Ini Kronologi Korupsi Massal DPRD Kota Malang

Kongkalikong suap pembahasan APBD-P 2015 menyeret 41 anggota DPRD Kota Malang dan Wali Kota Malang jadi tersangka KPK

oleh Zainul Arifin diperbarui 06 Sep 2018, 19:07 WIB
Diterbitkan 06 Sep 2018, 19:07 WIB
Awal Muasal Korupsi Massal DPRD Kota Malang
Aktivis antikorupsi di Kota Malang prihatin korupsi yang melibatkan DPRD Kota Malang dan Wali Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Liputan6.com, Malang - Korupsi massal mengguncang Kota Malang, Jawa Timur. Modusnya, uang pelicin untuk pembahasan APBD Perubahan 2015. Pelakunya, hampir seluruh anggota DPRD Kota Malang periode 2014–2015 dan melibatkan Wali Kota Malang periode 2013–2018 M Anton.

Hal itu dipaparkan dalam surat dakwaan untuk anggota DPRD Kota Malang yang sedang menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Sejauh ini, total 41 anggota dewan, Wali Kota Moch Anton dan seorang pejabat Pemkot Malang sudah meringkuk sebagai tahanan.

“Saya tahu kasus ini. Tapi detilnya, saya sampaikan saat sebagai saksi di persidangan,” kata salah seorang anggota DPRD Kota Malang yang masih tersisa, Subur Triono.

Kasus bermula saat Rapat Paripurna I penyampaian dokumen Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD-P 2015. Disampaikan oleh Wali Kota Malang M Anton di Gedung DPRD Kota Malang pada 25 Juni 2015.

Rapat Paripurna pembahasan KUA-PPAS yang melibatkan eksekutif dan legislatif itu berlanjut pada 6 Juli 2015. Agendanya, penyampaian pendapat Badan Anggaran DPRD Kota Malang dan pendapat fraksi-fraksi.

Sebelum rapat dimulai, Ketua DPRD di ruangannya bersama para pimpinan fraksi bertemu dengan Wali Kota Malang M Anton, Wakil Wali Kota Malang Sutiaji, dan Sekretaris Daerah Cipto Wiyono. Saat itulah anggota dewan meminta uang pokok pikiran (pokir).

Uang pokir itu sebagai imbalan agar pembahasan APBD-P Kota Malang 2015 berjalan lancar. Anton menyanggupinya dan memerintahkan Sekda Cipto Wiyono untuk mencarikan uang pokir. Tahap berikutnya, Cipto memerintahkan pejabat Dinas PUPPB untuk mengumpulkan duit pokir itu.

Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas PUPPB mengumpulkan uang sebesar Rp 700 juta dari para rekanan. Pada 14 Juli 2015, uang pokir itu diserahkan ke Arif Wicaksono, Ketua DPRD Kota Malang di rumah dinasnya. Berikutnya, uang dibagikan kepada seluruh anggota dewan.

Pada 22 Juli 2015, Rapat Paripurna dengan agenda Pendapat Akhir Fraksi DPRD Kota Malang pun menyetujui rancangan APBD Perubahan 2015 yang diajukan Pemkot Malang. Proyek multiyears senilai Rp 98 miliar yang diajukan pemkot pun diloloskan dewan.

Selain suap itu, KPK juga menduga seluruh anggota DPRD Kota Malang menerima gratifikasi lainnya total senilai Rp 5,8 miliar. Serta ‘uang sampah’ sebesar Rp 300 juta yang dibagikan pada semuanya untuk memuluskan proyek di TPA Supit Urang.

Penggeledahan KPK

Awal Muasal Korupsi Massal DPRD Kota Malang
Penyidik KPK saat menggeledah Balai Kota Malang, 9 Agustus 2017 (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Dua tahun berselang, 9 Agustus 2017 siang. Rombongan penyidik KPK tiba di Balai Kota Malang. Mereka menggeledah ruang kerja Wali Kota Malang M Anton dan ruang lainnya. Malamnya, giliran rumah dinas Ketua DPRD Kota Malang Arif Wicaksono diobok–obok penyidik.

Dokumen induk APBD 2019 dan dokumen lainnya disita penyidik dari kantor wali kota. Sedangkan dari rumah dinas Arif Wicaksono, sejumlah dokumen termasuk uang puluhan juta rupiah dan mata uang asing disita.

Sehari kemudian, giliran Gedung DPRD yang berdiri tepat di samping kantor wali kota turut geledah. Penyidik juga turut menggeledah sejumlah perkantoran milik Pemkot Malang. Secara terus menerus, berbagai perkantoran Pemkot Malang ikut digeledah.

KPK saat itu juga menetapkan Arif Wicaksono sebagai tersangka. Arif anggota dewan yang pertama berstatus tersangka. Ia kemudian ditahan komisi antirasuah pada 2 November 2017. Berikutnya, Jarot Edy Sulistiyono, Kepala Dinas PUPPB juga ditahan dengan status tersangka.

Keduanya sudah divonis penjara dalam kasus suap pembahasan APBD-P 2015 itu. Arif Wicaksono divonis 5 tahun penjara, sedangkan Jarot diputus 2 tahun penjara di Pengadilan Tipikor Surabaya.

