari total keseluruhan feeyang sebesar 7,5 persen.

"Adami jawab ya benar nanti ada 2 persen dulu. Terus saya laporkan itu ke Pak Arie. Kemudian dia perintahkan saya terima," ujar Eko.

Selanjutnya, Eko membagi-bagi uang suap Rp 4 miliar itu. Ia mendapat Rp 1 miliar. Begitu pula dengan Direktur Data dan Informasi Bakamla Laksamana Pertama Bambang Udoyo.

Selain Bambang, terdakwa Novel Hasan juga dapat bagian nominal yang sama. Dengan begitu keempatnya mendapat bagian Rp 1 miliar, termasuk Arie.

"Waktu saya ketemu Bambang, saya juga sampaikan apa amanah Pak Arie nanti ada bagian Rp 1 miliar. Dan ke Pak Novel juga saya sampaikan apa yang telah disampaikan Pak Bakamla. Mereka berdua juga bilang sudah dikasih tahu Pak Arie," ujar dia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya