Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah diminta menjadikan hari buruh atau May Day sebagai momentum perbaikan nasib para pekerja. Aspirasi yang selama ini disampaikan diharapkan dapat dipenuhi.
Walaupun tentu tidak semua aspirasi dapat diwujudkan sekaligus, setidaknya ada upaya perbaikan yang jelas dari tahun lalu.
“Para buruh dan pekerja kita kan selalu menyuarakan aspirasinya saat May Day. Tetapi coba dilihat, berapa yang bisa diwujudkan pemerintah? Kalau tidak ada yang berubah sama sekali, berarti aspirasi itu tidak pernah didengar,” kata Wakil Ketua Komisi IX DPR, FPAN Saleh Partaonan Daulay, Jakarta, Senin (30/4/2018).
Advertisement
Aspirasi para buruh dan pekerja sangat banyak dan kompleks, seiring dengan persoalan kehidupan yang mereka hadapi. Persoalan itu mulai dari upah minimum, pembatasan jam kerja, lembur, jaminan sosial dan lain-lain. Semua itu mustahil bisa terwujud tanpa campur tangan pemerintah.
“Naiknya kesejahteraan buruh pasti melibatkan pemerintah, pekerja, dan pengusaha. Pemerintah diharapkan dapat berpihak pada buruh selama tidak mendatangkan kerugian besar bagi pengusaha,” kata dia.
Selain itu, hari buruh juga sebaiknya dijadikan momentum refleksi tentang keberadaan tenaga kerja asing di Indonesia. Sebab, keberadaan mereka sudah mendatangkan perdebatan dan silang sengketa.
Isu TKA
Apalagi, isu ini dikaitkan dengan hilangnya ketersediaan lapangan pekerjaan bagi tenaga kerja lokal.
“Soal TKA, hendaknya tidak berhenti pada klaim pemerintah atau klaim pengeritiknya. Tetapi bisa dilanjutkan pada pengawasan dan pembuktian di lapangan. Itu bisa dilakukan oleh banyak pihak, termasuk masyarakat luas,” kata Saleh.
Saksikan video menarik berikut ini:
Advertisement