Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) belakangan tengah mengalami tekanan, jauh meninggalkan level 7.000. Di tengah koreksi IHSG, saham apa yang dapat menjadi pilihan?
IHSG ditutup merosot 0,48 persen ke posisi 6.613,56 pada penutupan perdagangan Kamis, 13 Februari 2025. Sejak awal tahun, IHSG telah terkoreksi 6,74 persen. Senior Investment Information Mirae Asset Sekuritas Indonesia, Adityo Nugroho melihat pergerakan IHSG dari perspektif hukum dasar ekonomi, supply dan demand.
Baca Juga
Menurut dia, ketika permintaan (demand) lebih tinggi dari penawaran (supply), harga akan naik. Hal yang sama berlaku untuk IHSG.
Advertisement
"Jika kita melihat kembali pergerakan di semester 1 tahun 2024, ada periode foreign outflow yang cukup signifikan, yang menyebabkan IHSG turun karena tidak ada cukup pembeli yang mampu menahan tekanan jual dari investor asing. Ketika banyak yang menjual, tetapi daya beli yang masuk tidak cukup kuat untuk mengimbanginya, maka indeks akan turun," jelas Adityo, ditulis Jumat (14/2/205).
Adityo mencermati, belakangan ini aksi jual asing semakin masif. Dimulai dari saham BNI, kemudian berlanjut ke saham perbankan lain seperti Bank Mandiri dan BCA. Jika kita berbicara tentang sektor perbankan, ini bisa diibaratkan sebagai barometer pasar.
"Sama seperti burung kenari di tambang yang menjadi indikator adanya gas beracun, pergerakan saham perbankan bisa mencerminkan kondisi pasar yang lebih luas. Jika saham perbankan turun tajam, kemungkinan ada sesuatu yang tidak beres dengan kondisi makroekonomi," kata Adityo.
Faktor Global dan Persepsi Risiko Investor
Menurut Adityo, ada dua faktor utama yang membuat investor global menarik dana mereka dari Indonesia. Pertama, ketidakpastian global. Dalam kondisi penuh ketidakpastian, investor cenderung mencari aset yang lebih aman (safe haven), seperti dolar Amerika Serikat dan emas.
"Ini terlihat dari pergerakan harga emas yang melonjak belakangan ini," kata Adityo.
Faktor Lainnya
Kedua, sentimen negatif terhadap Indonesia. Beberapa laporan dari sektor perbankan belakangan ini kurang meyakinkan, yang membuat investor asing semakin berhati-hati dalam menempatkan dana di Indonesia.
"Dalam situasi seperti ini, investor cenderung menunda investasi sampai risiko lebih jelas terpetakan. Begitu risiko mulai mereda, mereka baru akan mencari potensi reward. Saat itulah peluang bagi IHSG muncul, karena harga saham yang sudah turun bisa menjadi daya tarik tersendiri," ujar Adityo.
Berkaca dari pandemi COVID-19 pada September–Oktober 2019 sebelum pandemi merebak, investor asing sudah mulai keluar dari pasar Indonesia.
Namun, IHSG saat itu masih stabil karena investor domestik mampu menahan tekanan jual. Ketika pandemi benar-benar melanda, investor asing semakin masif menjual saham mereka, tetapi setelah IHSG perlahan mulai pulih, meskipun investor asing masih terus melakukan outflow. Perbedaannya, saat itu banyak investor ritel baru yang masuk ke pasar, didorong oleh tren investasi di media sosial.
"Kini, kita tidak melihat lonjakan jumlah investor ritel seperti saat pandemi. Ditambah lagi, sentimen pasar saat ini lebih negatif karena banyak berita yang menyoroti kondisi ekonomi global yang masih penuh ketidakpastian," jelas Adityo.
Advertisement
Prospek IHSG
"Jika melihat fundamental, sebenarnya tidak ada alasan bagi investor asing untuk tidak kembali ke pasar Indonesia. Dari segi ekonomi makro, kondisi masih solid, meskipun ada beberapa hiccups dalam perjalanannya," kata Adityo.
Dalam catatannya, IHSG secara historis memiliki tren naik, meskipun dalam jangka pendek bisa mengalami koreksi akibat faktor eksternal.
Saat ini, investor perlu bersikap lebih selektif dalam memilih saham, dengan mempertimbangkan sektor yang memiliki ketahanan lebih baik terhadap volatilitas global.
Sektor yang biasanya menjadi pilihan dalam situasi seperti ini adalah consumer goods, perbankan, dan telekomunikasi. Namun, sektor perbankan dan telekomunikasi sudah mengalami tekanan cukup besar. Di sisi lain, sektor consumer goods masih memiliki ruang untuk bertumbuh.
"Beberapa saham yang dapat menjadi pilihan antara lain ICBP dan MYOR, yang memiliki fundamental kuat dan pergerakan harga yang relatif stabil," sebut Adityo.
Ke depan, faktor lain yang dapat mempengaruhi IHSG adalah potensi repatriasi dana dari luar negeri, yang bisa memberikan tambahan likuiditas ke pasar domestik. Namun, tetap harus melihat bagaimana dinamika global berkembang, termasuk kebijakan dari bank sentral AS (The Fed) serta kondisi ekonomi dalam negeri.
Disclaimer: Setiap keputusan investasi ada di tangan pembaca. Pelajari dan analisis sebelum membeli dan menjual saham. Liputan6.com tidak bertanggung jawab atas keuntungan dan kerugian yang timbul dari keputusan investasi.
