Liputan6.com, Jakarta - Senin 21 Januari 1985, hari baru saja berganti. Petugas keamanan Candi Borobudur melirik jam dinding di pos jaga yang menunjukkan pukul 01.20 WIB. Saatnya untuk berpatroli. Dua orang petugas kemudian meninggalkan Pos Jaga I untuk mengelilingi candi Buddha terbesar di dunia itu.
Catatan Sejarah Hari Ini (Sahrini) Liputan6.com mengutip, baru 10 menit berkeliling, kedua petugas itu dikejutkan bunyi menggelegar. Baru saja keduanya berlari menuju sumber bunyi itu, terdengar bunyi lain yang tak kalah besar. Belakangan diketahui kalau itu adalah bunyi ledakan dari bom yang sengaja ditujukan untuk menghancurkan situs tersebut.
Baca Juga
Ada sembilan kali ledakan di pagi itu. Ledakan terakhir terdengar pada pukul 03.40 WIB. Namun, dalam suasana yang gelap gulita itu, masih belum diketahui apa yang sebenarnya terjadi. Para petugas keamanan lokal pun masih menunggu kedatangan aparat untuk memastikan apa yang sebenarnya terjadi.
Advertisement
Petugas Garnisun Magelang tiba di lokasi sekitar pukul 04.30 WIB dan langsung menyisir kawasan candi yang terkena ledakan. Mereka menyaksikan batu-batu candi berserakan. Terlihat dengan jelas kalau kejadian ini memang disengaja.
"Ledakan ternyata telah merusak 9 stupa berlubang. 3 yang berada di sisi timur batur pertama Arupadhatu, 2 lagi yang terdapat di batur kedua dan 4 lainnya di batur ketiga," tulis Daoed Joesoef, mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan serta tokoh pemugaran candi tersebut dalam bukunya Borobudur yang diterbitkan tahun 2004.
Namun, muncul kabar kalau belum semua bom yang dipasang meledak. Masih ada yang bom terpasang yang menunggu waktu untuk meledak. Sekitar pukul 05.00 WIB, seorang personel Sat Brimob Polda Jawa Tengah diperintahkan Dansat Brimob Kolonel Pranoto (Kasat Brimob waktu itu) untuk mendatangi Candi Borobudur dan menjinakkan bom yang belum meledak.
Anggota Brimob itu yakni Sersan Kepala Sugiyanto. Pria asal Boyolali itu dengan berani menjinakkan bom yang belum meledak. Bersama dengan tim Jihandak (Penjinak Bahan Peledak) dari Kompi 5155 Brimob Jogja, dia menemukan 2 buah bom yang siap meledak.
Ternyata, pelaku teror berencana meledakkan 11 bom di Candi Borobudur. Pukul 08.00 WIB adalah tenggat waktu bom terakhir meledak. Sembilan buah bom meledak dan 2 bom dapat dijinakkan Sugiyanto. Hebatnya, dia menjinakkan itu seorang diri.
"Saat itu peralatan belum seperti sekarang. Berbekal seragam dinas Brimob dan tekad baja, saya melakukan aksi penjinakan bom itu. Dalam benak saya, hanya Allah yang dapat menyelamatkan nyawa saya kalau bom itu meledak ketika tengah saya tangani," ucap Sugiyanto seperti dilansir Tribrata Polda Jateng, Jumat (9/11/2018).
Dalam proses penjinakan bom itu, Sugiyanto hanya membawa sebuah tool kit standar operator penjinak, selimut bom, dan sebuah metal detector. Tidak ada X-ray seperti saat ini, yang dapat menembus sekat. Sehingga benda yang ada di dalamnya dapat dideteksi.
"Pada waktu itu, bom terbungkus kertas tebal dengan perekat lakban. Seingat saya, benda itu cukup besar. Saya tidak bisa mengetahui apa isi di dalamnya," terang dia.
Ia bercerita, bom yang berhasil dijinakkannya berupa dinamit dengan berat sekitar 1 kg. Dinamit itu dilengkapi dengan sebuah inisiator, 2 baterai dan sebuah timer.
Tanpa body protector dan peralatan canggih, Sugiyanto berhasil mencegah 2 stupa luluh lantak karena ledakan. Atas jasanya ini, Sugiyanto mendapatkan penghargaan dari Kapolri berupa kesempatan untuk melanjutkan jenjang karier menjadi perwira Polri.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Misteri Peneror Candi
Bayang-bayang akan adanya serangan terhadap Borobudur sudah tercium jauh-jauh hari. Saat proses pemugaran berlangsung, 10 Agustus 1973 hingga diresmikan 23 Februari 1983, Daoed Joesoef yang menjadi tokoh di balik pemugaran Borobudur mengaku kerap menerima surat kaleng dan selebaran gelap. Isinya berupa makian, hujatan, dan kutukan.
"Isinya berupa makian, hujatan dan kutukan bahwa saya orang kafir. Karena bertanggung jawab atas pembangunan berhala terbesar di Tanah Air," ujar Daoed.
Menurut dia, dari gaya bahasa yang dipakai dan ayat-ayat yang diketengahkan, sebenarnya sudah jelas si penulis surat kaleng hidup dan berada di lingkungan yang mana.
Spekulasi pelaku peledakan pun bermunculan. Pemerintah mengarahkan kecurigaan pada kelompok Islam radikal. Ketegangan antara pemerintah dan kelompok Islam memang meningkat sejak peristiwa Tanjung Priok pada September 1984 dan penolakan asas tunggal Pancasila.
Tiga bulan berlalu, sosok di balik pengeboman Candi Borobudur masih dalam penyelidikan intensif. Sampai akhirnya muncul kejadian meledaknya sebuah bus bernama Pemudi Express di Banyuwangi, Jawa Timur.
Dari situlah akhirnya terbongkar, jika bus itu meledak lantaran ada bom yang dibawa penumpangnya. Bom itu tak tahan panas, lantaran bergesekan dengan mesin mobil.
Polisi pun bergerak cepat, bom yang meledak di Pemudi Express menjadi titik masuk untuk memburu pelaku bom Candi Borobudur, yang kemudian merujuk pada nama Abdul Kadir Al-Habsy.
Ia pun diamankan dan terbongkarlah jika bom dalam mobil itu akan diledakkan di Bali, dengan sasaran hotel-hotel atau tempat prostitusi di Pulau Dewata.
Dari sini muncul nama Husein bin Ali Al-Habsyi, yang tak lain kakak kandung dari Kadir. Keduanya pun ditetapkan sebagai tersangka.
Kadir mengakui jika bom itu berkaitan dengan kejadian Borobudur. Namun Husein menolak keras jika disebut terlibat. Sampai kemudian muncul nama otak di belakang kejadian itu adalah Mohammad Jawad alias Krisna alias Abu Mahdi.
Pria yang disebut-sebut sebagai ustaz asal Jakarta itulah yang disebut Kadir dan Husein sebagai dalang. Namun demikian, ia raib tak berbekas.
Di pengadilan jaksa penuntut menuduh mereka meledakkan Borobudur sebagai balas dendam atas peristiwa Tanjung Priok 1984. Mereka menolak tuduhan jaksa, tapi pengadilan tetap memutuskan mereka bersalah.
Kadir kemudian divonis 20 tahun penjara dan Husein dihukum seumur hidup. Tapi Husein mendapatkan grasi dari pemerintah Habibie pada 23 Maret 1999. Sedangkan siapa Mohammad Jawad hingga kini masih misteri. Siapa Jawad tak ada yang mengetahui. Bahkan, termasuk Kadir dan Husein yang juga hanya mengenal orang itu dalam waktu singkat.
Advertisement