Bawaslu: Kasus Sabu Raijua Pertama Kali Terjadi Selama Pilkada

Terkait alternatif pembatalan keterpilihan Riwu Kore sebagai bupati terpilih Sabu Raijua, ada tiga hal yang dapat berkembang dalam diskusi.

oleh Rinaldo diperbarui 05 Feb 2021, 03:27 WIB
Diterbitkan 05 Feb 2021, 03:27 WIB
Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, kiri bersama pasangan calonya. (Foto Istimewah)
Bupati terpilih Kabupaten Sabu Raijua, Nusa Tenggara Timur, kiri bersama pasangan calonya. (Foto Istimewah)

Liputan6.com, Jakarta - Anggota Badan Pengawas Pemilu, Fritz Edward Siregar, mengatakan kasus pelanggaran pemilu yang dilakukan bupati terpilih Sabu Raijua, Orient Patriot Riwu Kore, merupakan pertama kalinya selama penyelenggaraan Pilkada di Indonesia.

"Kami memang bertemu dengan persoalan hukum yang belum pernah terjadi selama proses Pilkada," kata dia, dalam keterangan pers dari Gedung Badan Pengawas Pemilu, di Jakarta, Kamis (4/2/2021).

Ia menjelaskan, alasan Badan Pengawas Pemilu merekomendasikan penundaan pelantikan terhadap bupati dan wakil bupati terpilih Sabu Raijua karena pihak-pihak penyelenggara Pilkada masih mengembangkan pembahasan terkait dasar hukum yang dapat disangkakan kepada Riwu Kore.

Selain itu, lanjutnya, merujuk pada Pasal 13 dan Pasal 30 UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada, tugas-tugas pengawasan penyelenggaraan pilkada oleh Bawaslu berakhir pada saat penetapan kepala daerah terpilih oleh Komisi Pemilihan Umum.

"Proses penetapan sudah selesai dan dokumen juga sudah diserahkan kepada menteri dalam negeri untuk selanjutnya tahapan pelantikan," katanya seperti dikutip Antara.

Peraturan hukum paling tinggi yang mengatur tentang Pilkada adalah UU Nomor 10/2016. Pada pasal 7 ayat 1 UU Nomor 10/2016 tentang Pilkada dikatakan bahwa kepala daerah haruslah seorang yang menyandang kewarganegaraan Indonesia.

Sementara peraturan paling tinggi tentang kewarganegaraan Indonesia adalah UU Nomor 12/2006, dimana pada pasal 23 huruf h UU Nomor 12/2006 dikatakan bahwa warga negara Indonesia kehilangan hak kewarganegaraan Indonesia-nya jika memiiki kartu identitas resmi dari negara lain.

Terkait alternatif pembatalan keterpilihan Riwu Kore sebagai bupati terpilih Sabu Raijua, dia mengatakan ada tiga hal yang dapat berkembang dalam diskusi.

Pertama, belum ada dasar hukum bagi kepala daerah, yang sudah ditetapkan sebagai pemenang pilkada, kemudian dibatalkan keterpilihannya karena pelanggaran saat pendaftaran dan verifikasi berkas bakal calon.

Kedua, apabila keterpilihan Riwu Kore sebagai bupati Sabu Raijua dibatalkan, maka akan muncul pertanyaan terkait institusi yang berwenang membatalkan.

"Pertanyaan hukumnya adalah, apabila seorang calon yang sudah ditetapkan kemudian dibatalkan, lembaga mana yang berwenang untuk membatalkannya? Apakah Badan Pengawas Pemilu, KPU atau Kementerian Dalam Negeri? Itu juga persoalan hukum yang harus kami lihat," kata dia.

Ketiga, dalam kasus Pilkada Sabu Raijua itu muncul pembahasan terkait siapa yang akan dibatalkan, apakah hanya bupati terpilih atau beserta wakil bupati terpilih.

"Lalu, kalau ada kemungkinan dibatalkan dan ada lembaga yang berwenang membatalkan, siapa yang dibatalkan? Apakah salah satu paslon atau kedua-duanya dapat dibatalkan?" tukasnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Memiliki Dua Kewarganegaraan

Riwu Kore diketahui memiliki dua kewarganegaraan, Indonesia dan Amerika Serikat, pada saat dia mendaftarkan diri sebagai calon kepala daerah. Orient maju dalam Pilkada Kabupaten Sabu Raijua 2020 bersama Thobias Uly sebagai calon bupati, dengan mendapat dukungan dari Partai Demokrat, PDI Perjuangan, dan Partai Gerindra.

Riwu Kore-Uly memenangi Pilkada dengan perolehan suara 48,3 persen dan mengalahkan pasangan Nikodemus N Rihi Heke-Yohanis Uly Kale dengan 30,1 persen suara, serta pasangan Takem Irianto Radja Pono-Herman Hegi Radja Haba dengan 21,6 persen suara.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya