DPR soal PPN Pendidikan: Sulitkan Orang Tua Murid di Tengah Pandemi Covid-19

Hetifah Sjaifudian mengatakan, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pendidikan jelas menyulitkan orang tua murid, terlebih dalam kondisi di tengah pandemi Covid-19.

oleh Putu Merta Surya Putra diperbarui 13 Jun 2021, 08:35 WIB
Diterbitkan 13 Jun 2021, 08:35 WIB
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian
Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian (Foto:DPR)

Liputan6.com, Jakarta Wakil Ketua Komisi X DPR RI Hetifah Sjaifudian mengatakan, pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pendidikan jelas menyulitkan orang tua murid, terlebih dalam kondisi di tengah pandemi Covid-19.

Terlebih dia menuturkan, skema pembayaran pendidikan sekarang pun masih ada masalah, seperti kasus pembayaran di Nagekeo, NTT. Kasus ini berujung penusukan terhadap kepala sekolah oleh salah satu orang tua murid.

"Berarti BOS masih dianggap kurang untuk operasional. Apalagi dengan tambahan kewajiban membayar PPN bisa semakin menyulitkan orang tua murid di tengah kondisi pandemi ini," kata Hetifah kepada Liputan6.com, Minggu (13/6/2021).

Karena itu, PPN Pendidikan dinilainnya kurang tepat. Meskipun pemerintah ingin menambah pemasukan untuk membiayai pembangunan.

"Tapi sepertinya jangan dari sektor pendidikan. Justru sektor pendidikan yang seharusnya distribusinya ditambah," jelas Hetifah.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Kemenkeu Klaim Tak Beratkan Orang Tua

Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis, Yustinus Prastowo, coba menanggapi tudingan bahwa pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pendidikan bakal berdampak pada bertambahnya beban orang tua murid.

Meski aspek pembahasan di tingkat pemerintah belum ke arah sana, Yustinus percaya PPN pendidikan tidak akan melegalkan sekolah menarik biaya lebih kepada orang tua murid."Kita belum sampai ke sana. Pasti kita akan perhatikan ini tidak akan memberatkan kepada orang tua murid," kata dia kepada Liputan6.com, Sabtu (12/6/2021).

Menurut dia, pungutan PPN ini fokusnya akan kepada jasa pendidikan yang bersifat mencari keuntungan (profit oriented) seperti tempat les mahal dan bisa dimanfaatkan oleh kelompok atas.

Di sisi lain, pemerintah disebutnya pasti berkomitmen agar jasa pendidikan tetap bisa dimanfaatkan dan diakses oleh kelompok masyarakat menengah bawah dengan biaya terjangkau.

"Wajar kalau konsumen tapi kuat dan mereka mampu. Jadi kalau pun dikenai PPN ya diharapkan tidak memberatkan. Dan kalau kelas menengah bawah dikenai pasti akan berat," ungkapnya.

Adapun dalam Pasal 7 Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP), akan ada sejumlah pengecualian untuk penerapan tarif PPN 12 persen. Dalam hal ini, tarif PPN dapat diubah jadi paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen.

Namun demikian, Yustinus mengatakan, penggolongan tarif PPN termasuk untuk jasa pendidikan sejauh ini belum dimatangkan lebih lanjut, khususnya bersama DPR.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya