5 Hasil Survei SMRC Terkait Kondisi Kebebasan Sipil di Tanah Air

Salah satu hasil survei SMRC yaitu sebanyak 39 persen masyarakat takut untuk berbicara soal politik.

oleh Liputan6.com diperbarui 07 Apr 2021, 15:07 WIB
Diterbitkan 07 Apr 2021, 15:07 WIB
Rilis Survei SMRC. (Delvira Hutabarat/Liputan6.com)
Rilis Survei SMRC. (Delvira Hutabarat/Liputan6.com)

Liputan6.com, Jakarta - Lembaga Survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membeberkan hasil survei terkini soal kondisi kebebasan sipil di Tanah Air. Survei ini dilakukan pada 28 Februari 2021-8 Maret 2021.

Salah satu hasil survei yaitu sebanyak 39 persen masyarakat takut untuk berbicara soal politik. Hal tersebut disampaikan Manajer Program SMRC Saidiman Ahmad.

"Masyarakat sekarang yang takut berbicara politik itu jumlahnya ada 39 persen," kata Saidiman dalam konferensi pers daring, Selasa, 6 April 2021.

Selain itu, survei memuat soal respons masyarakat terkait Front Pembela Islam (FPI) yang telah dibubarkan pemerintah.

"Dalam survei yang mengambil 1.220 responden itu menyebut, 77 persen masyarakat mengetahui FPI dibubarkan. Dan dari situ, sebanyak 59 persen setuju akan pembubaran FPI," papar Saidiman.

Terkait survei, populasinya adalah seluruh warga negara Indonesia (WNI) yang sudah memiliki hak pilih dalam pemilihan umum, yaitu mereka yang berusia 17 tahun atau sudah menikah ketika survei dilakukan.

Dari populasi tersebut dipilih secara random (multistage random sampling) 1.220 responden. Response rate atau responden yang dapat diwawancarai secara valid) sebesar 1.064 atau 87 persen.

Dari sebanyak 1.064 responden ini yang dianalisis, margin of error rata-rata dari survei dengan ukuran sampel tersebut sebesar kurang lebih 3.07 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen dengan asumsi simple random sampling. Yang tak bisa diwawancarai sebagian besar mereka tidak ada di tempat, di luar rumah atau luar kota.

Selanjutnya, responden terpilih diwawancarai melalui tatap muka oleh pewawancara yang telah dilatih. Quality control terhadap hasil wawancara dilakukan secara acak sebesar 20 persen dari total sampel oleh supervisor dengan kembali mendatangi responden terpilih (spot check).

Berikut deretan hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) terkait kondisi kebebasan sipil di Tanah Air dihimpun Liputan6.com:

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

39 Persen Masyarakat Takut Bicara Soal Politik

Survei SMRC Tren Elektabilitas Jokowi Terus Ungguli Prabowo
CEO SMRC Djayadi Hanan memaparkan grafik saat rilis hasil survei nasional Tren Elektabilitas Capres: Pengalaman Menjelang Hari H (2004-2019) di Kantor SMRC, Jakarta, Minggu (7/10). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Lembaga survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) membeberkan hasil survei terbarunya soal kondisi kebebasan sipil di Tanah Air. Manajer Program SMRC, Saidiman Ahmad mengungkapkan bahwa sebanyak 39 persen masyarakat takut untuk berbicara soal politik.

"Masyarakat sekarang yang takut berbicara politik itu jumlahnya ada 39 persen," kata Saidiman dalam konferensi pers daring, Selasa, 6 April 2021.

Menurutnya, temuan ini mengalami tren kenaikan, namun masih lebih kecil dibandingkan temuan pada tahun lalu.

"Kita sudah tanyakan dalam survei sejak tahun 2004 dan kita melihat ada tren naik dari mereka yang menyatakan bahwa masyarakat sekarang takut berbicara masalah politik. Yang berbicara sering dan selalu (takut) itu mengalami kenaikan," ucap dia.

Pada temuan SMRC di Juli 2014, kata Saidiman, hanya ada 16 persen warga yang mengaku takut membicarakan topik soal politik.

 

59 Persen Masyarakat Dukung Pembubaran FPI

FOTO: Suasana Sekitar Markas FPI Pasca Dibubarkan Pemerintah
Pengendara sepeda motor melintas di depan poster Rizieq Shihab di Jalan Petamburan 3, Jakarta, Rabu (30/12/2020). Pemerintah memutuskan untuk menghentikan kegiatan dan membubarkan organisasi massa Front Pembela Islam (FPI). (merdeka.com/Imam Buhori)

Selain itu, hasil survei selanjutnya memuat respon masyarakat terkait Front Pembela Islam (FPI) yang telah dibubarkan pemerintah.

Saidiman menjelaskan, dalam survei yang mengambil 1.220 responden itu, menyebut 77 persen masyarakat mengetahui FPI dibubarkan.

Dan dari situ, sebanyak 59 persen setuju akan pembubaran tersebut, dan 35 persen tak setuju, sisanya memilih tidak jawab atau tidak tahu.

