WN Prancis Mengaku Diperas Saat Urus Cerai di PN Jakarta Utara

Korban bersepakat untuk pura-pura menyanggupi permintaan pegawai pengadilan tersebut.

oleh Merdeka.com diperbarui 19 Mar 2018, 16:15 WIB
Diterbitkan 19 Mar 2018, 16:15 WIB
20171116-ilustrasi-jakarta-korupsi
Ilustrasi Korupsi. (Liputan6.com/Rita Ayuningtyas)

Liputan6.com, Jakarta Oknum panitera pengganti di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, berinisial H, diduga memeras seorang Warga Negara Prancis yang tengah mendaftarkan gugatan cerai. Oknum tersebut meminta sejumlah uang untuk membantu sidang yang mandek. Uang dimaksudkan untuk memudahkan pemanggilan tergugat.

Oknum tersebut meminta uang tiga kali, tetapi hanya dikabulkan sekali dengan besaran Rp 1 juta. Terakhir, pihak WNA berpura-pura akan menyiapkan uang sebesar Rp 10 juta.

"Kami diminta uang oleh panitera pengganti, kemudian sudahlah kita anggap sebagai transport. Kami berikan, rupanya minta kembali," ungkap pengacara penggugat, Abdul Hamim Jauzi di Omsbudman, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (19/3).

Berikutnya, korban bersepakat untuk pura-pura menyanggupi permintaan pegawai pengadilan tersebut.

"Kami sepakat akan pura-pura memberikan, kami menyanggupi 10 juta," ujar Abdul.

Maka dari itu, Abdul dan rekannya, Jefry Khasogi, mengadukan hal ini ke Omsbudman. Sebab, dia menduga akan berpotensi penundaan terus-menerus karena tidak dibayarkan fee untuk melancarkan sidang.

Dia mengatakan, sidang ini sudah berjalan lima kali sejak didaftarkan 6 Januari 2018 lalu, tapi belum masuk pokok perkara karena penundaan empat kali.

Adapun alasan ditunda karena pihak tergugat, tidak kunjung hadir di pengadilan dengan dalih surat pemanggilan tidak diterima.

"Ini pasti akan dihambat kayak di PN Tangerang. Ini belum masuk pokok perkara kami lebih baik laporkan ke Omsbudman," kata dia.

 

Jebak Oknum Panitera

Sebelum ke Omsbudman Abdul secara informal berkomunikasi dengan salah seorang staf Badan Pengawas MA. Abdul meminta anggota Bawas tersebut untuk menyamar untuk menjebak oknum panitera namun ditolak dan disarankan untuk membuat laporan formal. Namun, Abdul mengakui bukti rekamannya tidak begitu jelas untuk laporan.

"Saya laporan bisa, bukti awal rekaman yang sudah saya sampaikan tidak begitu jelas," kata dia.

Selain itu, Abdul juga berupaya untuk memberitahu Ketua MA Muhammad Hatta Ali. Namun, pesan singkatnya pada 16 Maret lalu tak kunjung dibalas.

"Kami juga secara informal berWA dengan pak Hatta Ali, namun tak ada tanggapan," ucapnya.

 

Reporter: Ahda Bayhaqi

Sumber: Merdeka.com

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya