Liputan6.com, Jakarta Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyebutkan bahwa polemik pangan di Indonesia, khususnya pupuk kerap dipengaruhi dengan banyaknya mafia yang mengambil keuntungan.
"Mafianya macam-macam. Mafia impor, mafia beras oplos, mafia pupuk. Bayangkan, pupuk yang biasa kita berikan ke petani adalah pupuk palsu," ujar Mentan Amran Sulaiman, Sabtu (2/2).
Baca Juga
Amran mengungkapkan, selama Pemerintahan Jokowi-JK, sudah banyak kasus mafia pangan yang diserahkan ke pihak Kepolisian. Hingga kini tercatat ada 15 perusahaan yang masuk daftar hitam.
Advertisement
Lebih jauh Amran merinci setidaknya ada 782 perusahaan yang sedang diproses hukum dan 409 perusahaan sudah dijebloskan ke penjara. Tidak tertutup kemungkinan, kata dia, bahwa jumlah ini masih terus bertambah selama ada laporan dari masyarakat dan upaya penindakan dari Satgas Pangan.
Dari total angka tersebut, Amran menyebutkan bahwa sekitar 20 perusahaan di antaranya merupakan mafia yang memalsukan pupuk bantuan kepada petani.
"Pupuk palsu, itu kalau tidak salah ada 20-an perusahaan kami kirim penjara. Bayangkan, petani diberikan pupuk palsu, produksi petani hancur kemudian tidak mendapatkan apa-apa dan merugi," ucapnya.
Direktur Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan Dadih Permana mengatakan, untuk mendapatkan pupuk bersubsidi, petani harus bergabung kelompok tani. Kemudian, kelompok tani juga harus menyusun Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK).
"Pupuk bersubdisi itu untuk petani yang tergabung dalam kelompok tani dan didistribusikan sesuai dengan alokasi yang sudah ditetapkan," kata Dadih Permana.
Terkait dengan petani yang mengeluh belum mendapatkan pupuk bersubsidi, Dadih menjelaskan, karena masih ada sebagian petani yang belum menyusun RDKK. Sehingga tidak memperoleh alokasi pupuk bersubsidi, termasuk juga sejumlah petani Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Untuk menanggulangi hal ini, Kementan menginstruksikan Anggota Holding Pupuk untuk menyediakan pupuk non subsidi di Kios Resmi. Termasuk mensosialisasikannya kepada masyarakat, bahwa seandainyapun belum menyusun RDKK sehingga tidak termasuk dalam Kelompok Tani, petani dimaksud masih dapat membeli pupuk dengan harga komersial.
"Kenapa holding pupuk harus menyediakan stok pupuk non subsidi? Agar petani tidak membeli pupuk sembarang tempat see dapat pupuk palsu. Dan Kelompok Tani harus segera menyusun RDKK agar segera mendapatkan alokasi pupuk bersubsidi," kata Dadih Permana.
Â
(*)