Pemerintah Susun Kebijakan Biaya PCR Test dan Vaksinasi untuk Pekerja Migran

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan pemerintah akan membuat kebijakan agar biaya PCR test dan vaksinasi tidak membebani calon pekerja migran Indonesia (PMI).

oleh Lizsa Egeham diperbarui 04 Mei 2021, 10:15 WIB
Diterbitkan 04 Mei 2021, 10:15 WIB
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. (Liputan6.com/Hanz Jimenez Salim)
Kepala Kantor Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko. (Liputan6.com/Hanz Jimenez Salim)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menegaskan pemerintah akan membuat kebijakan agar biaya PCR test dan vaksinasi tidak membebani calon pekerja migran Indonesia (PMI). Adapun PCR test merupakan salah satu syarat perjalanan bagi PMI ke negara penempatan.

Saat ini, harga PCR test relatif mahal apabila dilakukan secara mandiri. Terlebih, kondisi keuangan setiap para pekerja migran berbeda dan harga PCR test cukup mahal bagi PMI yang tergolong orang tidak mampu.

"Saya concern ke tenaga kerja, jangan membebani mereka. Jangan pula biaya PCR test maupun vaksinasi jadi area permainan," kata Moeldoko dikutip dari siaran persnya, Jakarta, Selasa (4/5/2021).

Menurut dia, para pekerja migran Indonesia yang bekerja di luar negeri sudah sepatutnya mendapatkan perhatian dan perlakuan istimewa dari negara. Hal ini mengingat peran mereka terhadap pergerakan roda ekonomi bangsa sangat besar dan signifikan.

"Bahkan, negara memperoleh cadangan devisa hingga Rp 159,6 triliun pada 2020. Ini mengindikasikan masa depan bangsa salah satunya berada pada diaspora tenaga kerja Indonesia di luar negeri," jelasnya.

Moeldoko menekankan negara tidak hanya melihat pekerja migransebagai penggerak sumbu ekonomi. Namun, juga sebagai etalase bangsa yang menjadi wajah dan merepresentasikan Indonesia di dunia internasional.

"Oleh karena itu, sudah sewajarnya pemerintah menaruh perhatian sangat besar kepada PMI, dan memberikan red carpet bagi mereka," ujarnya.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kirim Kembali PMI

Sebelumnya, pemerintah secara resmi membuka kembali penempatan PMI dalam masa adaptasi kebiasaan baru (new normal) pada pertengahan 2020. Hal ini dilakukan untuk mendukung percepatan pemulihan nasional serta memperhatikan kebijakan beberapa negara penempatan yang sudah membuka tenaga kerja asing.

Salah satu yang sedang disiapkan adalah pengiriman 274 calon PMI ke Jepang yang merupakan bagian dari perjanjian Indonesia–Japan Economic Partnership Agreement (IJEPA). Kendati begitu, Moeldoko meminta kementerian/lembaga melalukan terobosan aturan untuk melindungi pekerja migran.

"Jangan melihat case by case. Perlu ada kajian, sinkronisasi dan terobosan aturan di bidang kesehatan dan perlindungan PMI. Anggaran juga perlu disiapkan sehingga bisa mempertanggungjawabkannya ke BPK dan BPKP," tutur dia.

Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Kemenaker Suhartono menjelaskan, Indonesia mengirimkan sebanyak 114 PMI Nurse dan careworker batch ke-13 ke Jepang pada 2020. Saat itu, PCR test kepada PMI difasilitasi Pemerintah melalui kerja sama dengan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk atau BNI.

"Ke depan, kami sepakat untuk ada anggaran khusus terkait fasilitas PCR test dan vaksinasi. Sehingga kami akan diskusikan hal ini," ucap Suhartono.

Sementara itu, Direktur Penyakit Menular Langsung Ditjen P2P Kemenkes Siti Nadia menyampaikan kebijakan dan regulasi fasilitas PCR test dan vaksinasi bagi PMI perlu disusun. Khususnya, terkait dengan kriteria hingga jumlah PMI.

"Harus berhitung ulang untuk anggaran 2021. Untuk tahun 2022 akan dibuatkan kebijakan bersama," pungkas Nadia.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya