BPIP: Banyak Pengikut Kerajaan Fiktif karena Terhimpit Ekonomi

Tidak sedikit masyarakat yang terpikat dengan beragam kerajaan tersebut. Sebagai dari mereka mempercayainya bahkan hingga menyetorkan sejumlah uang.

oleh Yopi Makdori diperbarui 21 Jan 2020, 11:35 WIB
Diterbitkan 21 Jan 2020, 11:35 WIB
Mengikuti Gerakan Suluh Kebangsaan Bersama Mahfud MD
Romo Benny saat menjadi pembicara dalam dialog Jelajah Kebangsaan bertema 'Merawat Moderasi Beragama' di Stasiun Cirebon, Selasa (19/2). Dialog Jelajah Kebangsaan diisi oleh narasumber yang kompeten. (Liputan6.com/JohanTallo)

Liputan6.com, Jakarta - Beberapa waktu lalu publik di Indonesia dihebohkan dengan munculnya beberapa kerajaan dengan motif penipuan. Kerajaan Agung Sejagad di Purworejo menjadi pionir terungkapnya beragam kerajaan fiktif yang berkembang di masyarakat. Kemudian disusul dengan Sunda Empire di Bandung serta Kesultanan Selacau Tunggul Rahayu di Tasikmalaya.

Tidak sedikit masyarakat yang terpikat dengan beragam kerajaan tersebut. Sebagai dari mereka mempercayainya bahkan hingga menyetorkan sejumlah uang.

Anggota Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Romo Benny Susetyo menganggapi fenomena ini sebagai bentuk kesulitan ekonomi di tengah masyarakat.

Karena hal ini, masyarakat yang percaya merindukan masa depan yang lebih baik. "Fenomena sosial bagian dari utopis yang berharap akan masa depan lebih makmur, cepat kaya tanpa bekerja keras," kata dia saat dihubungi Liputan6.com, Jakarta, Selasa (21/1/2020).

Benny menyebutkan, kondisi ekonomi masyarakat yang begitu sulit membuat mereka begitu mudah mencari jalan pintas.

"Dalam situasi ekonomi yang sulit, beban hidup yang berat, maka pelariannya mencari mimpi untuk mewujudkan kemakmuran semu," ia menerangkan.

Menurutnya, sikap seperti ini hanya bisa muncul di tengah masyarakat yang memiliki kesadaran kritis rendah. Olehnya publik akan mudah terkecoh dengan janji-janji utopis.

"Mimpi ini dijual oleh mereka menggunakan mitos dikombinasi kekuatan media sosial akibatnya nalar dan akal sehat direduksi oleh mimpi dan janji (fiktif)," terangnya.

Di samping itu, konsep ratu adil yang berkembang di tengah masyarakat juga menjadi pemicu mudahnya masyarakat untuk mempercayai janji kosong tersebut. Hal ini tak lain karena masyarakat dihadapkan pada realitas sosial-ekonomi yang tak sesuai harapan.

"Masyarakat mudah percaya pada mitos atau fenomena terhadap ratu adil. Mesianis yang dipercaya berlebihan," ucapnya.

Kondisi ini, menurut Benny membuat kerugian ekonomi yang besar bagi kelompok masyarakat tersebut. Oleh karenanya, ia meminta pemerintah daerah untuk sigap menanggapi fenomena munculnya banyak kerajaan ini.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Pemda Diharapkan Proaktif

Di samping juga memberikan pendidikan kritis kepada masyarakat. "Pemda proaktif segera mengambil tindakkan proaktif segera menghentikan aktivitas yang menyimpang dari norma dan jelas merugikan rakyat," tegas dia.

Ia juga meminta kepada pihak terkait untuk menanamkan pendidikan kritis sedini mungkin kepada masyarakat. Karena, ia melanjutkan, pendidikan kritis membuat masyarakat menjadi merdeka, tidak mudah terpengaruh.

"Ditanamkan sejak dasar agar siswa memiliki kemampuan nalar bisa membedakan mana benar dan salah," pungkasnya.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya