Liputan6.com, Jakarta - Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo. Edhy diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi kasus dugaan suap izin ekspor benih lobster atau benur di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, terhadap Edhy Prabowo, tim penyidik menelisik aliran uang yang diduga diterima mantan Menteri KP itu dan tersangka lainnya dari pihak eksportir.
"Penyidik mendalami terkait dugaan aliran uang dari berbagai pihak eksportir yang mendapatkan izin ekspor benih lobster maupun pengirimannya," ujar Ali dalam keterangannya, Selasa (29/12/2020).
Advertisement
Selain soal aliran suap, tim penyidik juga mencecar Edhy terkait mekanisme pengurusan izin ekspor benur.
"Di samping itu, penyidik juga mendalami soal pengetahuan saksi mengenai mekanisme pengurusan untuk perizinan ekspor benur lobster tersebut," kata Ali.
Â
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Jerat 7 Tersangka
Dalam kasus ini KPK menjerat Edhy Prabowo dan enam tersangka lainnya. Mereka adalah Safri (SAF) selaku Stafsus Menteri KKP, Siswadi (SWD) selaku Pengurus PT Aero Citra Kargo, Ainul Faqih (AF) selaku Staf istri Menteri KKP, Andreau Pribadi Misanta (APM) selaku Stafsus Menteri KKP, Amiril Mukminin (AM) selaku sespri menteri, dan Suharjito (SJT) selaku Direktur PT Dua Putra Perkasa Pratama (DPPP).
Edhy diduga telah menerima sejumlah uang dari Suharjito, chairman holding company PT Dua Putera Perkasa (DPP). Perusahaan Suharjito telah 10 kali mengirim benih lobster dengan menggunakan jasa PT Aero Citra Kargo (PT ACK).
Untuk melakukan ekspor benih lobster hanya dapat melalui forwarder PT Aero Citra Kargo dengan biaya angkut Rp 1.800/ekor.
Diduga upaya monopoli itu dimulai dengan Surat Keputusan Nomor 53/KEP MEN-KP/2020 tentang Tim Uji Tuntas (Due Diligence) Perizinan Usaha Perikanan Budidaya Lobster yang diterbitkan Edhy pada 14 Mei 2020.
Advertisement