Liputan6.com, Jakarta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan belum menerima salinan putusan lengkap 22 perkara kasus korupsi yang hukumannya dipotong Mahkamah Agung (MA). MA memotong hukuman para terpidana kasus korupsi melalui upaya hukum peninjauan kembali (PK).
"Hingga saat ini KPK belum menerima salinan putusan lengkap secara resmi dari MA terkait putusan majelis PK atas sekitar 22 perkara yang mendapatkan pengurangan hukuman," ujar Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri, Rabu (30/9/2020).
Baca Juga
Untuk itu, Ali berharap MA dapat segera mengirimkan salinan putusan lengkap. Setidaknya, dengan salinan putusan lengkap tersebut, menurut Ali, KPK bisa mempelajari lebih lanjut pertimbangan hakim dalam memutus pengajuan PK para koruptor.
Advertisement
"Kami berharap MA dapat segera mengirimkan salinan putusan lengkap tersebut agar kami dapat pelajari lebih lanjut apa yang menjadi pertimbangan majelis hakim," kata Ali.
Ali mengatakan, hingga saat ini setidaknya ada 38 koruptor yang perkaranya ditangani KPK mengajukan PK ke MA. Ali berharap, meski PK merupakan hak terpidana, namun jangan sampai upaya hukum PK menjadi modus baru bagi para koruptor untuk mengurangi hukumannya.
"Fenomena ini seharusnya dapat dibaca bahwa sekalipun PK adalah hak terpidana, namun dengan banyaknya permohonan PK perkara yang misalnya baru saja selesai eksekusi pada putusan tingkat pertama jangan sampai dijadikan modus baru para napi koruptor dalam upaya mengurangi hukumannya," kata Plt Jubir KPK ini.
Saksikan video pilihan di bawah ini
MA Sebut Putusan PK Terpidana Korupsi Sesuai Rasa Keadilan
Sebelumnya, Kepala Biro Hukum dan Humas Mahkamah Agung (MA) Abdullah menyebut pihaknya saat memberikan vonis terhadap para terpidana kasus korupsi berdasarkan rasa keadilan.
Menurut Abdulllah, setiap vonis yang dijatuhkan Majelis Hakim MA dalam upaya hukum peninjauan kembali (PK) yang diajukan para terpidana korupsi tak bisa dipengaruhi oleh siapa pun, dalam kondisi apa pun.
"Memutus perkara merupakan kewenangan hakim, sesuai dengan rasa keadilan majelis hakim yang bersangkutan. Majelis hakim memiliki independensi yang tidak bisa dipengaruhi siapa pun," ujar Abdullah dalam keterangannya, Rabu (30/9/2020).
Abdullah meminta kepada masyarakat untuk menghormati putusan yang dijatuhkan hakim terhadap terpidana korupsi. Abdullah menyarankan agar setiap masyarakat tak mudah terprovokasi oleh hal apa pun terkait vonis majelis PK MA.
"Saya dan siapapun tetap harus menghormati putusan apa adanya. Jika memberikan komentar lebih bijak membaca putusan lebih dahulu. Setelah mengetahui legal reasoningnya baru memberikan komentar, kritik, maupun saran-saran. Putusan tidak bisa dipahami hanya dengan membaca amarnya saja," kata Abdullah.
Advertisement