Liputan6.com, Jakarta: Sejumlah tokoh masyarakat dan pakar hukum mengeluarkan Maklumat Bersama untuk Keselamatan Bangsa khusus menyoroti hasil Sidang Tahunan MPR 2002. Maklumat itu dikeluarkan karena hasil ST MPR 2002 tidak memuaskan. Misalnya, Komisi Konstitusi yang independen belum terbentuk. Maklumat itu dibacakan praktisi hukum Adnan Buyung Nasution di Gedung Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Selasa (13/8). Hadir dalam acara ini pakar hukum tata negara Prof DR Sri Sumantri dan anggota Komisi Pemilihan Umum Mulyana W. Kusuma. Hadir pula Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama Salahuddin Wahid.
Menurut Adnan Buyung, mereka berharap Komisi Konstitusi yang dibentuk bukan sebagai kepanjangan tangan dari Badan Pekerja MPR. Hal serupa juga dikemukakan Sri Sumantri. Dia mengusulkan supaya Komisi Konstitusi diberi kewenangan untuk menyempurnakan UUD` 45, bukan hanya menyelaraskan. "Wewenang Komisi Konstitusi harus diperjelas supaya lebih transparan dan diketahui masyarakat," kata dia.
Atas dasar itulah, Sri Sumantri menolak Komisi Konsitusi yang dibentuk lewat Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 [baca: Seluruh Fraksi Menyepakati Komisi Konstitusi]. Sebab, dia menilai lembaga itu tak bedanya dengan tukang jahit yang hanya diberi bahan oleh MPR. Kemudian, mereka ditugaskan menyelesaikan pola yang sudah terbentuk. Kendati demikian, mereka menilai, hasil amendemen pertama hingga ketiga Undang-Undang Dasar 1945 secara substantif sesuai dengan keinginan reformasi, sehingga bisa dijadikan pegangan politik dan ketatanegaraan.(DEN/Indy Rahmawati dan Erwin Arif)
Menurut Adnan Buyung, mereka berharap Komisi Konstitusi yang dibentuk bukan sebagai kepanjangan tangan dari Badan Pekerja MPR. Hal serupa juga dikemukakan Sri Sumantri. Dia mengusulkan supaya Komisi Konstitusi diberi kewenangan untuk menyempurnakan UUD` 45, bukan hanya menyelaraskan. "Wewenang Komisi Konstitusi harus diperjelas supaya lebih transparan dan diketahui masyarakat," kata dia.
Atas dasar itulah, Sri Sumantri menolak Komisi Konsitusi yang dibentuk lewat Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2002 [baca: Seluruh Fraksi Menyepakati Komisi Konstitusi]. Sebab, dia menilai lembaga itu tak bedanya dengan tukang jahit yang hanya diberi bahan oleh MPR. Kemudian, mereka ditugaskan menyelesaikan pola yang sudah terbentuk. Kendati demikian, mereka menilai, hasil amendemen pertama hingga ketiga Undang-Undang Dasar 1945 secara substantif sesuai dengan keinginan reformasi, sehingga bisa dijadikan pegangan politik dan ketatanegaraan.(DEN/Indy Rahmawati dan Erwin Arif)