Liputan6.com, Jakarta - Suasana di Masjid milik jemaah Ahmadiyah Bekasi, Al-Misbah, Kamis, 4 April 2013, kali itu mencekam. 36 jemaah Ahmadiyah yang tengah menjalankan ibadah terkurung di dalam Masjid. Mereka tidak bisa keluar lantaran akses keluar-masuk disegel. Pelakunya merupakan Satuan Polisi Pamong Praja, aparat penegak peraturan daerah.
Kuasa Hukum Jamaah Ahmadiyah, saat itu, Isnur mengatakan, ada 30 orang laki-laki dan 6 orang perempuan yang terkurung di dalam masjid. Aloh-alih keluar dari masjid. Mereka memilih untuk bertahan di dalam. Seandainya ingin keluar, mereka pun kesulitas karena akses jalan ditutup.
"30 orang laki-laki dan 6 orang perempuan ada di dalam masjid. Mereka terkurung karena petugas menutup area sekitar masjid dengan seng," kata Isnur saat dihubungi, Jumat, 5 April 2013.
Advertisement
Menurut Isnur, ada sekitar 100 petugas gabungan dari Satpol PP, Polisi, dan TNI yang menutup area masjid. Masjid ditutup menggunakan seng sejak pukul 09.00 WIB.
"Saya tidak boleh masuk. Saya ingin bertemu klien saya," tambah pengacara dari LBH Jakarta ini.
Kendati diminta untuk segera keluar, namun warga Ahmadiyah tetap memilih bertahan di dalam Masjid. Mereka enggan keluar karena tak percaya pada langkah yang dilakukan Pemkot.
"Pada dasarnya, jamaah tidak ada yang mau bertahan di dalam masjid. Mereka terpaksa melakukan itu karena tidak percaya dengan langkah atau tindakan yang diambil Pemkot," kata kuasa hukum Ahmadiyah, Febionesta di Bekasi, Jumat (5/4/2013).
Febionesta yang merupakan kuasa hukum dari LBH Jakarta itu menambahkan jamaah tidak mengerti mengapa tempat mereka beribadah harus disegel dengan cara dipasangi seng.
Padahal, menurut mereka apa yang dilakukan selama ini tidak menyimpang dari aturan.
"Satu-satunya yang dilarang dari SKB 3 Menteri adalah melarang mengajarkan ajaran yang menyimpang dari Islam. Mereka menjamin tidak melanggar SK itu," tambah dia.
Karena itu, Ia menegaskan, warga Ahmadiyah memutuskan tetap bertahan di dalam masjid sebelum ada perundingan lanjut
Penyegelan masjid dimulai pada 4 April Kepala Satuan Polisi Pamong Praja Kota Bekasi Yayan Yuliana mengatakan, tindakan penyegelan secara permanen untuk mengantisipasi jamaah Ahmadiyah melakukan aktivitas di bangunan itu.
Menurut Yayan, ini merupakan penyegelan kali keempat setelah sebelumnya dilakukan pada akhir 2011, dan tiga kali pada awal tahun ini.
Penyegelan itu, memang tidak bisa dikatakan sebagai tindakan ilegal. Yayan menegaskan, dasar atura tindakan penyegelan berdasarkan Surat Keputusan Bersama Menteri Agama RI, Jaksa Agung RI, dan Menteri Dalam Negeri RI Nomor 3 Tahun 2008, serta Fatwa MUI Nomor 11/MUNAS/VII/MUI/15 Tahun 2005.
Ketentuan lainnya yakni Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 12 Tahun 2011 seputar larangan aktivitas Ahmadiyah, dan telah dituangkan dalam bentuk Peraturan Wali Kota Bekasi Nomor 40 tahun 2011.
"Kami hanya menjalankan tupoksi (tugas pokok fungsi)," kata Yayan.
Penyegelan itu sontak menuai pro dan kontra. Sebagian masyarakat menilai apa yang di lakukan Pemkot Bekas sebagai tindakan melanggar kebebasan dalam berkeyakinan. Tindakan Pemerintahan Kota Bekasi itu dinilai sebagai bentuk pelanggaran konstitusi.
Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Bahrain, mengatakan Pasal 29 ayat 2 UUD 1945 menjamin hak warga negara untuk memeluk agama dan untuk beribadah menurut agamanya.
"Dengan kata lain tindakan Wali Kota Bekasi yang melakukan penyegelan dan pemagaran Masjid Al-Misbah telah bertentangan dengan UUD 1945," kata Bahrain lewat siaran pers, Sabtu, 6 April 2013.
YLBHI juga menilai tindakan yang dilakukan aparat Pemerintah Kota Bekasi adalah suatu tindakan yang berlebihan (extra exercive).
"Aktivitas jemaat Ahmadiyah bukanlah suatu ancaman bagi negara yang membuat disabilitas dan disintegrasi negara. Mereka melainkan warga negara yang mesti diayomi dan dilindungi oleh negara, dalam hal ini Pemerintah Kota Bekasi Bekasi," tegas Bahrain.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Langgar HAM
Sementara, Wakil Ketua I Komnas HAM saat itu, Imdadun Rahmat, meniali penyegelan tersebut melanggar HAM.
“Jelas ini melanggar UU HAM, mereka mau beribadah,” kata Imdadun kepada Tempo di kantornya, Jumat, 5 April 2013.
Imdadun menegaskan, alasan apapun tempat ibadah tidak boleh diserang.
“Kalau suatu organisasi membekukan aktivitasnya dengan menyegel kantornya, kalau Masjid tidak bisa seperti itu. Masjid berbeda dengan kantor,” ujarnya.
Aksi penyegelan masjid Ahmadiyah di Jati Bening ini memang sudah terjadi beberapa kali. Namun karena jemaah melakukan perlawanan, penyegelan pun dilakukan selam beberapa kali.
Penyegelan masjid Ahmadiyah ini pun membuat Presiden RI saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono bersuara. SBY menilai, negara tidak melarang Ahmadiyah, tetapi negara mengatur agar tidak terjadi benturan.
Penyegelan Masjid Ahmadiyah ini memang bukan konflik pertama yang dipicu oleh penolakan terhadap Ahmadiyah. Pada 2011 lalu, ribuan orang menyerang sebuah rumah milik jemaah Ahmadiyah di Cikeusik, Banten dan menewaskan sejumlah pengikutnya.
Sayangnya, dalam persidangan, para pelaku penyerangan divonis antara tiga hingga enam bulan.
Advertisement