Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah pegawai honorer dari sejumlah provinsi mengajukan permohonan mendaftarkan permohonan judical review UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Mereka menilai terdapat beberapa pasal dalam UU tersebut yang merugikan keberadaan pegawai honorer.
Adapun pasal yang digugat antara lain, Pasal 6 huruf b tentang kriteria ASN yang terdiri dari PNS dan PPPK, Pasal 58 ayat (1) dan (2) tentang pengadaan ASN, dan Pasal 99 tentang pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
"Kami sebagai pemohon merasa bahwa hak kontitusional sebagai warga negara yang dijamin oleh UUD 1945 telah dirugikan," kata Koordinator Honorer Menggugat Yolis Suhadi di Gedung MK Jakarta Pusat, Senin (13/1/2020).
Advertisement
Yolis mengatakan, pemerintah dan DPR tak pernah serius membahas rencana revisi UU ASN. Para pegawai honorer, kata dia, kini pesimistis UU ASN tersebut akan dibahas oleh DPR periode 2019-2024.
Pasalnya, DPR periode sebelumnya hanya sekedar menjanjikan UU ASN akan direvisi namun hingga habis masa jabatan tak pernah kunjung terealisasi. Untuk itu, dia memilih untuk mengajukan permohonan uji materi UU ASN di MK.
"Kalau ada yang menjanjikan, 'Sabar honorer Indonesia, UU ASN sudah masuk prolegnas', maaf kami tak mau jadi korban janji revisi. Sebab berkaca dari UU KPK, MD3 dan beberapa UU lain, tanpa perlu ke Prolegnas-pun RUU disahkan menjadi UU," jelas Yolis.
"Sekali lagi kami menegaskan. Kami tidak mau menjadi Korban Janji Revisi," sambun Yolis.
Â
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Gunakan Hak Konstitusional
Selain itu, dia mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah menawarkan solusi apapun kepada para pegawai honorer. Janji pemerintah untuk memanusiakan honorer melalui tes PPPK, nasibnya pun kini tak juga jelas.
Yolis menyebut, pemerintah selalu berdalih bahwa hal itu tengah mengkaji aturan dan anggaran untuk menentukan status pegawai honorer. Dia pun sangat menyayangkan hal tersebut.
"Setelah kurang lebih 9 bulan pasca pengumuman rekan kita yang lulus test PPPK, itupun tak ada kabarnya sampai hari ini. Gaji mereka masih Rp 150 ribu," tutur dia.
Yolis menegaskan upaya pengajuan uji materi ini bukan untuk melawan pemerintah, namun hanya menggunakan hak konstitusional sebagai warga negara. Dia berharap hal ini dapat memberikan kejelasan status pegawai honorer.
Pengajuan uji materi ini berasal dari sekelompok pegawai honorer di 13 Provinsi. Mereka yakni, Tenaga Pendidik dan Kependidikan, Pegawai Honorer Teknis dan Administrasi, dan Tenaga Kesehatan. Uji materi terdaftar dengan nomor 1942/PAN.MK/I2020.
Â
Advertisement