Waspada, Gelombang Tinggi Masih Terjadi di Selat Sunda

Selain itu, BMKG juga masih menganalisis adanya longsoran bawah laut akibat erupsi Anak Gunung Krakatau.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 24 Des 2018, 15:31 WIB
Diterbitkan 24 Des 2018, 15:31 WIB
Ilustrasi tsunami
Gelombang tinggi di laut Gunung Kidul Yogyakarta. (Liputan6.com/Sunariyah)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati mengatakan, gelombang tinggi di Selat Sunda diprediksi masih akan terjadi sampai 27 Desember 2018.

"Yang sudah pasti gelombang tinggi masih berpotensi sampai 27 Desember itu sudah pasti," ucap Dwikorita di kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/12/2018).

Dwikorita menambahkan, pihaknya juga masih menganalisis adanya longsoran bawah laut akibat erupsi Anak Gunung Krakatau. Sebab, kata dia, longsoran itu merupakan penyebab terjadinya tsunami Selat Sunda.

"Itu yang sedang dianalisis bersama dengan Badan Geologi dan lembaga yang lain di bawah koordinasi Kemenko Maritim," jelas Dwikorita.

Menurut Dwikorita, selama Anak Gunung Krakatau masih beraktivitas potensi tsunami masih bisa terjadi.

"Tetapi gelombang tsunami akibat longsor itu, selama ada aktivitas gunung api, longsor itu masih bisa terjadi," kata Dwikora.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Disebabkan Aktivitas Anak Gunung Krakatau

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyimpulkan bahwa tsunami di Selat Sunda pada Sabtu 22 Desember 2018 lalu disebabkan karena aktivitas vulkanik Anak Gunung Krakatau.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati membeberkan bagaimana aktivitas vulkanik Anak Gunung Krakatau hingga menyebabkan tsunami di Selat Sunda.

Awalnya, kata dia, anak gunung Krakatau terpantau erupsi pada Sabtu malam sekitar pukul 21.00 WIB. Eruspi diikuti dengan tremor dan gempa vulkanik. Ternyata, gempa vulanik ini memicu terjadinya kolaps atau longsoran di bawah laut.

"Setelah dianalisis kekuatan guncangan setara magnitudo 3,4. Epicentrium (titik pusat gempa) nya ada di Anak Gunung Krakatau," kata Dwikorita saat memberikan keterangan persnya di kantor BMKG, Jakarta, Senin (24/12/2018).

Dwikorita engatakan kolaps atau longsor itu ternyata meluas hingga 64 hektare di bawah laut. Akibatnya terjadi pergerakan gelombang air laut hingga menimbulkan tsunami.

Berdasarkan pemantauan citra satelit, tsunami terpantau 24 menit setelah aktivitas vulkanik Anak Gunung Krakatau. Ketinggian tsunami tercatat 0,9 meter.

"Setelah pukul 21.03 WIB kita pantau ada tsunami pukul 21.27 WIB. Terjadi di empat titik, Banten, Serang, Bandar Lampung," ucap Dwikorita.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya