ILR: Tren Prinsip Penanganan HAM Pemerintahan Jokowi Membaik

Nilai prinsip HAM pada pemerintahan Jokowi membaik setiap tahunnya.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 10 Des 2018, 20:53 WIB
Diterbitkan 10 Des 2018, 20:53 WIB
Diskusi 'Indeks HAM dan Visi Misi HAM Para Capres Cawapres' di Menteng, Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)
Diskusi 'Indeks HAM dan Visi Misi HAM Para Capres Cawapres' di Menteng, Jakarta Pusat. (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Indonesian Legal Roundtable (ILR) melakukan rekap hasil penelitian prinsip penanganan Hak Asasi Manusia (HAM) mulai dari 2012 saat pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hingga era Presiden Joko Widodo atau Jokowi pada 2017. Peneliti ILR Erwin Natosmal Oemar menyampaikan, nilai prinsip HAM pada pemerintahan Jokowi membaik setiap tahunnya.

"Dalam perkembangannya terdapat tren yang membaik meskipun tidak signifikan," tutur Erwin dalam diskusi 'Indeks HAM dan Visi Misi HAM Para Capres Cawapres' di Menteng, Jakarta Pusat, Senin (10/12/2018).

Secara runut, mulai 2014 penanganan HAM berada di titik 4,15 persen. Masuk 2015 terjadi penurunan di titik 3,82 persen. Namun kembali membaik pada 2016 dengan 4,25 persen dan 2017 sebesar 4,51 persen.

"Namun terbilang menurun nilai prinsip HAM di masa Jokowi dibanding periode pemerintahan sebelumnya," jelas dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:


Masa SBY

Di masa SBY, pada 2012 nilai prinsip penanganan HAM pemerintahan sebesar 5,74 persen dan pada 2013 sebesar 5,4 persen. Artinya, kenaikan di era Jokowi memang tidak signifikan lantaran belum bisa mencapai perlindungan HAM di periode pemerintahan sebelumnya.

"Perlindungan HAM pemerintahan SBY lebih baik dari pada masa Jokowi," Erwin menandaskan.

Pada 2012, ILR menggunakan metodologi survei publik. Bekerjasama dengan Lembaga Survei Indonesia (LSI), kedua instansi itu menyusun 50 pertanyaan berdasarkan lima prinsip negara hukum yang dikembangkan.

Yakni ketaatan pemerintanmh terhadap hukum, legalitas formal, kekuasaan kehakiman yang merdeka, akses terhadap keadilan, dan Hak Asasi Manusia.

Kemudian mulai 2013 menggunakan dua metodologi, yakni survei expert dan dokumen atau judgement. Survei expert dilakukan di 20 provinsi dengan masing-masing enam expert untuk mengisi 10 kuisioner. Perhitungan rata-rata melalui dokumen setiap indikator 50 persen dan survei expert 50 persen.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Tag Terkait

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya