Pemprov DKI Sebut Udara Jakarta Saat Musim Kemarau Rentan Bagi Bayi dan Manula

Meski begitu, Pemprov DKI mengklaim saat ini kualitas udara Jakarta sudah kembali membaik.

oleh Ratu Annisaa Suryasumirat diperbarui 12 Jul 2019, 11:53 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2019, 11:53 WIB
Kualitas Udara Jakarta Semakin Buruk
Pohon terlihat saat kabut polusi menyelimuti kota Jakarta, Selasa (9/7/2019). Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta penyebab polusi di Jakarta semakin buruk akibat emisi kendaraan bermotor yang mencapai 75 persen, ditambah pencemaran dari industri dan limbah. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta menyebut, kualitas udara di Ibu Kota masih baik untuk orang normal, namun rentan bagi bayi dan manula, terutama saat musim kemarau.

“Kemarin (musim hujan) bagi orang normal biasa aja, bagi bayi dan manula juga tidak ada masalah. Tapi ketika masuk ke musim kemarau dengan PM 2,5 yang meningkat, harus diantisipasi saja bagi mereka yang sensitif,” ujar Kepala Seksi Penanggulangan Pencemaran Lingkungan Dinas Lingkungan Hidup Provinsi DKI Jakarta, Agung Pujo Winarko saat dihubungi, Jumat (12/7/2019).

Agung mengatakan, kondisi udara sempat memburuk saat musim kemarau tiba. Meski begitu, dia mengklaim saat ini kualitas udara sudah kembali membaik.

“Data kita punya, Januari, Februari, Maret April, bagus. Menjelang musim kemarau sempat ada kenaikan, statusnya udah turun kembali,” ucapnya.

Dia mengimbau agar masyarakat Jakarta tetap memperhatikan kondisi kesehatan. Terutama bagi yang sensitif terhadap polusi udara, seperti bayi dan orang lanjut usia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Kurangi Aktivitas di Luar

Jakarta Diselimuti Kabut
Kabut tipis menyelimuti udara di salah satu sudut kota Jakarta, Selasa (10/7). Tingkat polusi di Jakarta masuk dalam kategori tidak sehat sehingga menyebabkan pemandangan menjadi berkabut dan mengancam kesehatan pernapasan. (Merdeka.com/Iqbal S. Nugroho)

Menurutnya, masyarakat yang sensitif terhadap kondisi udara dapat mengurangi aktivitas di luar ruangan untuk mengurangi terpaparnya polusi.

“Kalau untuk aktivitas di luar jangan terlalu banyak. Kalau dia sensitif, diketahui secara medis sensitif terhadap kualitas udara jelek, dia mengurangi kegiatan di luar rumah, membatasi,” ujar Agung.

Sebelumnya, diketahui Jakarta sempat beberapa kali menempati posisi pertama sebagai kota terpolusi di dunia versi Air Visual. Per hari ini, Jumat (12/7/3019) Jakarta menempati peringkat kedua setelah Santiago, Chile.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya