Perantara Suap ke Eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan Divonis 4 Tahun Penjara

Perantara kasus suap ke eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, divonis 4 tahun penjara.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 24 Agu 2020, 16:08 WIB
Diterbitkan 24 Agu 2020, 16:08 WIB
FOTO: Mantan Asisten Komisioner KPU Jalani Sidang Dakwaan
Mantan Asisten Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio Fridelia (kanan) usai menjalani sidang dakwaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/5/2020). Agustiani Tio Fridelia menjalani sidang dakwaan terkait dugaan suap PAW anggota DPR RI periode 2019-2024, Harun Masiku. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta - Perantara kasus suap ke eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan, Agustiani Tio, divonis 4 tahun penjara. Dia dinyatakan bersalah terlibat kasus suap penggantian antar waktu (PAW) anggota DPR RI periode 2019-2024.

"Mengadili, menyatakan Agustiani Tio telah bersalah terbukti melakukan tindak pidana korupsi, menjatuhkan terdakwa pidana penjara selama 4 tahun," kata hakim ketua sembari mengetuk palu vonis di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (24/8/2020).

Menurut majelis hakim, Agustiani Tio bersama Wahyu Setiawan telah melakukan praktek rasuah sebagaimana dalam dakwaan jaksa.

"Terdakwa telah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dalam dakwaan kesatu primer kumulatif kedua," lanjut hakim.

Selain bui, hakim menjatuhkan hukuman pidana denda sebesar Rp 150 juta kepada Agustiani Tio, dengan ketentuan apabila pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 4 bulan.

Vonis terkait kasus suap Wahyu Setiawan ini lebih ringan dari tuntutan jaksa. Jaksa menuntut Agustiani Tio dengan hukuman empat tahun penjara dan denda Rp 200 juta subsider 6 bulan kurungan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:


Keterlibatan Agustiani Tio

Ekspresi Wahyu Setiawan Usai Jalani Sidang Dakwaan
Mantan Komisioner KPU RI, Wahyu Setiawan usai menjalani sidang dengan agenda dakwaan saat sidang online di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/5/2020). Wahyu Setiawan diperiksa terkait dugaan menerima suap pengurusan PAW anggota DPR dari PDIP. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Kasus ini bermula ketika caleg PDIP Nazarudin Kiemas meninggal dunia pada 26 Maret 2019 sebelum pemilu diselenggarakan. DPP PDIP saat itu menyampaikan kepada KPU perihal meninggalnya Nazaruddin Kiemas dan meminta agar nama Nazarudin Keimas dicoret dari daftar calon tetap. Namun namanya tetap tercantum dalam surat suara.

Sekitar bulan Juli 2019 PDIP menggelar pleno yang memutuskan Harun Masiku ditetapkan sebagai calon pengganti terpilih yang menerima pelimpahan suara dari Nazarudin Kiemas. Nazarudin memperoleh suara 34.276.

Atas dasar rapat pleno itu Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto memerintahkan kuasa hukum PDIP, Donny Tri Istoqomah berkirim surat ke KPU. Mengetahui hal tersebut, Harun Masiku langsung menemui Saeful Bahri meminta tolong agar Harun bisa menggantikan Riezky Aprilia dengan cara apapun.

"Permintaan ini disanggupi oleh Saeful Bahri," kata jaksa.

Kemudian, PDIP mengirim surat kepada KPU berdasarkan putusan Mahkamah Agung No.57P/HUM/2019 yang pada pokoknya meminta suara sah Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku. Namun KPU tidak mengakomodir permohonan DPP PDIP karena dinilai tidak sesuai dengan perundang-undangan.

Atas hal itu, Harun menemui Ketua KPU Arief Budiman agar mengabulkan permohonan MA terkait PAW tersebut. Namun, Arief memutuskan tidak mengakomodir permohonan itu.

Karena tidak diakomodir, Saeful Bahri menghubungi Wahyu dan meminta tolong untuk memuluskan jalan Harun menjadi anggota legislatif. Permintaan tolong itu disampaikan Agustiani Tio, dan Wahyu pun menyanggupi permintaan itu.

Setelah caleg DPR dilantik pada 1 Oktober 2019, Agustiani Tio menghubungi Saeful dan menanyakan perihal uang operasional terkait PAW DPR. Saeful lantas menawarkan uang Rp 750 juta ke Wahyu melalui Agustiani asal KPU menyetujui permohonan PAW tersebut.

"Namun Wahyu meminta besaran lebih, yakni Rp 1 miliar. Uang itu kemudian disanggupi Saeful Bahri," kata jaksa.

Saeful lantas menemui Harun Masiku dan membicarakan permintaan Wahyu Setiawan. Saeful mengatakan Wahyu meminta uang Rp 1,5 miliar dan Harun menyetujui itu dengan syarat Wahyu bisa membuat Harun duduk di kursi DPR.

Setelah Wahyu, Agustiani, dan Saeful sepakat dan mengurusi semua. Harun terlebih dahulu memberikan uang kepada Saeful Rp 400 juta untuk diserahkan kepada Wahyu sebagai DP yang dititipkan melalui Kusnadi dan Donny Tri Istiqomah.

Selanjutnya Agustiani melalui Moh Ilham Yulianto menukarkan uang Rp 200 juta ke dalam pecahan mata uang dolar Singapura, yakni SGD 20 ribu untuk diberikan kepada Wahyu Setiawan sebagai uang DP terlebih dahulu yang diserahkan di Plaza Senayan.

Jaksa mengatakan Saeful juga melakukan pertemuan dengan Wahyu dan Agustina di sebuah restoran di Mal Pejaten Village. Dalam Pertemuan itu, jaksa mengungkapkan Agustiani menyerahkan uang sebesar SGD 19 ribu kepada Wahyu atas permintaan Saeful, tapi hanya diambil SGD 15 ribu oleh Wahyu, sementara SGD 4 ribu diserahkan Wahyu ke Agustiani.

Tak hanya itu, pada 26 Desember 2019, Harun Masiku kembali menghubungi Saeful dan memberikan uang Rp 850 juta. Dari uang itu, Saeful akan memberi Wahyu Rp 400 juta dalam bentuk dolar Singapura sebesar SGD 38.350.

Jaksa juga mengungkapkan Agustiani meminta uang ke Saeful untuk keperluan pribadinya sebesar Rp 50 juta, kemudian diserahkan Saeful cash di Apartemen Mediterania, Jakarta.

Pada 8 Januari 2020, Wahyu menghubungi Agustiani agar mentransfer sebagian uang yang telah diterima dari Saeful sebesar Rp 50 juta ke rekening Wahyu. Namun sebelum mentransfer uang tersebut, Wahyu dan Agustiani Tio diamankan petugas KPK berikut bukti uang sejumlah SGD 38.350 dari Agustiani.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya