Komisi Kejaksaan Dituntut Lebih Aktif Awasi Penanganan Kasus Jiwasraya

Halius mengatakan, Komisi Kejaksaan memiliki kewenangan untuk mengawasi kinerja kejaksaan dan perilaku penyidik kejaksaan dalam menangani perkara.

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jul 2021, 22:00 WIB
Diterbitkan 12 Jul 2021, 19:14 WIB
Tersangka Jiwasraya Benny Tjokrosaputro
Komisaris PT Hanson Internasional Benny Tjokrosaputro memasuki Gedung KPK, Jakarta, Jumat (31/1/2020). Penyidik Kejaksaan Agung kembali menumpang ruangan Gedung KPK untuk melakukan pemeriksaan kembali Benny Tjokrosaputro di kasus dugaan korupsi di PT Asuransi Jiwasraya. (merdeka.com/Dwi Narwoko)

Liputan6.com, Jakarta Komisi Kejaksaan (Komjak) dituntut lebih aktif dalam mengawasi dan melaksanakan perannya dalam memantau perkara yang menjadi perhatian masyarakat, khususnya perkara-perkara korupsi yang ditangani oleh kejaksaan.

Hal itu disampaikan mantan Ketua Komisi Kejaksaan, Halius Hosen dalam Webinar Hukum terkait pro-kontra dalam proses penegakan hukum kasus korupsi Jiwasraya dan Asabri, di Jakarta, Senin (12/7/2021).

Halius mengatakan, Komisi Kejaksaan memiliki kewenangan untuk mengawasi kinerja kejaksaan dan perilaku penyidik kejaksaan dalam menangani perkara.

Jika dilihat dari perkembangan penanganan kasus korupsi Jiwasraya maupun Asabri, lanjutnya, apa yang terjadi sudah menyangkut keduanya. Yakni kinerja dan profesionalitas aparat kejaksaan dalam menangani kasus.

"Ini bukan hanya menyangkut tupoksi dan profesionalisme aparat kejaksaan sebagai penegak hukum. Tetapi juga sudah menyangkut perilaku dan institusi kejaksaan itu sendiri," ujarnya.

"Jadi saya berharap, Komisi Kejaksaan bisa bergerak dan melakukan tugasnya dalam perkara ini," imbuh dia.

Di sisi lain, lanjutnya, Kejaksaan Agung juga harus membuktikan bahwa perkara hukum yang sedang ditangani oleh kejaksaan, sudah dilaksanakan sesuai dengan pedoman, tatacara dan aturan hukum yang berlaku.

"Sebab saat ini muncul tudingan-tudingan bahkan dugaan penyidik kejaksaan melakukan tindakan tidak adil dalam proses penegakan hukum kasus Jiwasraya, salah satunya terkait proses penyitaan aset-aset milik terdakwa dan pihak ketiga yang dinilai serampangan," ujar Halius.

Dalam perkembangannya bahkan muncul tudingan adanya politisasi dalam proses penegakan kasus Jiwasraya dan Asabri.

"Ini tuduhan yang serius, karena tidak hanya menyangkut oknum tapi sudah menyangkut institusi. Kejaksaan harus menjawab ini," beber Halius.

Terkait proses penyitaan dan pelelangan aset yang digugat terdakwa maupun pihak ketiga Halius mengatakan, perlu dilakukan lagi peninjauan ulang bagaimana hal tersebut bisa terjadi. Karena dalam setiap proses penangan perkara ada tahapan yang harus dilewati mulai dari penyelidikan, penyidikan, penuntutan hingga perkara tersebut diputus.

"Karena itu jika memang terjadi kekeliruan atau ketidakpuasan dari para pihak yang berperkara sudah seharusnya hal itu dilaporkan," tutupnya.

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Alasan Penyitaan Rekening

Sebelumnya, Komisi Kejaksaan sendiri telah menyampaikan permintaan kepada Kejaksaan Agung untuk menjelaskan alasan penyitaan sub rekening efek milik para nasabah PT Asuransi Jiwa Wana Artha yang ikut dirampas dalam perkara Jiwasraya.

Penyitaan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung atas ribuan sub Rekening Efek (SRE) milik para nasabah Wana Artha menjadi polemik. Para nasabah sekaligus pemegang polis Wana Artha Life merasa haknya diambil, karena terdakwa Benny Tjokrosaputro pun mengaku bahwa rekening tersebut bukan miliknya. Selain gugatan dari pemilik polis, belakangan juga muncul berbagai gugatan dari pihak ketiga yang merasa dirugikan karena asetnya ikut disita.

Sejumlah pihak mengingatkan Kejaksaan agar tidak sembarangan melakukan penyitaan. Majelis hakim di saat yang sama diminta berhati-hati dan adil melihat fakta-fakta persidangan terkait bukti dalam kasus yang menjadi perhatian publik tersebut.

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya