Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Keluarga Alumni Gadjah Mada (Kagama) Ganjar Pranowo mengatakan, pandemi Covid-19 menimbulkan ketidakpastian dan dampak sosial yang perlu dicarikan solusi yang tuntas dan segera. Sebab, ternyata banyak masalah rumit yang ada di dalamnya. Seperti terkait bantuan dana, tidak semua warga bisa mendapatkan bantuan karena anggaran negara memiliki keterbatasan.
Selain soal keterbatasan bantuan, problem yang muncul di lapangan, kata Ganjar, adalah soal distribusi bantuan yang tidak merata. Ini terjadi karena belum tersedia data penerima bantuan yang valid. Data yang valid ini amat dibutuhkan untuk memastikan bantuan sosial merata dan tepat sasaran.
Baca Juga
"Sekarang ini kita mikir-mikir kalau bantuannya terbatas dan tidak merata serta pandeminya tidak segera berakhir, tentu saja ini menimbulkan ketidakpastian. Lalu (kekuatan) apa yang ada? Saya mikir yang ada adalah kekuatan desa, kekuatan komunitas, dan ekosistem yang sudah terbangun di sana," ujar Ganjar.
Advertisement
Dengan pendekatan sosiologis yang bagus, kultural yang bagus, kata dia, relasi antarkelompok kepentingan di level desa dapat menyusun konsensus sendiri.
"Karenanya kita butuh pendamping di desa. Saya senang sekali kemarin diminta untuk melepas mahasiswa KKN UGM ke lapangan. Inklusivitas di desa bisa kita dorong," ujar Ganjar dalam webinar bertajuk Desa Inklusif: Basis Solidaritas Bangsa.
Gubernur Jawa Tengah ini bercerita, di Jawa Tengah pihaknya menginisiasi adanya Jogo Tonggo. Yakni gerakan gotong-royong yang dilakukan masyarakat untuk saling menjaga satu sama lain dalam hal penerimaan bantuan dari pemerintah.
Hal itu, kata Ganjar, efektif untuk mengawal bantuan dari pemerintah agar sampai pada pihak yang berhak. Keterlibatan masyarakat desa secara aktif juga dirasakan Ganjar pada program canthelan yang diinisiasi Kagama. Gerakan ini sudah mulai ditiru di tingkat desa.
"Kemarin saya temukan di Temanggung, seorang ibu, Beliau asisten rumah tangga yang bosnya jualan sayuran. Yang bikin saya terenyuh itu, si Ibu nyumbang kacang panjang, bayem, kangkung, kubis, lombok. Semua disumbangkan. Lalu si ibu saya undang, kenapa ibu mau nyumbang? Mohon maaf, apa ibu tidak butuh?" cerita Ganjar.
"Beliau jawab, kasihan, Pak, kalau ada yang lapar. Ini pahala, investasi akhirat," imbuh dia menirukan percakapan.
Menurut Ganjar, nilai-nilai yang berkembang di desa tersebut sangat penting dan perlu terus didorong menjadi modal sosial untuk kebaikan bersama.
"Maka kawan-kawan pendamping desa, pendamping lokal, tokoh masyarakat, karang taruna, ini kekuatan yang sangat dahsyat," beber Ganjar.
Di samping itu, dia menyebut bahwa dunia saat ini sudah mulai menghentikan ekspor bahan makanan.
"Ini sebenarnya lonceng buat kita. Yuk kita gerakkan ketahanan pangan di level desa, kedaulatan pangan di level desa," ajaknya.
Â
Daulat Pangan
Ganjar juga mengajak masyarakat untuk mulai menggalakkan kebiasaan baru dalam mengatur menu makanan. Yakni dengan memanfaatkan bahan-bahan yang ada di sekeliling. Misalnya, nasi bisa dipadukan dengan umbi-umbian, sagu dengan beras, dan seterusnya.
"Ini kan soal daulat pangan. Ini soal perut kita yang bisa kita kontrol sendiri. Selama ini kan tubuh kita makan makanan olahan semacam mi instan. Padahal kala kita makan fresh food, tubuh kita bisa lebih sehat," Ganjar memungkasi.
Selain Ganjar, hadir dalam webinar ini Sekretaris Jenderal PP Kagama Arie Dwipayana, Sekjen Kemendes PDTT/ Wakil Ketua Umum II PP Kagama Anwar Sanusi, serta para narasumber Bito Wikantosa (Kabid Organisasi dan Sosial Kagama Prodesa, Direktur PSD Kemendesa PDTT), Andi Wahyuli (Kepala Desa Mallari, Bone, Sulawesi Selatan), Arie Sujito (Ketua Departemen Sosiologi UGM), dan Ade Siti Barokah (Pengurus Kagama, Pegiat Desa Inklusif The Asia Foundation).
Â
Advertisement