Liputan6.com, Jakarta - Penghapusan tenaga honorer telah disepakati oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) dan Komisi II DPR RI. Penghapusan diperlukan untuk mendapatkan sumber daya manusia atau SDM berkeahlian.
Menteri PAN RB Tjahjo Kumolo menjelaskan, agar berhasil dalam mewujudkan visi Indonesia Maju, diperlukan restrukturisasi komposisi Aparatur Sipil Negara (ASN), salah satunya dengan penghapusan tenaga honorer. Tujuannya untuk didominasi jabatan fungsional teknis berkeahlian sebagaimana visi Indonesia Maju.
"Saat ini jumlah PNS Indonesia mencapai 4.286.918 orang, dan sekitar 70 persen berada di Pemerintah Daerah (Pemda). Namun demikian porsinya masih belum berimbang karena didominasi oleh jabatan pelaksana yang bersifat administratif sebanyak 1,6 juta," ujar Tjahjo.
Advertisement
Pada kurun waktu 2005 hingga 2014, pemerintah telah mengangkat 860.220 Tenaga Honorer Kategori I (THK I) dan 209.872 Tenaga Honorer Kategori II (THK II).
Baca Juga
Dengan begitu, maka total tenaga honorer yang telah diangkat sebanyak 1.070.092 orang. Sehingga, jumlah keseluruhan dinilai tidak imbang.
"Itu sepertiga jumlah total ASN nasional yang tidak sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan organisasi, sehingga rata-rata komposisi ASN di kantor-kantor pemerintah sekitar 60 persen bersifat administratif," kata Tjahjo.
Lantas, bagaimana nasib tenaga honorer jika dihapus? Mereka bisa mengikuti tes untuk menjadi Pegawai Pemerintan dengan Perjanjian Kerja (PPPK)
Berikut nasib pegawai honorer nantinya usai status kepegawaiannya dihapus pemerintah:
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Jadi Pekerja Kontrak
Deputi Bidang SDM Aparatur Kementerian PANRB Setiawan Wangsaatmaja mengatakan, pegawai honorer yang ingin diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) harus memenuhi syarat yang ditetapkan. Selain itu juga sesuai porsi jabatan yang dibutuhkan setiap instansi.
"Bagi tenaga honorer yang masih memenuhi syarat silakan ikut tes seleksi," kata Setiawan di Kantor Kementerian PAN-RB, Jakarta.
Advertisement
Ditentukan Pemda
Setiawan menjelaskan, bagi pegawai honorer yang tidak lulus mengikuti seleksi PPPK, nasibnya akan diserahkan ke Pemerintah Daerah (Pemda) yang bersangkutan. Jika instansi tetap memerlukan, tenaga pegawai honorer masih bisa dipekerjakan.
"Bagi yang tidak lulus kurang lebih diserahkan ke Pemda masing-masing," tutur Setiawan.
Dia menegaskan, pegawai honorer yang bekerja setelah tidak lulus seleksi PPPK harus mendapat gaji yang layak, dengan besarannya sesuai Upah Minimum Regional (UMR) wilayah masing-masing.
"Kemudian di tetap bekerja, tapi diberikan UMR sesuai wilayah," ucapnya.
Â
Gaji Tak Layak
Setiawan mengatakan, pihaknya akan mencarikan solusi mengenai guru honorer. Salah satu permasalahan yang terjadi pada guru honorer adalah upah yang tidak layak, yaitu Rp 300 ribu per bulan.
"Ketika permasalahan muncul, ini salah satunya kok masih ada diberikan penghasilan Rp 300 ribu?" kata Setiawan.
Dia menjelaskan, guru honorer yang diangkat resmi seharunya penghasilannya sesuai Upah Minimum Regional (UMR) wilayah. Dia pun mempertanyakan proses perekrutan guru honorer yang masih mendapat upah rendah.
"Tidak mungkin guru honorer yang diangkat resmi penghasilannya rendah," tuturnya.
Â
Advertisement
Diberi Waktu 5 Tahun
Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) memberikan masa transisi kepada instansi pemerintah selama 5 tahun untuk membenahi formasi Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungannya. Ini dalam rangka rencana penghapusan tenaga honorer.
"Masa transisi 5 tahun ini untuk merapikan, kalau tidak akan terus masalah," kata Setiawan.
Selama lima tahun masa transisi, dia ingin tiap instansi pemerintah melakukan peninjauan kembali hal-hal yang sudah dilakukan. Masa transisi ini harus dimanfaatkan sebagai waktu menata kembali formasi pegawai sesuai kebutuhan.
Â
Pemda Tolak Gaji Pegawai Honorer
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Tjahjo Kumolo mengungkapkan kendala pengangkatan tenaga kerja honorer menjadi PNS.
Salah satunya adalah keengganan pemerintah daerah (Pemda) menanggung gaji tenaga honorer usai diangkat menjadi PNS.
Tjahjo menjelaskan, pengangkatan tenaga kerja honorer menjadi PNS harus berdasarkan usulan Pemda. Setelah disetujui, pembayaran gajinya merupakan tanggung jawab pemda, namun pemda justru meminta hal itu menjadi kewajiban pusat.
"Yang mengusulkan tenaga honorer itu daerah, tapi kan pada masa sekarang ini daerah tidak mau bayar. Problemnya daerah tidak mau (tanggung gajinya), mintanya pusat yang bayar," kata Tjahjo.
Dia mengungkapkan, pemda menolak membayar gaji karena beranggapan hal itu merupakan kewenangan pemerintah pusat sebagai pusat anggaran.
"Pusat kan yang punya uang bukan kami (pemda), kami hanya mengatur proses ujiannya, NIK-nya, dan sebagainya," ucap dia.
Tjahjo mengungkapkan, selama ini banyak pemda yang melakukan tes pengangkatan tenaga kerja honorer. Namun setelahnya, selalu terkendala masalah pembayaran gaji.
Â
Reporter: Merdeka
Sumber: Merdeka
Advertisement