Liputan6.com, Jakarta - Teka-teki posisi Jaksa Agung akhirnya menjadi jelas. Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyatakan akan melakukan pergantian pimpinan tertinggi Korps Adhayaksa. Jokowi menegaskan Jaksa Agung baru bukan orang partai.
"Jaksa Agung pasti bukan dari parpol," ujar Jokowi saat bertemu dengan para pemimpin redaksi di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (13/8/2019).
Baca Juga
Jaksa Agung saat ini dijabat oleh Muhammad Prasetyo, yang bekerja sejak sejak 20 November 2014. Prasetyo adalah kader Partai Nasdem. Mantan anggota DPR periode 2014-2019 ini hanya duduk sebentar di Komisi III DPR RI karena diangkat sebagai Jaksa Agung. Pengangkatannya saat itu menuai kritik lantaran prestasi Prasetyo selama di kejaksaan dianggap biasa-biasa saja.
Advertisement
Di tengah Jokowi menyusun kabinet periode kedua, banyak pihak menolak Jaksa Agung berlatarbelakang partai politik. Bahkan, partai koalisi Jokowi dan pihak oposisi satu suara menolak Jaksa Agung terikat partai. Di sisi lain, Nasdem pun mengisyaratkan masih mengincar posisi tersebut.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto menyatakan lebih baik Jaksa Agung berasal dari internal kejaksaan alias jaksa karir. Sementara, anggota komisi III Fraksi PKS, Nasir Djamil khawatir akan politik balas budi jika Jaksa Agung adalah kader partai.
"Apalagi kalau dia seorang politisi atau dia pernah sebagai anggota parpol dan tentu dia merasa berjasa dengan ketua umumnya karena ketumnya lah yang memfasilitasi dan menempatkan dia di situ," ujarnya beberapa waktu lalu.
Lantas, bagaimana sikap Nasdem terkait keputusan Jokowi untuk tak lagi mengangkat Jaksa Agung dari kalangan parpol?
"Apa pun juga terserah Bapak Presiden," begitu jawaban Ketum Nasdem Surya Paloh.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Hubungan Panas Dingin
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Jakarta Ujang Komarudin menilai memang sudah sewajarnya Jaksa Agung diambil dari internal kejaksaan atau profesional. Sebab, posisi penegak hukum rentan digunakan sebagai alat politik untuk Pilkada atau Pemilu.
Sikap Jokowi itu, menurut Ujang memberikan sinyal presiden tidak bisa diintervensi partai. Namun, setelah keputusan tersebut bisa muncul potensi hubungan panas-dingin antara Jokowi dan Surya Paloh.
"Bisa saja hubungan Jokowi dengan Surya Paloh dan Nasdem akan panas-dingin, naik-turun, dan bisa saja akan kurang harmonis. Namun harusnya Nasdem jangan marah jika kejaksaan diberikan kepada kaum profesional. Karena itu kan hak prerogatif presiden," ucap Ujang kepada merdeka.com, Rabu (14/8/2019)
Di sisi lain, Jokowi pun harus benar-benar tegas dengan makna non partai politik. Menurut pengamat politik UIN Jakarta Adi Prayitno, harus jelas kriteria seperti apa non partai politik itu. Apakah jaksa yang tidak pernah memiliki riwayat sebagai pengurus partai politik, atau mantan pengurus partai yang mengundurkan diri bisa disebut non partai. Karena kalau tidak, tetap akan menimbulkan polemik.
"Presiden harus bikin kriteria ketat soal jaksa non parpol itu," ucapnya.
Reporter: Ahda Bayhaqi
Sumber: Merdeka.com
Advertisement