Komisi III Pertanyakan Kasus Penyerangan Gereja Lidwina Dianggap Tindakan Terorisme

Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafe’i berpendapat Kapolda DIY terlalu cepat menyimpulkan kasus penyerangan Gereja Lidwina sebagai kasus tindak pidana terorisme.

oleh Gilar Ramdhani diperbarui 03 Apr 2018, 12:43 WIB
Diterbitkan 03 Apr 2018, 12:43 WIB
Komisi III Pertanyakan Kasus Penyerangan Gereja Lidwina Dianggap Tindakan Terorisme
Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafe’i berpendapat Kapolda DIY terlalu cepat menyimpulkan kasus penyerangan Gereja Lidwina sebagai kasus tindak pidana terorisme.

Liputan6.com, Jakarta Anggota Komisi III DPR RI Muhammad Syafe’i mengapresiasi kinerja Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dalam menangani kasus terorisme dan intoleransi umat beragama. Namun, ia mempertanyakan mengapa kasus penyerangan di Gereja Santa Lidwina Bedog Trihanggo Gamping di Sleman, atas tersangka Suliono, langsung ditetapkan sebagai kasus tindak pidana terorisme.

Hal tersebut menurutnya sangat berlebihan, karena dari paparan Kapolda pelaku hanya sendiri dan tidak memiliki jaringan bahkan senjata yang digunakan baru saja dibeli sehari sebelum pelaku melakukan penyerangan dan tidak ada rentetan peristiwa, apakah ini ancaman atau lain sebagainya. 

“Saya bertanya kepada Pak Kapolda mengapa terlalu cepat menyimpulkan kasus penyerangan ini sebagai kasus tindak pidana terorisme, yang menyebabkan kondisi akan berdampak rawan,” papar politisi  yang akrab disapa Romo ini saat  pertemuan Tim Komisi III dengan Kapolda DIY, di Yogyakarta, Senin (02/4/2018)

Politisi Gerindra ini meminta ke depanya harus ada definisi yang jelas apa sebenarnya yang disebut terorisme. Hal ini agar gangan sampai persoalan yang tidak terlalu besar menjadi sangat krusial.

Menanggapi pernyataan tersebut, Kapolda Daerah Istimewa Yogjakarta Brigjen Pol Ahmad Dofiri menjelaskan bahwa pihak kepolisian tidak semerta-merta dalam melakukan penetapan namun terlebih dahulu mempelajari duduk persoalannya, 

“Kita bekerja secara fakta, mengapa kita sebut ini kasus terorisme karena kita ambil arti dari kamus besar berbahasa Indonesia, dimana dalam pengertiannya tindakan penyerangan ini adalah tindakan kekerasan yang menimbulkan ketakutan yang sangat meluas,” jelasnya. 

Ditambahkannya,  saat berbicara mengenai kasus penyerangan ini hanya sebatas penganiyayan, banyak mendapat komentar di media sosial. "Ribuan orang membully atas pernyataan yang disampaikan," imbuhnya. 

Hal yang berbeda diungkapkan Anggota Komisi III DPR RI Risa Mariska terkait dengan kasus penyerangan di Gereja Ledwina ini. Menurutnya jika dilihat dari kronologis beritanya kemudian apa yang ditimbulkan dari peristiwa itu maka perbuatan itu bisa dikategorikan teror.

“Perbuatan teror itu jelas menimbulkan rasa takut yang berdampak luas kepada masyarakat yang secara tidak langsung akan merasa tidak aman,” ungkapnya. 

Lanjut Risa perbuatan teror ini bisa dikategorikan terorisme sebagaimana sudah diterapkan oleh Undang-Undang Terorisme. Kita tidak bisa keluar dari Undang-Undang Terorisme ini. 

Jika Kepolisian menyatakan  penyerangan ini bukan tindakan terorisme, sambung Riska, di luar sana tentunya masyarakat akan mempertanyakan mengapa perbuatan penyerangan tersebut bukan tindakan terorisme dan akan ditanyakan kembali kepada pihak Kepolisian.

“Masyarakat akan bertanya apakah Kepolisian paham atau tidak pengertian dari terorisme," ujar politisi PDI-P. 

Diketahui penyerangan Gereja Santa Lidwina Bedog Trihanggo Gamping di Sleman, dengan tersangka Suliono, terjadi Selasa 13 Februari 2018 lalu, pelaku melakukan aksi biadab dengan melakukan pembacokan pada umat dan romo saat sedang berlangsung misa Minggu pagi di Gereja Santa Lidwina Bedog. Empat orang terluka masih menjalani perawatan intensif hingga saat ini.

 

(*)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya