Liputan6.com, Jakarta Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan, tiga jaksa penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung) yang menangani kasus Jaksa Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan (Komjak), Rabu (14/10/2020).
"Pada hari ini ICW melaporkan jaksa penyidik perkara Pinangki Sirna Malasari ke Komisi Kejaksaan karena diduga melakukan pelanggaran kode etik saat menyidik perkara tersebut," ujar peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangannya, Rabu (14/10/2020).
Baca Juga
Kurnia menyebut, laporan yang diterima Ketua Komjak Barita Simanjuntak ini dilakukan lantaran menduga ketiga jaksa dengan inisial SA, WT, dan IP tak melakukan tugasnya dengan baik dalam mengusut kasus Jaksa Pinangki, termasuk tak menelisik keterlibatan pihak lain.
Advertisement
"Pelaporan dilakukan pukul 12.00 WIB dan diterima oleh Ketua Komisi Kejaksaan, Barita Simanjuntak," kata dia.
Menurut Kurnia, ketiga jaksa penyidik tak menggali kebenaran materiil kasus Jaksa Pinangki. Salah satunya mengenai keterangan Jaksa Pinangki yang mengaku bersama seorang bernama Rahmat saat bertemu dengan Djoko Soegiarto Tjandra di Malaysia pada 12 November 2019.
Saat itu, berdasarkan pengakuan Jaksa Pinangki, Djoko Tjandra percaya begitu saja kepada dirinya untuk mengurus permohonan fatwa ke MA melalui Kejaksaan Agung. Padahal, Pinangki hanya menjabat Kepala Sub Bagian Pemantauan dan Evaluasi II pada Biro Perencanaan Jaksa Agung Muda Pembinaan Kejaksaan Agung.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Kejanggalan
Kurnia menegaskan, Pasal 1 angka 2 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menyebutkan bahwa, Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari, serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi, dan guna menemukan tersangkanya.
Namun, dalam konteks ini, ICW melihat penyidik tidak mendalami lebih lanjut keterangan Jaksa Pinangki mengenai pertemuannya dengan Djoko Tjandra untuk mengurus fatwa. Padahal, terdapat sejumlah kejanggalan terkait pengakuan Jaksa Pinangki tersebut.
"Secara kasat mata, tidak mungkin seorang buronan kelas kakap, seperti Djoko Tjandra, yang telah melarikan diri selama sebelas tahun, bisa langsung begitu saja percaya dengan seorang jaksa (Pinangki) yang tidak mengemban jabatan penting di Kejaksaan Agung untuk mengurus fatwa Mahkamah Agung melalui Kejaksaan Agung," kata dia.
Advertisement