"Ini menunjukkan langkah pemerintah membubarkan FPI tahun lalu mendapat dukungan dari masyarakat," kata Saidiman.

 

Umat Islam Terbelah Merespons Penembakan 6 Laskar FPI

20170201-Habib Rizieq Diperiksa terkait Kasus Makar di Polda-Jakarta
Pimpinan FPI Rizieq Shihab bereaksi saat dicecar pertanyaan oleh awak media di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu (1/2). Rizieq Shihab akan diperiksa sebagai saksi kasus dugaan makar yang menjerat Sri Bintang Pamungkas. (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Hasil survei selanjutnya menunjukkan, umat Islam di Indonesia terbelah merespons penembakan yang menewaskan 6 anggota laskar FPI oleh polisi.

"Di antara yang tahu, persentase warga muslim yang menilai penembakan itu sesuai prosedur hukum yang bersandar pada prinsip HAM sekitar 37 persen, selisihnya sangat tipis dengan persentase mereka yang menganggap penembakan tersebut melanggar prosedur hukum yang bersandar pada prinsip HAM, 38 persen," ujar Saidiman.

Penembakan para anggota FPI tersebut terjadi pada Desember 2020. Ketika itu terjadi bentrok antara anggota FPI yang mengawal perjalanan Rizieq Shihab dengan anggota polisi.

Polisi menyatakan, penembakan dilakukan sebagai upaya membela diri karena diserang anggota FPI, sementara FPI menuding polisi menyerang terlebih dahulu.

Komnas HAM menyatakan tidak ada pelanggaran HAM berat, namun menduga ada pembunuhan di luar hukum.

Survei SMRC ini menunjukkan, 62 persen warga muslim tahu adanya bentrokan yang mengakibatkan tewasnya enam orang anggota FPI tersebut.

Dari yang tahu, 34 persen percaya anggota FPI yang menyerang polisi dan 31 persen percaya anggota polisi yang menyerang pihak FPI.

 

79 Persen Warga Sepakat Pelarangan HTI

Gugatan Ditolak, Massa HTI Sujud Syukur di Luar Gedung PTUN
Massa dari HTI membentangkan poster saat menunggu putusan sidang gugatan di luar Gedung Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Jakarta, Senin (7/5). (Merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Survei selanjutnya menunjukkan, 79 persen warga yang mengetahui tentang Hizbut Tharir Indonesia (HTI) dilarang oleh pemerintah menyatakan bahwa mereka setuju akan hal tersebut.

"Ini menunjukkan langkah pemerintah melarang HTI tahun lalu mendapat dukungan kuat dari masyarakat," kata Saidiman.

Menurut Saidiman, terdapat 32 persen warga yang tahu HTI. Dari yang tahu tersebut, 76 persen tahu HTI telah dilarang.

Dan dari yang tahu HTI telah dilarang, 79 persen menyatakan setuju dengan pelarangan HTI. Dan yang tidak setuju hanya 13 persen, dan yang tidak menjawab 8 persen.

 

54 Persen Umat Islam Tak Percaya Dibungkam Pemerintah

Dibubarkan Pemerintah, Papan Nama Kantor DPP HTI Ditutup
Suasana markas besar DPP Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) di Jakarta, Kamis (20/7). Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkum HAM) secara resmi telah mencabut status badan hukum organisasi kemasyarakatan HTI.(Liputan6.com/Faizal Fanani)

Hasil survei lainnya yaitu memuat respon masyarakat khususnya umat muslim yang merespon kebijakan pemerintah.

Sebanyak 54 persen responden umat muslim mengaku tidak mempercayai narasi bahwa mereka dibungkam leh pemerintah.

"Yang tidak percaya dan sangat tidak percaya itu 54 persen, itu mayoritas," kata Saidiman.

Sedangkan yang sangat percaya bahwa pemerintah membungkam umat Islam ada 3 persen, dan yang percaya ada 29 persen. Tidak Tahu atau tak menjawab ada 14 persen.

Sementara, temuan SMRC lainnya, menyebut sebanyak 60 persen tidak percaya atau sangat tidak percaya pemerintah melakukan kriminalisasi ulama.

Sedangkan percaya ada 24 persen dan sangat percaya 3 persen. Sedangkan yang memilih tidak tahu atau tak menjawab ada 13 persen.

Adapun survei ini mengambil 1.220 responden yang dipilih secara random. Namun, yang berhasil diwawancari hanya 1.064 respoden. Adapun Margin of error kurang lebih 3,07 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Sedangkan jumlah sampel yang beragama Islam, ada 88,8 persen dari total responden.

Meski mayoritas masih percaya pemerintah, Saidiman menilai bahwa pemerintah punya pekerjaan besar untuk lebih meyakinkan masyarakat.

"Nampaknya pemerintah memiliki pekerjaan rumah untuk meyakinkan umat Islam bahwa tuduhan kriminalisasi ulama dan pembungkaman terhadap umat Islam tidaklah benar," jelas Saidiman.

 

(Cinta Islamiwati)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya