Pengacara Sebut Fakta Sidang Menyatakan Tak Ada Aliran Dana ke Nurhadi

Menurut Ikhsan, dalam persidangan kemarin Rahmat menyatakan tak pernah meminta bantuan Nurhadi.

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Nov 2020, 04:33 WIB
Diterbitkan 20 Nov 2020, 04:33 WIB
FOTO: Usai Jalani Pemeriksaan Lanjutan, Mantan Sekretaris MA Nurhadi Diam Tertunduk
Mantan Sekretaris MA Nurhadi usai menjalani pemeriksaan lanjutan di Gedung KPK, Jakarta, Rabu (26/8/2020). Nurhadi diperiksa untuk penyidikan dugaan penerimaan suap dan gratifikasi yang mencapai Rp 46 miliar dalam pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA). (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Tim penasihat hukum mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi, Mohammad Ikhsan meenyebut dalam fakta persidangan menyatakan tak ada aliran dana ke kliennya. Dia mengatakan hal tersebut berdasarkan keterangan para saksi yang dihadirkan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat.

Menurut Ikhsan, saksi Rahmat Santoso yang dihadirkan sebagai saksi pada Rabu 18 November 2020 kemarin, menyebut tak ada aliran uang yang diterima Nurhadi maupun menantunya, Rezky Herbiono.

"Kami rekam dan catat, jelas sekali Rahmat Santoso yang merupakan adik ipar dari Nurhadi dan berprofesi sebagai advokat ini, telah menyatakan dengan tegas dalam persidangan kemarin bahwa ia sama sekali tidak pernah meminta bantuan kepada Nurhadi untuk memenangkan perkara yang diurusnya," ujar Ikhsan, Kamis (19/11/2020).

Rahmat Santoso merupakan tim pengacara Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal (MIT) Hiendra Soenjoto. Hiendra didakwa menyuap Nurhadi dan Rezky agar Nurhadi membantu perkaranya di MA.

Menurut Ikhsan, dalam persidangan kemarin Rahmat menyatakan tak pernah meminta bantuan Nurhadi.

"Saksi Rahmat Santoso dengan tegas menyatakan sama sekali tidak pernah minta bantuan kepada Nurhadi untuk memenangkan perkara itu," kata Ikhsan.

Ikhsan juga mengutip keterangan Legal Manager PT MIT FX Wisnu Pancara. Menurut Ikhsan, keterangan Wisnu menguatkan bahwa pentransferan uang dari Hiendra Soenjoto kepada Rezky Herbiyono yang dipermasalahkan adalah murni kerjasama bisnis dalam proyek pembangkit listrik mini hidro (PLTMH).

Saksi Wisnu menyatakan Hiendra Soenjoto mendapatkan informasi dari Legal Adviser PT MIT Onggang JN, pada sekitar tahun 2015 yang bersumber dari website informasi perkara (SIPP) MA bahwa Putusan PK perkara No. 116 PK/Pdt/2015, tertanggal 18 Juni 2015, antara PT MIT melawan PT KBN (persero), MA menyatakan menolak Permohonan PK yang diajukan oleh PT MIT yang merupakan perusahaan Hiendra, yang mana Nurhadi dan Rezky Herbiyono didakwa membantu perkara ini.

"Bagaimana mungkin Hiendra Soenjoto yang sudah tahu bahwa perkaranya telah ditolak oleh MA, lalu mentransfer uang kepada Rezky Herbiyono sejumlah lebih kurang Rp 35 milyar secara bertahap yakni pada 2 Juli 2015 hingga 5 Februari 2016 untuk mengurus PK itu agar dikabulkan MA?" kata Ikhsan.

Ikhsan menilai, pernyataan Wisnu Pancara adalah fakta persidangan yang menunjukkan pemberian uang itu sesuai perjanjian bisnis yang telah disepakati Hiendra untuk mengakuisisi 100% saham perusahaan milik Rezky Herbiyono, yaitu PT Herbiyono Energi Industri, dengan harga total sebesar Rp 45 milyar.

Ikhsan berharap, fakta-fakta persidangan tersebut dicermati dengan baik. "Kita pegang fakta persidangan saja," kata dia.

 

** #IngatPesanIbu

Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.

Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Suap dan Gratifikasi

Nurhadi didakwa bersama menantunya Rezky Herbiono menerima suap dan gratifikasi Rp 45.726.955.000. Suap dan gratifikasi tersebut diberikan Hiendra Soenjoto selaku Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) untuk membantu Hiendra mengurus perkara.

Uang suap diberikan secara bertahap sejak 22 Mei 2015 hingga 5 Februari 2016.

Selain menerima suap senilai Rp 45 miliar lebih, Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp 37,2 miliar. Gratifikasi diterima Nurhadi selama 3 tahun sejak 2014 hingga 2017. Uang gratifikasi ini diberikan oleh 5 orang dari perkara berbeda.

Jika ditotal penerimaan suap dan gratifikasi, keduanya menerima suap dan gratifikasi sebesar Rp 83.013.955.000.

Sementara Hiendra Soenjoto yang dijerat dalam perkara ini baru ditangkap pada 29 Oktober 2020 kemarin. Perkara Hiendra yang sempat menjadi buronan ini masih dalam tahap penyidikan.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya