Polri Serahkan 2 Tersangka Kasus Korupsi Kondensat ke Kejaksaan Agung

Sejak Mei 2015, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus kondensat.

oleh Nanda Perdana Putra diperbarui 30 Jan 2020, 12:10 WIB
Diterbitkan 30 Jan 2020, 12:10 WIB
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit di Bareskrim Polri, Kamis (30/1/2020). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)
Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit di Bareskrim Polri, Kamis (30/1/2020). (Liputan6.com/Nanda Perdana Putra)

Liputan6.com, Jakarta - Kabareskrim Polri Komjen Listyo Sigit menyerahkan dua tersangka kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) Kondensat yakni mantan Deputi Ekonomi dan Pemasaran BP Migas, Djoko Harsono; dan mantan Kepala BP Migas, Raden Priyono ke Kejaksaan Agung (Kejagung).

Pelimpahan tahap II tersebut dilakukan untuk tersangka Honggo Wendratno yang hingga kini masih dalam pengejaran.

"Beberapa hari ini kita sudah koordinasi dengan Kejaksaan Agung dan kita sepakat kasus ini kita limpahkan tahap II untuk dua tersangka dan satu tersangka diproses peradilan in absentia," tutur Listyo di Kantor Bareskrim Polri, Jakarta Selatan, Kamis (30/1/2020).

Listyo menyebut, pihaknya telah melakukan penyitaan aset di antaranya kilang minyak di Tuban, serta berbagai properti dan barang milik para tersangka. Aset tersebut untuk menutup seluruh kerugian negara yang ditimbulkan atas perkara itu.

"Dari penghitungan BPK kerugian negara USD 2,7 miliar atau Rp 36 triliun. Rp 35 triliun sudah dikembalikan ke negara dan Rp 1 triliun berupa aset akan kita serahkan," jelas Listyo.

Lebih lanjut, tersangka Djoko Harsono dan Raden Priyono yang dihadirkan telah melalui seluruh kurun waktu masa tahanan. Meski begitu, keduanya disebut kooperatif menjalani prosedur hukum.

Sejak Mei 2015, penyidik Bareskrim Polri sudah menetapkan tiga tersangka dalam kasus kondensat ini. Mereka adalah mantan Kepala BP Migas Raden Priyono, mantan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono, dan eks Direktur Utama TPPI Honggo Wendratno.

Tetapi yang sudah ditahan penyidik hanya Raden Priyono dan Djoko Harsono. Sementara Honggo Wendratno belum ditahan karena menjalani perawatan pascaoperasi jantung di Singapura.

Pada akhir 2017, Bareskrim Polri kembali menindaklanjuti perkara tersebut dengan menggarap berkas perkara tersangka Honggo Wendratno. Hanya saja, Bareskrim belum mau buka suara terkait berkas perkara Honggo.

"Itu materi. Kalau berkasnya sudah dikirim, berarti sudah ada pemeriksaan," ucap Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Pol Agung Setya saat dihubungi soal kasus kondensat di Jakarta, Selasa 19 Desember 2017.

Agung mengaku pihaknya telah memenuhi petunjuk formil dan materiil dari Jaksa Penuntut Umum (JPU). Namun ketika disinggung apakah optimistis berkas perkara bisa naik ke penuntutan, Agung hanya menjawab diplomatis. "Itu tanya Kejaksaannya saja," singkat Agung.

Seiring berjalannya kasus itu, penyidik Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri telah mengantongi kerugian negara atas kasus dugaan korupsi penjualan kondensat milik negara antara PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI) dan BP Migas.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kerugian Negara Lebih dari Kasus Century

Bareskrim Geledah Kantor Tersangka TPPI Terkait Korupsi Kondensat
Dirtipikor Bareskrim Polri saat menggeledah kantor PT.Polytama propindo di Jakarta, Kamis (18/6/2015). Penyidik menggeledah kantor pendiri TPPI Honggo Wendratmo terkait korupsi penjualan kondensat dari SKK Migas kepada PT TPPI. (Liputan6.com/Yoppy Renato)

Kasubdit Tindak Pidana Pencucian Uang ketika itu dijabat Kombes Golkar Pangarso membeberkan jumlah kerugian negara atas kasus tersebut. Dari hasil perhitungan kerugian negara (PKN) yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), diketahui kerugian negara atas kasus tersebut sebesar US$ 2,7 miliar atau setara Rp 36,9 triliun (kurs Rp 13.667,30).

"Jumat pekan kemarin kami terima. Perkara korupsi itu, jika merujuk pada PKN BPK, telah merugikan negara sebesar US$ 2,7 miliar atau jika dengan nilai tukar saat ini sebesar Rp 38 triliun," kata Golkar saat dihubungi di Jakarta, Senin 25 Januari 2016 silam.

Kombes Golkar mengungkapkan, berdasarkan hasil komunikasi dengan pihak BPK, besaran kerugian negara yang diakibatkan atas kasus penjualan kondensat ini sangat besar. Bahkan melebihi perkara kasus dugaan korupsi Bank Century.

"Berdasarkan komunikasi dengan BPK saat kami menerima PKN, itu adalah nilai kerugian negara terbesar yang pernah dihitung BPK dan disidik oleh polisi. Sebelumnya kan yang paling besar itu perkara Century," terang Golkar.

Belakangan mandeknya penyidikan korupsi penjualan kondensat lantaran jaksa berkeyakinan bahwa kasus tersebut adalah perdata. "Kita yakin bahwa kasus TPPI ada tindak pidana. Bukan perdata yang selama ini berkembang," kata Golkar di Jakarta, Senin 7 Maret 2016.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya