Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian menolak rencana pemerintah memungut pajak pertambahan nilai (PPN) pada jasa pendidikan atau sekolah. Dia menegaskan, pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia dan bagian dari tujuan penyelenggaraan negara yang dijamin di konstitusi.
"Pendidikan merupakan salah satu hak asasi manusia dan bagian dari tujuan penyelenggaraan negara yang dijamin di konstitusi kita. Jika jasa pendidikan dikenakan pajak, hal ini akan bertentangan dengan cita-cita dasar kita untuk mencerdaskan bangsa berdasarkan keadilan sosial," ujar Hetifah, Sabtu (12/6/2021).
Baca Juga
Menurut dia, tanpa dipungut PPN, banyak sekolah yang sudah kesulitan dalam menyelenggarakan kegiatan operasionalnya. Kata dia, dana BOS di banyak sekolah masih belum mencukupi untuk menyelenggarakan kegiatan belajar mengajar yang berkualitas. Jika PPN diterapkan, akan memperparah kondisi tersebut.
Advertisement
"Guru honor banyak yang belum mendapat upah yang layak. Tak jarang, pungutan pun dibebankan pada orangtua siswa," ucap Wakil Ketua Umum Partai Golkar bidang Kesra ini.
Hetifah menyadari, di masa pandemi ini pemerintah memang membutuhkan banyak dana untuk pembangunan. Namun, hal itu bukan menjadi alasan untuk memungut pajak dari sektor pendidikan.
"Pajak merupakan sarana dari redistribution of wealth. Untuk terciptanya pemerataan, justru anggaran untuk pendidikan harus ditambah, bukan sebaliknya pemerintah mengambil dari sektor pendidikan," ungkapnya.
Hetifah menganggap, sumber pendanaan bisa digali dari sektor-sektor lainnya, misalnya dengan menerapkan pajak progresif. Dia bilang, pemungutan PPN di sektor pendidikan bertentangan dengan visi misi pemerintahan saat ini.
"Visi dan misi pemerintahan saat ini salah satunya adalah Peningkatan Kualitas Manusia Indonesia melalui reformasi Pendidikan yang dapat terjangkau oleh semua masyarakat Indonesia. Jika PPN pendidikan ini diterapkan, maka akan sangat kontradiktif dan menghambat tercapainya visi misi tersebut. Harus kita kawal agar jangan sampai terjadi," pungkasnya.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Sri Mulyani Heran, Dokumen PPN untuk Sembako dan Pendidikan Bocor ke Publik
Sementara itu, Kementerian Keuangan angkat suara terkait dengan wacana kenaikan tarif Pajak Penghasilan Nilai (PPN) untuk barang dan jasa yang ada di dalam Rancangan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, dari sisi etika politik sendiri pemerintah belum bisa melakukan penjelasan ke publik sebelum ini dibahas ke tingkat Paripurna dan DPR. Apalagi draf RUU KUP tersebut juga belum disebarluaskan dan dilakukan pembahasan.
"Karena itu adalah dokumen publik yang kami sampaikan kepada DPR melalui surat Presiden. Kemudian dokumennya keluar karena memang sudah dikirimkan kepada DPR juga. Sehingga kami tidak dalam posisi untuk bisa menjelaskan keseluruhan," jelasnya dalam rapat kerja bersama dengan Komisi XI DPR RI, di Jakarta, Kamis (10/6/2021).
Bendahara Negara itu juga mengaku heran, draf RUU KUP mengenai wacana perpajakan atau kenaikan PPN itu muncul di permukaan publik.
Sementara isi yang keluar dibuat sepotong-potong seolah tidak mepertimbangkan situasi pada hari ini, di mana pemerintah tengah foksu dalam penanganan pandemi dan pemulihan ekonomi.
"Pada hari ini fokus kita itu pemulihan ekonomi jadi kita betul-betul menggunakan semua instrumen APBN," jelas Sri Mulyani.
Â
Reporter: Muhammad Genantan Sapautra
Sumber: Merdeka.com
Advertisement