Gelombang Tersangka

Awal Muasal Korupsi Massal DPRD Kota Malang
Ketua Fraksi DPRD Kota Malang, Suprapto usai diperiksa penyidik KPK pada Oktober, 2017 silam (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Komisi antirasuah terus melanjutkan penyidikan kasus tersebut. Berkali–kali para anggota dewan dan Wali Kota Malang M Anton dipanggil untuk pemeriksaan. Termasuk menggeledah ulang beberapa tempat serta lokasi baru.

Aliran duit suap itu pun menyeret Wali Kota Malang M Anton jadi pesakitan. Ia ditetapkan sebagai tersangka pada 21 Maret 2018. Anton tak sendirian, 18 anggota DPRD Kota Malang turut mendampinginnya berompi oranye pada saat itu.

Ke-18 anggota dewan itu antara lain, Abdul Hakim (PDI-P), Tri Yudiani (PDI-P), Suprapto (PDI-P), Sulik Lestyowati (Demokrat), Imam Fauzi (PKB), Bambang Sumarto (Golkar), Sugiarti (Golkar), Heri Pudji Utami (PPP).

Abd Rochman (PKB), Syaiful Rusdi (PAN), Mohan Katelu (PAN), Sahrawi (PKB), Salamet (Gerindra, Wiwik Hendri Astuti, Sukarno (Golkar), Hery Subiantoro (demokrat), Zainuddin HS (PKB) dan Ya’qud Ananda Gudban (Hanura)

Ya’qud Ananda Gudban saat itu baru mundur dari kursi DPRD Kota Malang. Lantaran maju sebagai Wali Kota Malang pada Pilkada 2018. M Anton yang juga maju lagi sebagai calon wali kota. M Anton sendiri sudah divonis 2 tahun penjara.

Sedangkan 18 nama anggota dewan itu kini masih menjalani persidangan di Pengadilan Tipikor Surabaya. Selama persidangan itu pula, nama–nama anggota dewan lainnya turut disebut ikut menikmati uang pokir saat pembahasan APBD-P 2015.

Pada Senin, 3 September 2018 lalu, giliran 22 anggota dewan dipanggil KPK setelah sebelumnya berkali–kali diperiksa sebagai saksi. Mereka ditetapkan sebagai tersangka sekaligus ditahan di Jakarta.

Mereka adalah, Syamsul Fajrih (PPP), Sugiarto (PKS), Hadi Santoso (PDI-P), Indra Tjahyono (Demokrat), Harun Prasojo (PAN), M Fadli (Nasdem), Bambang Triyoso (PKS), Een Ambarsari (Gerindra), Erni Farida (PDI-P), Choirul Amri (PKS) Afdhal Fauza (Hanura).

Teguh Mulyono (PDI-P), Mulyanto (PKB), Arief Hermanto (PDI-P), Choeroel Anwar (Golkar), Suparno (Gerindra) Soni Yudiarto (Demokrat), Ribut Haryanto (Golkar), Teguh Puji (Gerindra), Asia Iriani (PPP), Diana Yanti (PDI-P) dan Imam Gozali (Hanura).

Pemerintahan Lumpuh

Awal Muasal Korupsi Massal DPRD Kota Malang
Ruang kosong di Gedung DPRD Kota Malang (Liputan6.com/Zainul Arifin)

Praktis saat ini hanya tersisa 5 anggota dari total 45 anggota DPRD Kota Malang. Subur Triono (PAN), Priyatmoko Oetomo (PDI-P), Tutuk Haryani (PDI-P) jadi tiga lama nama tersisa. Sedangkan dua nama baru adalah Abdulrahman (PKB) dan Nirma Cris Nindya dari (Hanura).

Abdulrahman menggantikan rekannya, Rasmuji yang meninggal pada 2017 silam. Sedangkan Nirma Cris Nindya dilantik sebagai anggota dewan pada Juli lali, menggantikan Ya’qud Ananda Gudban yang sudah lebih dulu mundur.

Roda pemerintahan di kota ini pun lumpuh. Agenda pembahasan APBD Perubahan 2018, Rancangan APBD 2019, pelantikan Wali Kota Malang terpilih periode 2018–2023, pengesahan sejumlah rancangan peraturan daerah tak bisa dilakukan.

Seluruh partai politik bersama Gubernur Jawa Timur Soekarwo, Wali Kota Malang terpilih Sutiaji sudah menggelar pertemuan. Disepakati ada percepatan pergantian antar waktu (PAW) untuk para anggota dewan yang ditahan karena kasus suap tersebut.

“Kebijakan percepatan PAW itu sudah disampaikan gubernur. Tugas kami di sini memastikan itu bisa berjalan baik,” kata Wali Kota Malang, Sutiaji.

PAW untuk anggota DPRD Kota Malang itu ditarget selesai sekaligus dilantik pada Senin, 10 September depan. Agar pemerintahan kembali bisa melaju dan tak mengganggu segala pelayanan publik dan rencana pembangunan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya