Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menanggapi penangkapan akademisi Robertus Robet atas dugaan penghinaan terhadap TNI. Kendati mengaku belum tahu persis peristiwa tersebut, Moeldoko mengatakan, untuk menyampaikan sesuatu di negara demokrasi tetap ada aturannya.
"Saya belum tahu peristiwanya. Tapi prinsipnya beginilah, negara ini negara demokrasi. Bukan berarti semua orang bisa semaunya menyampaikan sesuatu," ujar Moeldoko di Rumah Aspirasi, Jakarta Pusat, Kamis (7/2/2019).
Mantan Panglima TNI tersebut mengatakan, setiap negara demokrasi memiliki undang-undang yang akan memperkuat sistemnya. Oleh karena itu, undang-undang harus ditegakkan. Jika memang ada yang melanggar, harus diproses sesuai aturan. Termasuk Robertus Robet.
Advertisement
"Demokrasi itu kan harus diperkuat dari instrumen keundang-undangan. Begitu keluar, semprit. Kan begitu. Masih melakukan lagi, penjarain saja kan begitu," kata Moeldoko.
Sebelumnya, Dosen Sosiologi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Robertus Robet ditetapkan sebagai tersangka kasus ujaran kebencian. Saat ini Robert masih menjalani pemeriksaan di Mabes Polri, Trunojoyo, Jakarta Selatan.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kata Polri
Karopenmas Mabes Polri Brigjen Pol Dedi Prasetyo membenarkan soal penangkapan Robertus Robet. Aktivis itu pun telah ditetapkan sebagai tersangka.
"Iya (Ditetapkan tersangka)," kata Dedi, Kamis (7/3/2019).
Penangkapan sendiri berlangsung pukul 00.30 WIB, Rabu 6Â Maret 2019.
Menurut Dedi, Robert diduga melakukan penghinaan terhadap institusi TNI saat berorasi di depan Istana Negara.
"Melakukan orasi pada saat demo di Monas, tepatnya depan Istana dengan melakukan penghinaan terhadap institusi TNI," Dedi menjelaskan.
Penyidik menjerat Robet dengan Pasal 45 A ayat (2) Jo 28 ayat (2) Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 tentang peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP.
Â
Reporter:Â Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka
Advertisement