KPK Selisik Aliran Suap Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar

Penyidik KPK memeriksa lima saksi untuk menggali aliran uang yang diterima Eks Dirut Garuda Indonesia Emirsyah Satar.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 12 Agu 2019, 21:19 WIB
Diterbitkan 12 Agu 2019, 21:19 WIB
Ekspresi Mantan Dirut Garuda Emirsyah Satar Saat Ditahan KPK
Ekspresi Mantan Dirut PT Garuda Indonesia, Emirsyah Satar usai menjalani pemeriksaan penyidik di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (7/8/2019). Emirsyah resmi ditahan terkait kasus dugaan suap pengadaan mesin Rolls-Royce PLC asal Inggris untuk pesawat Airbus milik Garuda Indonesia. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami aliran uang suap yang diterima mantan Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dari pendiri PT Mugi Rekso Abadi (MRA) Soetikno Soedarjo (SS) terkait pembelian mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

Dalam menelisik aliran uang tersebut, penyidik KPK memeriksa dua karyawan PT MRA, Widhi Darmawan dan Tita Wahyuni. Kemudian Amanda Pradita, karyawan PT Dimitri Utama Abadi dan pensiunan PT Dimitri Abadi, Zulhalda, serta seorang karyawan swasta, Dahlia Ambarwati.

"Hari ini penyidik memeriksa lima orang saksi untuk tersangka SS. Penyidik mengkonfirmasi pengetahuan para saksi terkait kemana saja aliran uang yang diterima oleh tersangka ESA," ujar Plh Kabiro Humas KPK Chrystelina GS, di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Senin (12/8/2019).

Dalam kasus ini, KPK menetapkan mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar (ESA) dan penyuapnya, Seotikno Soedarjo (SS) tersangka tindak pidana pencucian uang (TPPU). Penetapan ini merupakan pengembangan kasus suap pengadaan mesin dan pesawat di PT Garuda Indonesia.

KPK menduga uang suap yang diberikan Seotikno kepada Emirsyah dan mantan Direktur Teknik dan Pengelolaan Armada PT Garuda Indonesia Hadinoto Soedigno tidak hanya berasal dari perusahaan Rolls-Royce, tetapi juga berasal dari pihak pabrikan lain yang mendapatkan proyek di PT Garuda Indonesia.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Kronologi Kasus

Pesawat Garuda Indonesia
(Liputan6.com/Fahrizal Lubis)

Untuk program peremajaan pesawat, Emirsyah melakukan beberapa kontrak pembelian dengan empat pabrikan pesawat pada 2008 hingga 2013 dengan nilai miliaran USD. Yakni kontrak pembelian mesin Trent seri 700 dan perawatan mesin (Total Care Program) dengan perusahaan Rolls Royce, kemudian kontrak pembelian pesawat Airbus A330 dan Airbus A320 dengan perusahaan Airbus S.A.S.

Kontrak pembelian pesawat ATR 72-600 dengan perusahaan Avions de Transport Regional (ATR), dan kontrak pembelian pesawat Bombardier CRJ 1000 dengan perusahaan Bombardier Aerospace Commercial Aircraft.

Selaku konsultan bisnis dari Rolls-Royce, Airbus, dan ATR, Seotikno diduga telah menerima komisi dari tiga pabrikan tersebut. Soetikno juga diduga menerima komisi dari perusahaan Hong Kong bernama Hollingsworth Management Limited International Ltd (HMI) yang menjadi Sales Representative dari Bombardier.

Pembayaran komisi diduga terkait dengan keberhasilan Seotikno dalam membantu tercapainya kontrak antara PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan empat pabrikan tersebut.

Menerima uang dari empat pabrikan itu, Soetikno kemudian memberikan sebagian dari komisi tersebut kepada Emirsyah dan Hadinoto. Pemberian sebagai hadiah atas dimenangkannya kontrak oleh empat pabrikan.

Pemberian yang diterima Emirsyah Satar dan Hadinoto oleh Soetikno, yakni Rp 5.79 miliar kepada Emirsyah untuk pembayaran rumah di Pondok Indah, USD 680 ribu dan EUR 1,02 juta yang dikirim ke rekening perusahaan milik Emirsyah di Singapura, dan SGD 1,2 juta untuk pelunasan apartemen milik Emirsyah di Singapura.

Sedangkan untuk Hadinoto, Soetikno memberi USD 2,3 juta dan EUR 477 ribu yang dikirim ke rekening Hadinoto di Singapura. Menerima suap dari Seotikno, Hadinoto pun dijerat sebagai tersangka suap oleh KPK.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya