Waspada, Media Sosial Jadi Cara Baru Muncikari Rekrut Remaja Belia

Orangtua perlu berhati-hati bila anak di rumah rajin atau kegandrungan main sosial media, bisa jadi termakan bujuk rayu muncikari.

oleh Pramita Tristiawati diperbarui 21 Sep 2018, 14:01 WIB
Diterbitkan 21 Sep 2018, 14:01 WIB
Ketua KPAI Susanto, memberikan keterangan bersama Kapolres Bandara Soetta Kombes Pol Victor Togi dan Ketua Komnas PA, Aris Merdeka SIrait, di Terminal 3 Bandara Soetta, Jumat (21/9/2018).
Modus yang digunakan pelaku IR dan IPB yang hampir saja membawa tiga perempuan dibawah umur ke Bali, untuk dipekerjakan sebagai pemandu karaoke dan terapis pijat spa.

Liputan6.com, Tangerang - Orangtua perlu berhati-hati bila anak di rumah rajin atau kegandrungan main sosial media. Bisa jadi mereka termakan bujuk rayu muncikari atau sindikat perdagangan anak untuk pekerja seks komersial.

Seperti yang diungkap kepolisian resort Bandara Soekarno-Hatta, Kota Tangerang. Kapolres Kombes Pol Victor Togi Tambunan memaparkan modus yang digunakan pelaku IR dan IPB yang hampir saja membawa tiga perempuan di bawah umur ke Bali, untuk dipekerjakan sebagai pemandu karaoke dan terapis pijat spa.

"Awalnya antara pelaku IR dengan korban ini berkenalan di media sosial facebook. Ditawarkan pekerjaan, mau enggak kerja di Bali dengan bayaran Rp 4,5 juta sampai Rp 8 juta per minggu," tutur Victor, di Terminal 3 Bandara Soetta, Jumat (21/9/2018).

Lalu, karena tergiur dengan pembayaran yang besar, akhirnya perempuan berusia 16 sampai 17 tahun yang sudah putus sekolah ini, mengiyakan ajakan muncikari tersebut. Saat bertemu, perempuan usia remaja ini ditampung terlebih dulu di sebuah apartemen di kawasan Buah Batu, Bandung, Jawa Barat.

Seperti pemanasan, oleh IR para remaja belia ini dicarikan pelanggan untuk bisnis esek-eseknya. Yakni dengan tarif Rp 650 ribu sampai Rp 1 juta, tergantung paket yang diambil pelanggannya.

"Bisnis seks komersial ini dilakukan IR di dalam apartemen yang menampung para korban, dicarikan pelanggan, kalau sudah deal diantarkan ke dalam kamar," kata Victor.

Kepada petugas juga, IR mengaku mendapat komisi Rp 100 - 200 ribu per kepala. IR juga yang nantinya akan melaporkan berapa perempuan yang usianya di bawah umur agar nanti oleh pelaku T yang kini masih buron dibuatkan identitas palsu.

"Usianya dituakan beberapa tahun dari usia aslinya," kata Victor.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Peralihan Modus

Sementara, menurut ketua KPAI, Susanto, memang modus media sosial adalah peralihan dari modus tradisional dalam transaksi seks komersial yang mengajak remaja belia. Umumnya melalui Facebook, kemudian tukeran nomor dan chat melalui whatsapp.

"Kemudian diiming-imingi gaji besar, kerjaannya enak, santai, jadi dibuat tergiur," ujar Susanto.

Sementara cara lain adalah memanfaatkan teman sebaya yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia seks komersial untuk merekrut orang baru. Dengan cara persuasif ini, orang baru di mana usia remaja mudah untuk dipengaruhi, akan mudah terbujuk.

"Jadi jaringan ini memanfaatkan anak buahnya yang sepantaran remaja juga, anak-anak direkrut langsung tanpa adanya paksaan," katanya.

Makanya, dia meminta agar orangtua, sanak saudara atau orang terdekat dengan anak memperhatikan setiap gerak gerik atau aktivitas anak di media sosial. Jadi bila ada yang mencurigakan, anak bisa langsung diselamatkan. 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya