Liputan6.com, Jakarta - Gubenur nonaktif Jambi Zumi Zola Zulkifli dituntut delapan tahun penjara oleh Jaksa KPK. Zola didakwa menerima gratifikasi dan menyuap anggota DPRD Provinsi Jambi terkait pengesahan APBD.
Zumi Zola kembali menjalani sidang dengan agenda pembacaan pleidoi di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (22/11/2018).
Dalam pledoinya, Zumi Zola menyebut dirinya bukanlah aktor utama dalam kasus yang menjeratnya. Dia berharap majelis hakim menjadikan hal tersebut sebagai pertimbangan dalam menjatuhkan vonis.
Advertisement
"Saya bukanlah aktor utama di balik adanya tindak pidana. Karena kami, pihak eksekutif bukanlah pihak yang aktif berusaha melakukan penyuapan, tetapi selalu berusaha menghindarkan diri dari permintaan penyuapan dari lima pimpinan DPRD Provinsi Jambi," kata dia.
Menurutnya, selama persidangan telah terbukti peran para pelaku. Penyuapan Anggota DPRD terlaksana karena adanya kerja sama Dinas PUPR Provinsi Jambi untuk mendapatkan sejumlah uang dari kontraktor untuk memenuhi permintaan pimpinan dan anggota DPRD.
"Sedangkan para kontraktor mendapatkan keuntungan karena mendapatkan jatah atau fasilitas untuk mendapatkan pekerjaan proyek dari Dinas PUPR tanpa pernah ada konfirmasi kepada saya, baik Saudara Doddy maupun dari para kontraktor," jelas dia.
Mantan Bupati Tanjung Jabung Timur ini mengatakan, selama dia menjabat gubernur, dia selalu berusaha menghindar berinteraksi dengan kontraktor dan pimpinan serta anggota DPRD Provinsi Jambi.
Hal itu dia lakukan untuk menutup kesempatan suap menyuap di antara pejabat eksekutif dengan pihak yang berkepentingan.
"Pada tahun 2016, dengan berbagai upaya saya meminta agar Apif Firmansyah melakukan usaha-usaha untuk membujuk lembaga legislatif Provinsi Jambi untuk memahami kondisi di Jambi. Dengan tujuan agar pengesahan RAPBD Provinsi Jambi tahun 2017 tanpa perlu memberikan hadiah kepada pihak legislatif," ujar Zumi Zola.
Dia melanjutkan, kenyataan yang dihadapinya berbeda. Dia mengaku tak bisa menanggulangi tekanan pimpinan DPRD untuk memberikan atau menjanjikan sesuatu untuk pengesahan RAPBD.
"Di tahun 2016, mereka tetap meminta adanya uang pengesahan untuk RAPBD karena menurut mereka selama mereka menjabat, dengan pemerintahan sebelumnya selalu ada uang yang mereka dapatkan dari pihak eksekutif untuk mengesahkan RAPBD Provinsi Jambi," ujar Zumi Zola.
Ingatkan Soal KPK
Dia mengaku sempat menakut-nakuti pimpinan DPRD dengan supervisi yang dilakukan KPK terhadap jajaran eksekutif di Provinsi Jambi. Namun, dia beralasan, para pimpinan DPRD tetap meminta uang agar RAPBD disahkan.
"Ternyata apa yang saya dan staf saya upayakan untuk mencegah adanya permintaan-permintaan tersebut tidak berhasil. Bahkan di ruang sidang ini saya baru mengetahui Asisten III Provinsi Jambi (saksi Saipudin) ditekan untuk menandatangani surat pernyataan kesediaan memberi sejumlah uang setelah pengesahan atas RAPBD diketok palu oleh DPRD Provinsi Jambi," jelasnya.
Zola didakwa menerima gratifikasi dengan total Rp 40 miliar, USD 177,300, dan SGD 100 ribu. Penerimaan gratifikasi sejak Zumi menjabat sebagai Gubernur Jambi pada tahun 2016.
Atas penerimaan gratifikasi, Zumi didakwa telah melanggar Pasal 12B atau Pasal 11 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP. Sementara untuk dakwaan pemberian suap, Zola didakwa melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau Pasal 13 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.
Â
Reporter: Hari Ariyanti
Sumber: Merdeka.com
Â
Saksikan Video Pillihan Berikut Ini:Â
Advertisement